Dientry oleh Risda Hutagalung - 12 March, 2021 - 375 klik
Bambu Penggerak Ekonomi dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup

Bambu merupakan sumberdaya alam yang keberadaannya sangat dekat dan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga dalam mekanisme pengembangannya pendekatan pemberdayaan masyarakat menjadi aspek penting.

Dalam rangka sinergitas program-program pemerintah lintas sektor untuk dapat mewujudkan pengembangan bambu yang terintegrasi, sehingga menjadikan bambu sebagai penggerak ekonomi rakyat, regional dan nasional akan terwujud sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan melalui serapan karbondioksida, penyediaan sumber air dan jasa lingkungan lainnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali menyelenggarakan diskusi pojok iklim secara virtual dengan mengangkat  tema “Bambu Penggerak Ekonomi dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup", pada Rabu, (10/3).

Wakil Menteri LHK, Alue Dohong dalam sambutannya menyampaikan bahwa berbicara bambu di Indonesia, bambu tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi nilai ekologi, budaya, religi bahkan perjuangan. Alue mengatakan, bambu sangat strategis untuk dikembangkan menjadi sumber ekonomi baru sekaligus untuk perbaikan kualitas lingkungan hidup.

“Strategi dan Rencana Aksi Nasional Bambu yang telah disusun KLHK untuk dapat dilihat kembali, diperbaharui dan disempurnakan. Sambil pararel, kita kembangkan hulu, tengah dan hilirnya dengan terus mendorong kegiatan penanaman yang lebih lanjut sebagai kontinuitas dari industri bambu tersebut," jelas Alue.

Pada diskusi pojok iklim ini dalam pemaparannya, Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT), Josef Nae Soi, menyampaikan Kebijakan dan Program Pemerintah Provinsi NTT dalam pengembangan bambu untuk penghijauan dan kemajuan ekonomi masyarakat. Josef menjelaskan dari sudut budaya, bambu berhubungan dengan tradisi, ritual atau budaya masyarakat, bambu menjadi lambang seorang yang bekerja keras. Ia menerangkan dengan contoh seorang pemuda kalau ingin melamar seorang gadis, harus dapat memotong bambu kering di tengah bambu basah. Lebih lanjut, dari seni kebudayaan, bambu juga bisa dijadikan alat musik. Dari sudut ekologis, bambu dapat meningkatkan volume air bawah tanah, konservasi lahan dan perbaikan lingkungan. Dari sudut ekonomis bambu bisa dijadikan sebagai bahan bangunan, transportasi, kuliner, alat musik, alat-alat rumah tangga, pengobatan.

“Kebijakan Pengembangan Bambu oleh Pemerintah Provinsi NTT diantaranya
memutuskan Bambu sebagai salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan melalui Keputusan Gubernur No 404/KEP/HK/2018, menjadikan pengembangan bambu sebagai bagian dari (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTT, menyiapkan Anggaran dan bekerjasama dengan multistakeholders," tambah Josef.

Selanjutnya, Ketua Yayasan Bambu Lestari, Monica Tanuhandaru, menyampaikan paparan tentang pengembangan desa bambu dalam mendukung industri bambu terintegrasi. Ia menjelaskan model desa bambu yang dikembangkan adalah model desa bambu agroforestry dengan memilih lokasi yang sudah ada bambunya, lokasi yang bersebelahan dengan desa bambu atau desa yang mulai menanam yang sama sekali belum ada bambunya.

“Proses yang paling penting adalah membuat peta jalan bagaimana bisa sampai ke 1000 desa bambu itu dan bagaimana menggerakan dana public baik dana Kementerian/sektoral, dana pemerintah daerah bahkan pemerintahan desa. Kalau sudah menjadi program strategis dan mainstream, desa dapat mengalokasikan dengan memperkuat fasilitator desa dengan pengetahuan bambu, memasukan bambu dalam bagian perencanaan desa, memasukan bambu menjadi bagian tugas mereka ikut menanam dan memelihara bambu,” ujar Monica.

Selain itu, Peneliti Puslitbang Hasil Hutan, Badan Litbang dan Inovasi KLHK, I. M. Sulastiningsih menyampaikan bahwa saat ini pemanfaatan bambu di Indonesia masih terbatas sehingga diversifikasi produk pengolahan bambu, perlu ditingkatkan dengan menghasilkan produk rekayasa bambu berupa bambu lamina yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi kayu. “Pengembangan industri bambu lamina harus didukung oleh kebijakan pemerintah secara terpadu dalam menyediakan bahan baku bambu untuk industri bambu lamina secara berkesinambungan,” terang Sulastiningsih. 

Kemudian, Ketua Kelompok Peneliti Etnobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wawan Sujarwo, menyampaikan dalam pemaparannya peran bambu dalam Jasa Lingkungan dan Pelestarian Alam. Bambu merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling toleran terhadap habitat, mampu tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Potensi bambu dalam hal jasa lingkungan sangat menjanjikan, khususnya air dan karbon. Banyak komunitas masyarakat lokal yang mengakui bahwa menanam bambu sama halnya dengan menampung air. Selain itu, juga sudah banyak kajian ilmiah yang membahas potensi hutan bambu untuk menyerap dan mengendapkan CO2.

Wawan menekankan perlunya menyatukan persepsi dari semua stakeholders (akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas, dan bahkan media) bahwa Bambu sangat potensial dalam aspek jasa lingkungan. Persamaan persepsi dapat dituangkan dalam bentuk regulasi untuk menunjang aksi nyata bahwa payment for ecosystem services harus dapat diimplementasikan di Indonesia dengan mekanisme yang tidak begitu rumit, sehingga pemilik hutan bambu baik itu masyarakat (petani, swasta) bahkan Negara sekalipun dapat memperoleh bayaran dari nilai jasa lingkungan yang telah diberikan Hutan Bambu.

Dalam testimoninya mengenai Bambu Indonesia dahulu dan harapan masa depan, Sesepuh Bambu Indonesia, Abah Jatnika Nanggamiharja menyampaikan bahwa bambu adalah gambaran panjang umur dengan kelenterunnya, suaranya, dengan penghasil oksigennya, dengan menyimpan airnya dan menahan tebingnya. Abah juga menggambarkan di seluruh Indonesia dari sejak lahir manusia menggunakan komponen bambu dalam kehidupan sehari-hari. Abah juga menjuluki Indonesia adalah negara budaya bambu.

Sebagai penutup, Ketua Dewan Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Sarwono Kusumaatmadja menjelaskan bahwa banyak bahan yang akan menjadi bahan kebijakan tentang pemanfaatan bambu dan ini merupakan waktu yang tepat dimana pemerintah sedang menyusun regulasi tentang ekonomi rendah  karbon serta menyusun acuan yang gunanya memberikan insentif bagi upaya-upaya rendah karbon. Sarwono mengatakan bahwa yang dapat memberikan hasil lebih cepat adalah salah satunya dari bambu. Bambu adalah kunci untuk menemukan kembali kemakmuran bersama.

Diskusi yang dipandu oleh Project Coordinator Kanoppi-2 Bamboo Agroforestry kerjasama ICRAF-ACIAR, Desy Ekawati ini dihadiri oleh 328 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi, sektor privat dan individu.
_______

Sumber: http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/5858/bambu-penggerak-ekonomi-dan-peningkatan-kualitas-lingkungan-hidup

 

Penulis : PPID