Dientry oleh Dyah Puspasari - 18 June, 2020 - 1125 klik
Babak Baru Menuju Proses Negosiasi Formal ERPA

[BLI]_Juli 2020 mendatang, Indonesia akan memasuki babak baru menuju proses negosiasi formal ERPA (Emission Reduction Payment Agreement). Ini merupakan agenda utama setelah dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) Pemerintah Indonesia disetujui dan dinilai layak sebagai advanced draft oleh tim penilai FCPF (Forest Carbon Partnership Facility) dari FMT (FCPF Management Team) dan CFPs (Carbon Fund Participants), Kamis 11 Juni 2020. Negosiasi formal tersebut adalah prasyarat menuju proses penandatanganan ERPA yang ditarget akan dilaksanakan pada Agustus 2020 mendatang. 

Unduh: Dokumen Benefit Sharing Plan Indonesia 

Agenda tersebut merupakan tahap lanjut dalam proses penyiapan implementasi REDD+ di Provinsi Kalimantan Timur. Setelah pada awal 2019 lalu, Dokumen Program Pengurangan Emisi (Emission Reduction Program Document/ERPD) Indonesia disetujui negara-negara donor FCPF. 

Baca juga: 19th Carbon Fund Meeting Menyetujui ERPD Indonesia 

“Lega dan bersyukur karena dokumen BSP melalui proses yang cukup panjang dan banyak lika likunya melibatkan Kementerian Keuangan, KLHK dan Pemprov Kaltim, akhirnya diterima oleh pihak negara donor,”ungkap Dr. Agus Justianto, Kepala Badan Litbang dan Inovasi, saat dikonfirmasi melalui telepon genggamnya (17/6).  

Badan Litbang dan Inovasi (BLI) bersama-sama dengan Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) telah menyiapkan perangkat REDD+ di Kaltim yang meliputi kelembagaan, sistem dan metodologinya. Pada tahap implementasi, BLI akan berperan banyak dalam mendukung peningkatan kapasitas dan juga dalam pendampingan teknis. 

Proses penilaian dokumen BSP dilakukan lebih kurang hampir satu bulan (14 Mei 2020-11 Juni 2020). Penilaian kelayakan dokumen mencakup beberapa aspek yakni kriteria penerima manfaat, mekanisme distribusi pembagian manfaat, pemantauan pembagian manfaat, serta proses konsultasi dan komunikasi yang dilakukan.  Aspek mekanisme distribusi mencakup pengaturan proporsi untuk responsibility cost, performance cost, dan reward cost. Sementara aspek pemantauan pembagian meliputi pengaturan kelembagaan, pelaporan, dan safeguards

Setelah negosiasi formal dan penandatanganan ERPA dilalui, langkah final yang harus dilakukan Indonesia adalah melakukan berbagai proses pengukuran, pemantauan dan pelaporan penurunan emisi yang dikaitkan kesesuaiannya dengan safeguards/kerangka pengaman. Hasilnya kemudian diverifikasi untuk memperoleh persetujuan sebagai dasar Results Based Payment (RBP) pertama yang diperkirakan pada semester 2 tahun 2021. Dokumen BSP Final harus selesai sebelum periode RBP pertama tersebut. 

“Program penurunan emisi kehutanan menjadi bagian pembangunan berkelanjutan untuk investasi lingkungan dan kehidupan jangka panjang,”jelas Dr. I. Wayan Susi Dharmawan, Project Manager FCPF- Indonesia, melalui pesan singkat telepon genggamnya (17/6).  

Dari 47 negara yang tergabung dalam FCPF, saat ini sudah ada 3 negara yang telah menandatangani ERPA, yakni Mozambique, Ghana dan Chile. Sementara negara yang sudah masuk proses negosisasi formal ERPA adalah Laos dan Vietnam, dan segera menyusul Indonesia. 

Meski bukan negara pertama yang berhasil menandatangani ERPA, namun Indonesia akan menorehkan tonggak sejarah pertama kali implementasi REDD+ berbasis kinerja dengan batas yurisdiksi provinsi. 

Menurut Wayan, hanya sedikit negara yang masuk tahapan negosiasi formal ERPA. Hal ini disebabkan kerumitan proses serta banyaknya dokumen yang harus dipenuhi dan diuji kelayakannya dalam kerjasama FCPF sampai tahapan ERPA tersebut. Termasuk memastikan  keterkaitan antar dokumen satu dengan dokumen lainnya yang membutuhkan koordinasi, komitmen dan konsistensi antar berbagai pihak yang terlibat. 

Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) 

Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) merupakan dokumen rencana pembagian manfaat dalam kerangka implementasi REDD+. Manfaat diberikan atas keberhasilan suatu entitas dalam penurunan emisi serta memegang prinsip kesetaraan dan berkeadilan sosial. Penyusunan BSP melibatkan para pemangku kepentingan, sehingga diharapkan akan memperoleh dukungan untuk mendukung implementasinya. Pembagian manfaat tersebut juga bertujuan agar semua kepentingan, khususnya kelompok yang rentan dan tersisih atau miskin dapat terakomodir. 

Para pihak yang terlibat dalam penyusunan dokumen BSP Indonesia yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Keuangan, dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) serta mitra-mitra pembangunan terkait. Kementerian LHK didukung oleh kontribusi Direktorat Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional-Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim serta Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim-Badan Litbang dan Inovasi. Proses penyusunan dokumen ini melalui proses yang cukup panjang selama lebih kurang 1,5 tahun sejak Januari 2019. 

Unduh: Dokumen Benefit Sharing Plan Indonesia 

Setelah proses penilaian tersebut, tahap selanjutnya antara lain menyiapkan kelembagaan dan standar operasional prosedur pembagian manfaat, melakukan proses sosialisasi kepada para pihak pelaksana REDD+ di Kaltim. 

Penerima Manfaat 

Kelompok-kelompok penerima manfaat program implementasi REDD+ terdiri atas institusi pemerintah, swasta, dan masyakarat lokal yang terlibat dalam pengembangan kebijakan dan pengelolaan program (baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota). 

Kelompok pemerintah termasuk Balai Taman Nasional dan KPH yang secara administrasi berada di bawah pemerintahan sub nasional. Pemerintahan desa adalah yang terlibat langsung dalam mengimplementasikan kegiatan-kegiatan penurunan emisi. 

Sementara sektor swasta sebagai penerima manfaat yaitu perusahaan yang mengimplementasikan kegiatan penurunan emisi, seperti perkebunan, konsesi tambang dan konsesi sektor kehutanan (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, IUPHHBK, IUPJL). 

Masyarakat lokal termasuk komunitas adat (baik kelompok tani atau individu) penerima manfaat yaitu masyarakat yang tinggal di dalam wilayah atau dekat dengan kegiatan penurunan emisi atau yang melaksanakan kegiatan penurunan emisi seperti monitoring hutan, perlindungan dari kebakaran dan kegiatan alternatif pendapatan masyarakat. 

Manfaat potensial program implementasi REDD+ dalam bentuk dana tunai (monetary/cash) maupun non tunai (non-monetary) berdasarkan prestasi mengurangi emisi hutan atau lahan yang dikelolanya. Dana yang diperoleh oleh suatu desa/kampung tertentu bisa disalurkan ke kas desa agar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan desa/kampung. Manfaat bukan tunai dalam bentuk program mendukung pengelolaan hutan dan tata kelola, kegiatan alih teknologi, dan peningkatan jasa lingkungan misalnya penyediaan air bersih.*(DP)

Photo Credit: Tim FCPF BLI

Penulis : Dyah Puspasari
Editor : Yayuk Siswiyanti