Dientry oleh Dyah Puspasari - 28 March, 2021 - 594 klik
Komunikasi dan Kemitraan, Strategi Resolusi Konflik Pengelolaan Hutan Pendidikan-Penelitian

" Model resolusi konflik yang disarankan adalah membangun komunikasi lebih efektif dan mengubah konflik menjadi kemitraan sejajar "

[FORDA]_Kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli (BMK) mengalami tekanan dan konflik pemanfaatan ruang lintas sektoral. Riset yang dilakukan Indriyanti, dkk menyarankan model resolusi konflik yang dituangkan dalam artikel pada Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa Volume 6 Nomor 2 Tahun 2020

“Model resolusi konflik yang disarankan adalah membangun komunikasi lebih efektif dan mengubah konflik menjadi kemitraan sejajar,”ungkap Indrayanti, dkk, tim peneliti dari Balai Besar Litbang Ekosistem Dipterokarpa dalam artikelnya. 

Kemitraan tersebut dapat dibangun melalui pembentukan pertemuan formal antara pemerintah daerah, para pemangku kepentingan (pihak swasta dan masyarakat) dengan pihak pengelola.  

Baca jurnal: Kajian Resolusi Konflik Kebijakan Pengelolaan HPP Barat Muara Kaeli 

Hutan Pendidikan dan Penelitian (HPP) Barat Muara Kaeli (BMK) adalah salah satu kawasan hutan yang dikelola oleh Badan Litbang dan Inovasi (BLI).  Terletak di di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, HPP BMK memiliki luas 8.850,70 ha, serta merupakan bagian wilayah tertentu atau blok khusus dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam. 

Dalam pengelolaan HPP ini, muncul konflik-konflik. Dari riset ini diketahui bahwa konflik akibat perbedaan orientasi kebijakan antara para pemangku kepentingan dengan pengelola HPP dan Pemerintah Daerah setempat, adalah konteks konflik utamanya. Konteks konflik lainnya adalah konflik pemanfaatan sumber daya hutan dan pemanfaatan ruang lintas sektoral antara para pemangku kepentingan 

Lebih lanjut Indrayanti, dkk, menjelaskan bahwa prioritas alternatif strategi yang dapat dikembangkan pada pengelolaan konflik lahan di HPP Barat Muara Kaeli meliputi tiga konsep yang mendukung upaya pengelolaan konflik. Ketiganya yakni penguatan organisasi/kelembagaan, jaminan dan kepastian hukum serta pembinaan dan pengawasan atau pemberdayaan. 

“Ketiga konsep tersebut tidak bisa berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan harus saling bersinergi,”jelasnya lebih lanjut dalam artikel. Namun demikian, dalam artikel ini tim peneliti dari Balai Besar memfokuskan pembahasan pada sisi konsep penguatan kelembagaan dan penegakan hukum meskipun konsep pemberdayaan juga saling terkait dan turut mendukung. 

Dalam implementasinya, perlu disusun skala prioritas yang harus dilakukan pengelola HPP BMK dalam rangka mengurangi dan mengurai konflik di tingkat tapak. Kegiatan yang harus dilaksanakan di tingkat tapak adalah 1) melakukan sosialisasi tentang HPP Barat Muara Kaeli untuk membangun kepercayaan antar para pihak, 2) mengembangkan Forum Kehutanan Antar Desa (FKAD), 3) menyiapkan tim ahli; 4) membangun komunikasi, koordinasi dan dialog yang efektif, dan 5) membuat dan mengembangkan regulasi yang disepakati bersama. 

Kegiatan riset ini merupakan bagian dari Rencana Penelitian dan Pengembangan Integratif (RPPI) BLI 2015-2019.  Melalui RPPI Sosial Ekonomi, Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat serta Resolusi Konflik, beberapa riset resolusi konflik dilakukan tidak hanya di HPP BMK, melainkan juga di lokasi lain lain seperti di TN Meru Betiri, KHDTK NTT, KHDTK Mengkedek, serta kawasan sekitar hutan di daerah-daerah lain.*(NW)

Penulis : Nurwita
Editor : Dyah Puspasari