Dientry oleh Dyah Puspasari - 12 January, 2020 - 1566 klik
Edukasi Lingkungan dan Mitigasi Bencana Alam, Sebuah Keniscayaan

BLI (Cigudeg, Januari 2020)_Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah Jabodetabek awal Januari 2020, telah menimbulkan kerugian harta, benda dan trauma bagi ratusan ribu warga di wilayah tersebut. Musim hujan diperkirakan masih akan berlangsung hingga dua bulan ke depan dan akan mencapai puncaknya pada Februari-Maret, tentunya memerlukan perhatian serius. Edukasi lingkungan dan mitigasi bencana alam menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat dan pemerintah daerah di wilayah-wilayah rawan bencana. 

Badan Litbang dan Inovasi (BLI) sejak setengah abad silam, telah memberikan perhatian lebih pada bencana banjir dan tanah longsor. Penelitian daerah aliran sungai (DAS), rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air baik rekayasa sipil dan vegetatif telah dilakukan secara luas. Iptek dan inovasi sidik cepat degradasi DAS, mitigasi banjir dan tanah longsor, termasuk deteksi dini bencana tersebut telah dihasilkan dan disosialisasikan dalam berbagai forum. 

Baca juga: Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor 

Terkait bencana banjir dan tanah longsor awal 2020 ini, BLI melalui Balai Litbang Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP2TPDAS) Solo telah berkontribusi aktif memberikan informasi ilmiah mengenai penyebab bencana tersebut. Upaya-upaya konservasi tanah dan air serta mitigasi bencana juga disampaikan baik melaui media elektronik TV dan berbagai media online. 

Baca juga: Rekomendasi dan Solusi DAS Hulu-HIlir 

Memperhatikan frekuensi bencana banjir dan tanah longsor yang semakin meningkat pada tahun-tahun terakhir ini, disertai meluasnya DAS-DAS kritis di Indonesia, maka peran edukasi lingkungan dan mitigasi bencana termasuk deteksi dini dan adaptasinya menjadi sangat urgen dilakukan. 

Baca juga: Naturalisasi vs Normalisasi 

Masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana harus memahami kondisi alam yang mereka tempati sehingga mampu beradaptasi dan melakukan mitigasi bencana. Pemahaman tersebut juga harus dimiliki oleh pemerintah setempat, sehingga peran edukasi, pengelolaan dan pengawasan lingkungan dapat berkesinambungan karena menjadi bagian dari kegiatan pembangunan wilayah. 

Baca juga: Restorasi DAS Ciliwung 

FORDAcare : Empati, Peduli dan Berbagi 

Sekretariat BLI yang berkedudukan di Bogor turut berempati sekaligus peduli dengan bencana banjir dan tanah longsor tersebut. Melalui program FORDAcare, Tim Sekretariat mengunjungi Desa Sukaraksa, salah satu wilayah yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor paling parah di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Sabtu (11/01). 

“Yang paling parah 3 desa, Sukaraksa, Sukamaju dan Bunar. Itu jalur daerah Sungai Cidurian, jadi banjir bandang kemarin itu tanggal 1 Januari 2020,” jelas Acep Sajidin, Camat Kecamatan Cigudeg, saat ditemui di dapur umum Desa Sukaraksa. Acep menceritakan bahwa beberapa kampung bahkan hancur, tidak bisa dihuni lagi karena masuk zona merah yang sewaktu-waktu rawan longsor.  

Data rekapitulasi bencana Kecamatan Cigudeg menunjukkan ratusan rumah ringan hingga berat. Kondisi ini menyebabkan hampir 2000 jiwa menjadi pengungsi yang tersebar di belasan titik. Data juga memperlihatkan belasan jalan, jembatan; bangunan konservasi tanah dan air; musholla, masjid dan pondok pesantren juga mengalami kerusakan berat. 

Saat menyusuri Kampung Suka Mulya, salah satu lokasi pengungsi tanah longsor Desa Sukaraksa, tim Sekretariat mengamati bahwa banyak retak di beberapa titik. Tidak hanya itu, belasan bangunan juga sudah ditinggalkan penghuninya karena pondasi mulai turun serta lantai retak, anlok dan dinding retak-retak. 

Lihat juga: video kondisi Kampung Suka Mulya 

“Kejadiannya berurutan, sehari dikit, sehari terus aja berurutan, sampai seminggu langsung brek, langsung anjlok,” cerita Agus, salah satu penduduk yang rumahnya rusak berat. Sampai sekarang, gerakan tanah masih dirasakan Agus, sehingga akhirnya memilih pindah ke tenda bersama para pengungsi lainnya. 

Kampung Suka Mulya ini, sebenarnya merupakan wilayah relokasi korban tanah longsor 2012 silam dari Kampung Sinargalih dan Juga jembatan di Desa Sukaraksa. Demikian penjelasan Eka, salah seorang relawan di Kampung Sukaraksa.  Sambil mengantarkan tim Sekretariat mendokumentasikan kondisi kampungnya, Eka menceritakan bahwa kampung ini dibangun tahun 2013. Sejak itu, sebanyak 84 Kepala Keluarga (KK) korban longsor 2012 pindah ke wilayah relokasi ini.  Namun, tepat di awal 2020, kekhawatiran akan mengalami hal yang sama kembali mereka rasakan, dengan melihat keretakan tanah dan bangunan yang mereka tempati. 

Fenomena keretakan tanah dan bangunan di Desa Sukaraksa, sebagai wilayah yang termasuk rawan longsor, harus jadi perhatian pemerintah setempat. Upaya mitigasi harus segera dilakukan agar bencana yang sama tidak berulang. Sementara itu untuk jangka panjang, peningkatan pengetahuan tentang kondisi lingkungan dan pengelolaannya harus menjadi perhatian utama dalam pembangunan di wilayah ini, dan juga wilayah-wilayah lain yang rawan bencana banjir dan tanah longsor. 

Kecamatan Cigudeg, sebagai lokasi yang direncanakan akan menjadi Ibukota Kabupaten Bogor Barat (pemekaran Kabupaten Bogor) yang telah selesai disusun konsepnya, ke depan tentu akan mengalami pembangunan wilayah yang pesat. Hal ini tentu akan berimplikasi pada meningkatnya tekanan pada lingkungan, sehingga memerlukan perhatian serius. Edukasi lingkungan menjadi sebuah keharusan agar bencana serupa dapat dihindari di masa depan. BLI, sebagai institusi pembangun pengetahuan bidang lingkungan hidup dan kehutanan, akan turut berkontribusi berbagi iptek dan inovasi yang dibutuhkan dalam mewujudkan pembangunan daerah yang berkelanjutan. 

Sebagai Informasi, Camat Cigudeg memberikan arahan apabila akan melaksanakan kegiatan edukasi lingkungan kepada anak-anak dan warga, sebaiknya dilaksanakan setelah masa tanggap darurat, yakni masa rehabilitasi. Penetapan masa tanggap darurat di Kabupaten Bogor adalah sampai 16 Januari 2020, namun akan diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi situasi dan kondisi di lapangan. 

Dalam kunjungan ini, selain mendokumentasikan wilayah rawan bencana, Tim Sekretariat BLI juga menyalurkan bantuan berupa terpal, makanan, air mineral, perlengkapan bayi dan perempuan, peralatan mandi dll.  Bantuan disalurkan di 3 lokasi di Desa Sukaraksa, yaitu Kampung Suka Mulya, Tangseng Atas dan Tangseng Bawah. 

Lihat juga: Video FORDAcare berbagi  

Penyaluran bantuan dilakukan secara berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Cigudeg. Tim disambut oleh Camat Cigudeg beserta jajarannya, serta mendapatkan arahan lokasi dan diantar ke lokasi-lokasi pengungsian.*(DP)

Penulis : Dyah Puspasari