- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
admin -
02 March, 2012 -
2223 klik
Lokakarya Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam Skema Pembayaran untuk Mengurangi Emisi Karbon dari Alih Fungsi dan Kerusakan Hutan (Redd+) di Indonesia
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan implementasi REDD+ adalah pelibatan masyarakat dalam setiap phase safeguards. Hal ini ditekankan juga dalam Cancun Agreement yang mengamanatkan bahwa dalam pelaksanaan REDD+ perlu dilengkapi dengan instrumen sosial dan environmental safeguards. Salah satu capaian Durban dalam COP 17 adalah diterimanya dan diadopsi draft keputusan terkait safeguards yang didalamnya menyebutkan pentingnya menhormati hak indigenous peoples.
Terkait dengan hal tersebut, Pusat Litbang perubahan Iklim dan Kebijakan kerjasama dengan Australia Center for International Agricultural Research (ACIAR) melaksanakan loka karya “Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam Skema Pembayaran untuk mengurangi Emisi Karbon dari Alih Fungsi dan kerusakan hutan (REDD+) di Indonesia pada hari Kamis tanggal 9 Februari 2012 di ICC IPB Botani Square Bogor.
Dalam Sambutan Kepala Badan Litbang menyampaikan bahwa pelibatan masyarakat sangat menentukan keberhasilan implementasi REDD+ karena implementasi REDD+ akan mempengaruhi aktivitas masyarakat sekitar hutan yang akan kehilangan sebagian aksesnya terhadap hutan. Oleh karena itu instrumen Safeguards seperti Startegic Enviromental and Social Assessment (SESA), Free Prior Informed Concern (FPIC-Padiatapa) yang salah satu diarahkan untuk memastikan bahwa masyarakat secara rela dan tidak terpaksa menerima kegiatan REDD+ dilingkungannya, sangat diperlukan. Disamping itu masyarakat tidak menderita kerugian dan mendapat manfaat adanya REDD+. Hadir pada lokakarya Dr. Luca Taconi, project leader ACIAR dan kurang lebih 80 peserta dan tamu undangan.
Lokakarya ini menghadirkan narasumber dari pelaku DA Musi Rawas, Bereau, KFCP dan juga peneliti Puspijak dan dilanjutkan dengan forum group discussion (FGD) yang dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok tersebut mewakili kelompok masyarakat dan LSM, Pemerintah dan swasta/lembaga donor. Hasil FGD kemudian dipanelkan yang dipimpin oleh Kepala Puspijak, Dr. Kirsfianti L. Ginoga. Salah satu hasil kesimpulan dalam diskusi panel adalah pentingnya pelibatan masyarakat, masyarakat berhak mendapat hak kelola dan hak akses terhadap hutan serta memperoleh distribusi manfaat REDD+.
Materi Lokakarya:
Pelestarian TN Kerinci Seblat Melalui REDD+
Penyusunan Kriteria dan Indikator Pemilihan Lokasi dan Strategi Keberhasilan Implementasi REDD+
Membayar Masyarakat untuk Mengurangi Emisi Karbon yang Disebabkan Alih Fungsi dan Kerusakan Hutan
Inisiasi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Level Pusat/Prov/Kab