Dientry oleh Dyah Puspasari - 01 March, 2021 - 605 klik
Potensi Pusat Konservasi Gajah Danau Toba, Ini Kata Pemangku Kepentingan

" Riset mengungkap fakta, Pusat Konservasi Gajah Danau Toba potensial sebagai tujuan wisata, pendidikan, ekonomi dan konservasi. Tingkat persepsi para pemangku kepentingan pada kawasan tersebut, berada pada kategori tinggi. "

[FORDA]_Pusat konservasi gajah atau Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) potensial sebagai salah satu tujuan wisata di Kawasan Strategis Nasional (KSN), Danau Toba, demikian pendapat para pemangku kepentingan. Ini terungkap dari riset Rospita, dkk yang dirilis dalam Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan Volume 17 Nomor 2 Tahun 2020

Riset tersebut dilakukan pada 2017-2019. Hasilnya mengungkap fakta bahwa tingkat persepsi para pemangku kepentingan terhadap keberadaan ANECC yang berlokasi di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli tersebut, berada pada kategori tinggi. Skor persepsi untuk kawasan ini rata-rata sebesar 2,44 dari skala 3,0 atau berdasarkan frekuensinya adalah sebesar 54,25%. Nilai persepsi tertinggi secara berurutan adalah aspek wisata, pendidikan, ekonomi, dan konservasi. 

Baca jurnal: Persepsi Stakeholder pada Pengembangan Pusat Konservasi Gajah 

Menurut Rospita, dkk kelompok pengusaha memberikan nilai persepsi tinggi pada ANECC karena dianggap sangat potensial untuk meningkatkan kunjungan wisata ke Danau Toba. Pemangku kepentingan lain seperti instansi lingkup KLHK, pemerintah daerah, akademisi (para peneliti dan dosen), pengunjung dan masyarakat, serta sejumlah 80% responden juga memberikan persepsi serupa. 

“Beberapa faktor pendukung yaitu adanya daya tarik yang tinggi dari satwa gajah sebagai salah satu hewan langka sehingga perjumpaan dengan gajah dipersepsikan akan meningkatkan kepuasan pengunjung atau penikmat wisata,” ungkap Rospita, dkk dalam artikelnya. 

Lebih lanjut dijelaskannya bahwa pergeseran minat masyarakat dalam berwisata juga menjadi penyebab meningkatnya minat pengunjung pada wisata berbasis alam. Oleh karenanya, berbagai konsep wisata dengan konsep ‘eco’ atau ‘hijau’ menjadi tren di pasar wisata. 

Jarak ANECC ke Danau Toba yang hanya berkisar 10,5 km. Ini dapat ditempuh hanya dalam waktu 15 menit dengan kendaraan bermotor. Kondisi ini dianggap sangat strategis untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke ANECC, sambil wisata menuju ke Danau Toba. Apalagi menurut para pengusaha pariwisata seperti pengusaha hotel dan agen-agen perjalanan, selain obyek danau, objek wisata lain yang dapat ditawarkan kepada tamu-tamu masih terbatas. 

”Keberadaan objek wisata baru yang mudah dijangkau dari pusat perhotelan di Parapat dinilai dapat meningkatkan kunjungan ke Danau Toba serta dapat meningkatkan lama berkunjung atau lama menginap (long stay) di kawasan wisata Danau Toba,” jelas Rospita, dkk, para peneliti Balai Litbang LHK (BP2LHK) Aek Nauli, dalam tulisan tersebut. 

 “Objek wisata gajah akan meningkatkan keleluasaan agen perjalanan wisata (tour dan travel) untuk mempromosikan dan mengelola paket perjalanan wisata,” lanjutnya. 

Pembangunan ANECC sangat didukung oleh peran berbagai pemangku kepentingan. Menurut riset Rospita sebelumnya yang terbit di Jurnal Biodiversitas 20(10) tahun 2019, pembangunan ANECC telah memunculkan berbagai interaksi sosial sesuai dengan kepentingannya, baik dalam bentuk perorangan maupun organisasi. Terkait rencana pengembangan ekowisata, persepsi para pemangku kepentingan tersebut, menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan. 

Manfaat Pendidikan dan Ekonomi 

Selain sebagai tujuan wisata, para pemangku kepentingan juga setuju keberadaan ANECC untuk tujuan pendidikan.  Sejak berdirinya, ANECC telah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengenal dan mempelajari gajah sumatra dan sekaligus memiliki kesempatan mengenal pusat informasi iptek bidang kehutanan di KHDTK Aek Nauli. 

Keberadaan ANECC juga memberikan manfaat ekonomi, khusus memberikan pendapatan tambahan dan kesempatan kerja dan kewirausahaan bagi masyarakat sekitar. Beberapa di antaranya adalah usaha kantin, jasa parkir, penyewaan tenda untuk camping ground, jasa pemandu, toilet berbayar, dan pedagang-pedagang kecil untuk menjajakan makanan maupun kebutuhan wisatawan. Selain itu, ANECC juga berkontribusi pada pemasukan negara melalui PBNP melalui retribusi tiket masuk ke KHDTK Aek Nauli. 

Wanda Kuswanda, salah satu peneliti BP2LHK Aek Nauli menyatakan bahwa jumlah kunjungan ke ANECC sejak diresmikan pada November 2017 lalu, hingga kini telah mencapai 120 ribu orang. 

“Tahun 2018 dan 2019 ada peningkatan setiap tahunnya,” jelas Wanda saat dihubungi melalui telepon genggamnya (18/2).  Tahun 2020 terjadi penurunan menurutnya, karena pandemi Covid-19, sehingga dilakukan pembatasan bahkan penutupan. Namun pengelola tidak kehilangan kreativitas, BP2LHK Aek Nauli telah melakukan antisipasi dengan menyiapkan virtual tour

Baca juga: Situasi Covid-19, BP2LHK Aek Nauli Siapkan Virtual Tour 

ANECC, Sebuah Model Konservasi dan Ekowisata Gajah 

Diketahui bahwa gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) sedang diambang kepunahan. Menurut data KLHK tahun 2020, sepanjang 2011-2017, populasinya menurun sebanyak 700 individu. Kepunahan lokal bahkan terjadi pada lebih dari 20 kantong habitatnya.  

Pembangunan pusat konservasi gajah di KHDTK Aek Nauli ini merupakan sebuah upaya konservasi dengan tujuan meningkatkan peluang perkembangbiakan gajah, pengawetan genetik, sebagai objek penelitian, sekaligus pemanfaatan untuk tujuan ekowisata. 

Diresmikan pada 2017, Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) dibangun secara kolaboratif oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui kerjasama antara Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, serta organisasi pengawasan hewan liar Sumatera The Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (VESSWIC). 

Baca juga: Peresmian ANECC 

ANECC, terus berbenah. Konsep ekowisata gajah dikembangkan. Selain untuk mendukung wisata prioritas nasional di Danau Toba, ekowisata juga merupakan bagian penting dalam pengembangan konsep konservasi modern gajah sumatra. Konsep ekowisata di kawasan ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengembangan program konservasi satwa liar dan sekaligus dapat bernilai ekonomi secara langsung. Konsep ekowisata dan hasil-hasil penelitian BP2LHK Aek Nauli di ANECC diterbitkan dalam sebuah buku. 

Baca juga: Buku Konservasi dan Ekowisata Gajah, Sebuah Model dari KHDTK Aek Nauli 

Sebagai salah satu flagship species yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran konservasi, konsep ekowisata gajah dapat menjadi hal strategis untuk menggalang partisipasi banyak pihak.  Upaya ini diharapkan dapat menjadi model dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan.*(TS) 

Informasi lebih lanjut:
Balai Litbang LHK Aek Nauli
Jln. Raya Parapat Km. 10,5, Sibaganding, Girsang Sipangan Bolon, Sibaganding, Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara 21174
Website http://aeknauli.org/
 

Informasi jurnal:
Portal Publikasi Badan Litbang dan Inovasi
Website https://ejournal.forda-mof.org 

Penulis : Tutik Sriyati
Editor : Dyah Puspasari