No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
Respon Masyarakat Terhadap Pola Agroforestri Pada Hutan Rakyat Penghasil Kayu Pulp |
|
- Nama : Dra. Syofia Rahmayanti
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
- Email : syofia_r@yahoo.co.id
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan |
2012 |
Detail |
|
2 |
Penerapan Model Agroforestry Di Daerah Tangkapan Air Kadipaten, Tasikmalaya, Jawa Barat |
|
- Nama : Ir. Encep Rachman, M.Sc
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2012 |
Detail |
|
3 |
Pengaruh Pemangkasan dan Pelengkungan terhadap Produksi Tunas pada Pohon Pangkas Kayu Bawang (Azadirachta Excelsa) |
|
- Nama : Dr. Drs. Agus Astho Pramono, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor
- Email : asthopramono@yahoo.co.id
|
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan |
2013 |
Stek merupakan teknik perbanyakan alternatif untuk memecahkan permasalahan dalam pembibitan kayu bawang (Melia azedarach) yang disebabkan oleh benihnya yang tergolong rekalsitran. Perbanyakan vegetatif dalam skala besar membutuhkan sumber bahan stek yang dapat disediakan oleh suatu kebun pangkas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik pengelolaan kebun pangkas. Penelitian pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tinggi tanaman induk (30 cm, 60 cm, 90 cm) pada produktivitas tunas. Penelitian kedua adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan pemangkasan dan pelengkungan terhadap pertumbuhan dan jumlah tunas. Perlakuannya adalah: 1) pucuk dipanen (2-3 ruas), cabang dilengkungkan, dan daun dibiarkan tidak dipetik, 2) pucuk dipanen (cabang disisakan sepanjang 10 cm), semua daun dipetik, cabang tidak dilengkungkan; 3) pucuk dipanen (2-3 ruas ), cabang dilengkungkan, dan semua daun dipetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman induk yang dipangkas 30 cm merupakan perlakuan yang terbaik pada pemangkasan pertama. Pemeliharaan selanjutnya yang terbaik adalah setelah pucuk dipanen (2-3 cm), cabang dilengkungkan, dan semua daun pada cabang dipetik.
Detail |
|
4 |
Identifikasi dan Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit Benih Pulai (Alstonia Scholaris) |
|
- Nama : Eva Yusvita Rustam, S.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor
- Email : eva_yr@yahoo.co.id
|
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan |
2013 |
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengendalikan hama dan penyakit benih pulai yang terbawa dari lapangan. Identifikasi cendawan dilakukan dengan menginkubasi benih selama 7 hari, sedangkan untuk pengendalian terhadap hama dan penyakit benih diberi insektisida nabati dan kimia. Dari hasil identifikasi jenis cendawan pada benih pulai yaitu Aspergillus sp, Curvularia sp., Fusarium sp., Penicillium sp. dan Rhizopus sp. Persentase infeksi cendawan tertinggi pada benih pulai asal Nagrak (Aspergillus sp. sebesar 92%, Curvularia sp. 29% dan Fusarium sp. 21%), sedangkan persentase infeksi cendawan terendah pada benih pulai asal Jambi (Aspergillus sp. 2% dan Fusarium sp. 1%). Perlakuan terbaik yang dapat mengendalikan hama pada benih pulai adalah perlakuan yang diberi ekstrak daun suren dalam wadah plastik tertutup dan disimpan di ruang suhu kamar 270C selama 2 bulan. Pengendalian penyakit, terbaik pada benih adalah memberi bubuk kunyit ke dalam wadah plastik tertutup dan disimpan di lemari es 160C. Perlakuan tersebut menghasilkan daya kecambah masing-masing 70%.
Detail |
|
5 |
Analisis Finansial Agroforestry Sengon di Kabupaten Ciamis (Studi Kasus di Desa Ciomas Kecamatan Panjalu) |
|
- Nama : Ir. Dian Diniyati, M.Sc
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2013 |
Analisis kelayakan finansial menjadi penting ketika usaha hutan rakyat dijadikan model usaha agribisnis. Tujuan penelitian adalah memberikan gambaran mengenai kondisi hutan rakyat pola agroforestry serta memberikan informasi tentang kelayakan finansialnya. Penelitian di lakukan di Desa Ciomas Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis, pada bulan Juni 2010. Responden adalah petani hutan rakyat yang tergabung dalam kelompok tani, sejumlah 20 orang yang dipilih secara stratified random sampling berdasarkan luas kepemilikan lahan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner dan observasi lapangan. Data yang terkumpul diolah menggunakan analisis finansial dan dibahas secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pembangunan hutan rakyat telah dilakukan sejak tahun 1962 sampai dengan sekarang. Usaha hutan rakyat ini didukung oleh kondisi topografi wilayah dan ketersedian lahan yang lebih luas dibandingkan untuk usaha lainnya. Pengembangan hutan rakyat di lokasi penelitian dilakukan dengan pola agroforestry. Teridentifikasi ada tiga pola tanam, dimana jenis tanaman dominan adalah sengon (Falcataria molluccana (Miq.) Barneby J.W.Grimes). Hutan rakyat layak diusahakan pada strata lahan yang cukup luas yaitu strata 1 (0,26 - 0,50 ha) dan strata 2 (0,16 0,25 ha). Agar usaha hutan rakyat layak pada strata 3 (0,01- 0,15 ha), maka jenis tanamannya harus lebih banyak variasinya.
Detail |
|
6 |
Karakteristik Tanah pada Empat Jenis Tegakan Penyusun Agroforestry Berbasis Kapulaga (Amomum compactum Soland ex Maton) |
|
- Nama : Aris Sudomo, S.Hut, M,si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Agroforestry
- Email : arisbpkc@gmail.com
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2013 |
Sistem agroforestry berbasis kapulaga (Amomum compactum Soland ex Maton) banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada lahan hutan rakyat di wilayah Priangan Timur, Provinsi Jawa Barat. Untuk mendukung keberlanjutan sistem agroforestry diperlukan data dan informasi tentang pengaruh pohon terhadap konservasi tanah dan pertumbuhan kapulaga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pertumbuhan kapulaga dibawah keempat jenis tegakan penyusun agroforestry dan (2) karakteristik tanah di bawah empat jenis tegakan penyusun agroforestry dengan kapulaga. Penelitian dilakukan pada areal hutan rakyat berpola agroforestry yang terdapat di wilayah Desa Payungagung, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi lapangan pada keempat tipe agroforestry (sengon dan kapulaga, gmelina dan kapulaga, manglid dan kapulaga dan campuran pohon dan kapulaga). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah total tunas batang kapulaga berturut-turut adalah 35,67 tunas pada agroforestry sengon-kapulaga, 30,40 tunas pada agroforestry manglid-kapulaga, 17,25 tunas pada agroforestry campuran pohon-kapulaga kapulaga dan 9,36 pada agroforestry gmelina-kapulaga. Kandungan bahan organik tanah dan unsur N total mulai dari tertinggi berturut turut adalah campuran pohon dan kapulaga (6,25%/0,26%), gmelina dan kapolaga (4,79%/0,2%2), sengon dan kapulaga (3,81%/0,2%) dan manglid dan kapulaga (3,5%/0,16%). Kandungan unsur hara makro P tersedia dan K tersedia pada keempat tipe agroforestry adalah campuran pohon dan kapulaga (3,21 ppm/0,42 me/100g), gmelina dan kapulaga (2,06 ppm/0,45 me/100g), sengon dan kapulaga (1,77 ppm/0,36 me/100g) dan manglid dan kapulaga (1,89 ppm/0,33 me/100g). Tekstur tanah pada keempat tipe agroforestry adalah lempung berat dengan pH rata-rata 5.
Detail |
|
7 |
Peranan Penerapan Agroforestry Terhadap Hasil Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane |
|
- Nama : Edy Junaidi, SP, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2013 |
Agroforestry merupakan alternatif penggunaan lahan terdiri dari campuran tanaman keras, tanaman semusim dan ternak. Agroforestry memiliki fungsi yang menyerupai tutupan hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan dan lahan kosong. Penelitian ini bertujuan mengkaji peranan agroforestry terhadap hasil air dibandingkan penggunaan lahan hutan dan penggunaan lahan lain di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane. Penelitian ini memanfaatkan model SWAT. SWAT adalah model prediksi DAS yang didasarkan neraca air. Hasil penelitian menunjukkan, penerapan pola agroforestry pada lahan tegalan mampu menaikkan base flow sebesar 11,9 m3 /dt dan mampu menurunkan debit peak surface flow sebesar 4,02 m3 /dt. Di samping itu, penerapan agroforestry mampu menurunkan konsentrasi sedimen 90,47 mg/l.
Detail |
|
8 |
Surface Runoff and Soil Organic Matter Availability in Bamboo-Based Agroforestry in Lombok Timur District |
|
- Nama : Cecep Handoko, S.Hut, M.Sc
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
- Email : cecep_h@yahoo.com
|
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu |
2012 |
Bamboo-based agroforestry is suitable for soils which are poor in nutrient. The characteristics of bamboo and the rapid closure of its canopy improve soil cover, soil nutrient availability and soil moisture content, and prevent erosion by reducing surface runoff. The research was aimed at determining the factors that influenced surface runoff and the availability of soil organic matter (SOM) in the bamboo-based agroforestry in East Lombok.Research was done from March 2010 to March 2011 in Lenek Daya village, Aikmel sub-district, East Lombok district. The research plots were located on slopes of 0-15 , 30-45 , and 45-65 ; with bamboo canopy closures of 0-25%, 25-50%, 50-75%, and over 75%. The research involving 12 plots, each in 4 x 12 m size. Measurements included surface runoff, bamboo canopy closure, weeds and bamboo leaves litter weight, rainfall depth and duration, dissolved sediment, and soil physical and chemical properties as well as SOM. Correlation and multiple linear regression tests were used in data analysis. The results of the regression tests showed a change in surface runoff which was influenced by changes in bamboo canopy closure, rain duration, rain intensity and soil sand fraction, each by -0.019, 0.418, 0.049 and -0.065 respectively. Rain duration was the highest influencing variable, whereas bamboo canopy closure significantly decreased surface runoff. Bamboo canopy closure had no correlation with the increase of SOM. But, the increase of SOM had correlation with the increase of soil cation exchange capacity (CEC). The positive impact of bamboo canopy closure on Regosol soil fertility in bamboo-based agroforestry land was determined by land management intensity which could increase the availability of SOM and decrease phosphorus element loss due to leaching of nutrient.
Detail |
|
9 |
Energy Conversion from Woody Biomass Stuff: Possible Manufacture of Briquetted Charcoal from Sawmill Generated Sawdust |
Han Roliadi and Gustan Pari |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan |
2006 |
There are three dominant kinds of wood industries in Indonesia which consume huge amount of wood materials as well as generate considerable amount of woody waste stuffs, i.e. sawmills, plywood, and pulp/paper. For the two latest industries, their wastes to great extent have been reutilized in the remanufacturing process, or burnt under controlled condition to supplement their energy needs in the corresponding factories, thereby greatly alleviating environmental negative impacts. However, wastes from sawmills (especially sawdust) still often pose a serious environmental threat, since they as of this occasion are merely dumped on sites, discarded to the stream, or merely burnt, hence inflicting dreadful stream as well as air pollutions. One way to remedy those inconveniences is by converting the sawdust into useful product, i.e. briquetted charcoal, as has been experimentally tried. The charcoal was at first prepared by carbonizing the sawdust wastes containing a mixture of the ones altogether from the sawing of seven particular Indonesia's wood species, and afterwards was shaped into the briquette employing various concentrations of starch binder at two levels (3.0 and 5.0 %) and also various 2 hydraulic pressures (1.0, 2.5, and 5.0 kg/cm ). Further, the effect of those variations was examined on the yield and qualities of the resulting briquetted charcoal. The results revealed that the most satisfactory yield and qualities of the briquetted sawdust. charcoal were acquired at 3 % starch binder concentration with 5.0 kg/cm hydraulic pressure. As such, the briquette qualities were as follows: density at 0.60 gram/cm , tensile strength 15.27 kg/cm , moisture content 2.58 %, volatile matter 23.35 %, ash content 4.10 %, fixed carbon 72.55 %, and calorific value 5,426 cal/gram. Those qualities revealed that the experimented briquetted sawdust charcoal could be conveniently used as biomass-derived fuel.
Detail |
|
10 |
OPTIMALISASI PROSES ESTRANS PADA PEMBUATAN BIODISEL DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) |
R. Sudradjat, Indra Jaya & D. Setiawan |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pustekolah |
2005 |
Pembuatan biodisel dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap pertama proses esterifikasi dan pada tahap kedua proses transesterifikasi. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis HCl (1% dan 2%), persentase metanol terhadap minyak 0 ; 5 ; 10 ; 15 dan 20% (v/v) dan lama reaksi (1 jam dan 2 jam), suhu diatur konstan pada 60oC. Dalam proses transesterifikasi perlakuannya adalah: persentase metanol terhadap minyak 0 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 15 dan 20% (v/v), lama reaksi 0,5 jam dan 1 jam. Pada tahap ini katalis yang digunakan adalah NaOH dan suhu konstan pada 60oC. Parameter yang diamati adalah yang merupakan respons terhadap perlakuan yang diberikan dalam penelitian yaitu : bilangan asam, kekentalan dan kerapatan biodisel. Konversi maksimum asam lemak menjadi metil ester ditunjukkan dengan rendahnya bilangan asam, kekentalan dan kerapatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses esterifikasi menggunakan metanol 10% dapat menurunkan bilangan asam secara nyata sampai persyaratan standar ASTM PS-121 (< 0,8 mg KOH/g minyak). Pada proses transesterifikasi menggunakan metanol 10% kekentalannya menurun sampai memenuhi persyaratan standar ASTM PS-121 (< 6,0 cSt). Meskipun kerapatan tidak menurun secara signifikan, tetapi nilainya memenuhi standar Eropa yaitu 0,87 - 0,90 g/ml. Hasil analisa lengkap sifat fisiko-kimia biodisel dari sampel yang diolah pada kondisi optimum menunjukkan seluruh sifatnya memenuhi persyaratan ASTM PS-121.
Detail |
|