No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
Hama Penggerek Batang Pada Tanaman Kapur (Dryobalanops lanceolata Burck) |
|
- Nama : Ir. Ngatiman, MP
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
- Email :
|
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda |
2012 |
Detail |
|
2 |
Hama Uret Pada Tanaman Kapur |
|
- Nama : Ir. Ngatiman, MP
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa
- Email :
|
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda |
2012 |
Persentase hidup tanamn kapur (D. lanceolatus Burck) umur empat tahun sebesar 64,75%. Kematian tanaman kapur diduga sejak penanaman dan yang lainnya tanaman mati karena tertimpa pohon yang tumbang atau roboh. Kematian tanaman kapur akibat serangan hama uret sebesar 15,09 %, semua tanaman yang terserang hama uret sudah mengalami kematian, dan diduga serangan terjadi sejak tanaman umur tiga tahun ke atas.
Detail |
|
3 |
Peningkatan Mutu pada Gaharu Kualitas Rendah |
Gusmailina |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2010 |
Gaharu merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai tinggi, terutama bila dilihat dari harga yang spesifik dibanding dengan komoditi lainnya. Gaharu mempunyai aroma yang wangi dan khas, sehingga gaharu telah lama diperdagangkan sebagai komoditi elit. Didalam perdagangan terdapat kelas gaharu yang mempunyai nilai ekonomis paling rendah yang tidak termasuk kelas manapun. Gaharu yang termasuk kelompok ini biasanya kurang mendapat perhatian dan cenderung tidak diminati oleh pasar. Adanya kelas kelompok gaharu tersebut umumnya disebabkan adanya penjualan batang gaharu padahal belum menghasilkan gaharu.
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian pendahuluan tentang upaya untuk meningkatkan kualitas gaharu kelas paling rendah dengan cara penetrasi larutan ekstrak gaharu dengan teknologi impregnasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gaharu kualitas rendah dapat ditingkatkan kualitasnya berdasarkan parameter warna, berat jenis, kadar resin serta volume larutan yang masuk kedalam gaharu. Rata-rata berat jenis gaharu meningkat antara 0,03 sampai 0,20. Kandungan resin gaharu setelah diproses meningkat 3 sampai 5 kali lipat dibanding blanko yaitu berkisar antara 29,5 sampai 52,0 %.
Detail |
|
4 |
Uji Asal Sumber Bibit Nilam (Pogostemon cablin benth.) di Pasaman Barat, Sumatera Barat |
Ahmad Junaedi & Asep Hidayat |
- Nama : Ahmad Junaedi, S.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
- Email : ajunaedi81@yahoo.co.id
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan |
2010 |
Uji asal sumber bibit nilam di Pasaman Barat, Sumatera Barat perlu dilakukan sebagai salah satu tahapan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen dan minyak nilam. Penelitian ini dilakukan untuk menguji tiga asal sumber bibit nilam di Pasaman Barat, Sumatera barat. Rancangan acak kelompok dilakukan pada penelitian dengan menguji tiga asal sumber bibit nilam sebagai perlakuan yaitu bibit nilam asal Tapak Tuan, asal Dairi dan Sidikalang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan, potensi produksi terna kering, potensi produksi minyak nilam dan kulitas minyak terbaik ditunjukkan oleh nilam asal sumber bibit Dairi. Pemanenan pada umur sebelas bulan setelah tanam, nilam asal bibit Dairi menghasilkan potensi produksi terna kering 19,4 ton/ha, potensi produksi minyak 208 kg /ha dan kandungan patchouli alkohol 44,57%.
Detail |
|
5 |
ASPEK EKOLOGI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.) DI HUTAN PANTAI TANAH MERAH, TAMAN HUTAN RAYA BUKIT SOEHARTO |
Mukhlis & Kade Sidiyasa |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam |
2012 |
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang beberapa aspek ekologi pohon nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Penelitian dilakukan di hutan pantai Tanah Merah, Taman Hutan Rakyat Bukit Soeharto, Kalimantan Timur pada bulan Juni 2009. Pembuatan petak-petak cuplikan ditetapkan secara sengaja (purposive sampling) yang masing-masing berukuran 20 x 20 m, dengan luas keseluruhan 0,44 ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tegakan ini, selain pada tingkat pohon (INP= 90,11% ), nyamplung juga mendominasi pada tingkat tiang (INP= 140,06%) dan semai (INP= 85,85%). Sedangkan pada tingkat pancang didominasi oleh Dillenia suffruticosa (Griff.) Martelli (INP= 135,98%). Pohon nyamplung memiliki asosiasi terkuat dengan Pouteria obovata (R. Brown) Baehni, hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks Ochiai, Dice, dan Jaccard yang mendekati satu. Berkaitan dengan kondisi lingkungan fisik, suhu udara pada tegakan nyamplung berkisar 25,4-31,70C, kelembaban udara 75-97% dan curah hujan rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun, sedangkan komposisi tanahnya sebagian besar didominasi oleh tekstur pasir dengan pH 6,1-7,3.
Detail |
|
6 |
PENANAMAN GAHARU (Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke ) DENGAN SISTEM TUMPANGSARI DI RARUNG, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT |
I Komang Surata & Soenarno |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai penelitian Kehutanan Kupang |
2011 |
Dewasa ini pertumbuhan tanaman Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke di daerah semi arid Nusa Tenggara dinilai masih rendah. Hal ini disebabkan tanaman gaharu tidak bisa tumbuh dengan baik tanpa adanya penaung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pengaruh sistem tumpang sari terhadap pertumbuhan tanaman gaharu. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan perlakuan sistem tumpangsari: jagung (Zea mays), singkong (Manihot utilisima), cokelat (Theobroma cacao L.), dan kontrol (tanpa tumpangsari) yang terdiri dari tiga kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 91 ulangan tanaman gaharu. Tumpangsari dilakukan dari awal penanaman sampai umur sembilan tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur sembilan tahun pertumbuhan tinggi, diameter dan persen hidup tanaman gaharu nyata lebih baik bilamana menggunakan sistem tumpangsari. Sistem tumpangsari cokelat paling baik meningkatkan pertumbuhan tinggi, dan diameter, serta peningkatan persen hidup (survival) tanaman gaharu masing-masing : 29 %, 122 %, dan 232 %. Urutan rangking pertumbuhan gaharu yang terbaik-terendah berturut-turut adalah pada perlakuan sistem tumpangsari cokelat, singkong, jagung, dan kontrol dengan persen hidup tanaman gaharu masing-masing 55 %, 37 %, 23 %, dan 16 %. Sistem tumpangsari meningkatkan kelembaban udara dan menurunkan suhu udara, suhu tanah, dan intensitas cahaya. Tumpangsari dengan cokelat dapat meningkatkan kandungan unsur hara Corganik, N dan P tanah.
Detail |
|
7 |
POLA AGROFORESTRY TANAMAN PENGHASIL GAHARU DAN KELAPA SAWIT |
Suhartati & Agus Wahyudi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan |
2011 |
Pengembangan tanaman penghasil gaharu (Aquilaria malacensis Lamk.) di areal perkebunan kelapa sawit merupakan sistem agroforestry yang perlu diketahui pola tanamnya yang tepat, terutama jarak tanam yang optimal antara tanaman penghasil gaharu dan pohon kelapa sawit. Jarak tanam berkaitan dengan intensitas cahaya, semakin jauh jarak tanaman penghasil gaharu dari pohon kelapa sawit, maka intensitas cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman penghasil gaharu semakin besar, sebaliknya tingkat naungannya berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak tanam yang tepat antara tanaman penghasil gaharu dan pohon kelapa sawit, sehingga tanaman penghasil gaharu dapat tumbuh optimal di areal perkebunan kelapa sawit. Plot ujicoba berlokasi di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Berblok dengan tiga perlakuan jarak tanaman penghasil gaharu dari pohon kelapa sawit, yaitu jarak 2 m, 3 m, dan 4 m. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tanaman penghasil gaharu, meliputi tinggi tanaman, diameter batang, persentase hidup serta kondisi iklim mikro dan biofisik lapangan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan jarak tanaman penghasil gaharu dari pohon kelapa sawit belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman penghasil gaharu sampai umur 24 bulan. Pengaruh nyata terlihat pada umur 30 bulan, dimana jarak tanam yang optimal adalah 4 m dengan rerata pertumbuhan tinggi 235,0 cm dan diameter batang 32,0 mm
Detail |
|
8 |
Beberapa Aspek Ekologi, Populasi Pohon, Dan Permudaan Alam Tumbuhan Penghasil Gaharu Kelompok Karas (Aquilaria Spp.) Di Wilayah Provinsi Jambi |
Yana Sumarna |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Indonesia has the highest resources potency of the agarwood tree producer in the world. Naturally they grow at various condition of ecosystem and forest type. At the beginning people collected agarwood from the died tree, but due to the increased demand in the market and naturally selling price turned higher, people started hunting and cutting living tree. This activity endangers the agarwood natural population. Since year 2004, the genus of Aquilaria spp. and Gyrinops sp. have been put in the Appendix II CITES (Convention on International Trade on Endangered Species of Wild Flora and Fauna). In order to support the conservation effort, ecological study of agarwood tree producer is needed. The research was conducted through field survey in 3 sites namely site at <100 m, 200 m, and >200 m above sea level. Each observation was replicated 3 times. The location of the study was in Tabir Ulu subdistrict on Sorolangun regency on Jambi Province. The results showed that air temperature range from 20-33º C, humidity range from 78-81%, light intensity range from 56-75% with rainfall range from 1,200-1,500 mm/year. Tree Aquilaria spp. population in forest area according to altitude mean only 7 tree, the population potency of seedling nature average from each mother tree of the Aquilaria malaccensis Lamk mean amount to 287 seedling (20,3 m2 crown canopy) and for the type Aquilaria microcarpa Bail amount to 331 seedling (24,5 m2 crown canopy).
Detail |
|
9 |
Pengaruh Diameter dan Luas Tajuk Pohon Induk Terhadap Potensi Permudaan Alam Tingkat Semai Tumbuhan Penghasil Gaharu Jenis Karas (Aquilaria malaccensis Lamk) |
Yana Sumarna |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
The karas plant (Aquilaria malaccensis Lamk) is one of potentialy producing plant of high commercial agarwood. Before, product was only exploited from dead tree. However, increasing utilization for perfume, cosmetica and herb drug, which raises the value, has made people look for the agarwood by cutting away living tree. Therefore, for the conservation effort and to sustain production which is not depended on natural forest, the plantation needs to be established as a solution. Constraint in plantation establishment can be solved by planting seedlings coming from seeds or the seedling growing under mother tree. Mother tree in natural forest, grown within experimental plots with RCBD design are classified based on their diameter class (D1 ± 20 cm, D2 ± 30 cm, D3 > 30 cm). Observation was done in five plots at random, with three replication, of which class of diameter was considered as treatment. After 2-3 month seeds will fall and grow into seedlings. Result showed that regeneration potential was depended on the mother tree diameter and width of canopy. The number of seedling found under mother tree Ø ± 20 cm with canopy width of 26.33 m2 : 5.082 seedlings, trees with Ø ± 30 cm and 42.60 m2 canopy : 12.397 seedlings, and trees with Ø > 30 cm and 50.13 m2 canopy gave 18.348 seedlings. Analysis of variance test and least significance difference showed that the difference in diameter class differed (significantly) in producing seedlings in nature. From the biological point of view it can be assumed that the bigger the stem diameter and the wider the canopy of mother tree, the higher potency to yield seedlings in nature. Hence the seedlings production can be estimated from the diameter and canopy width of the mother tree.
Detail |
|
10 |
Pengaruh Kondisi Kemasakan Benih Dan Jenis Media Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman Penghasil Gaharu Jenis Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) |
Yana Sumarna |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Agarwood is categorized as a non-timber forest product which has complex use values, not only for perfume and cosmetics, but also for medicinal industrial materials. The products were initially taken from the dead trees, but people nowadays tend to cut down the trees to obtain agarwood which could lead to the depletion of the resource. Since 2004 the species of Aquilaria sp. and Gyrinops sp. have been listed as endangered species in the Appendix II by the Commission of CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna). A number of reservation efforts to maintain sustainable production of the agarwood could be done through cultivation. Based on the biological nature of the plants, the agarwood seedlings can be cultivated either from the seeds which fall from the tree or from the seeds taken from the mature fruit. Technically, growth of the seeds in yielding good quality and optimal number of seedlings will be influenced by germination media type used. Through examination on seeds fall from the trees (A) and seeds taken from mature fruits (B) germinated by three media types, i.e. (a) soil, (b) soil + organic compost (1:1) and ( c) soil + zeolith sand (1:1), it can be suggested that growth percentage of seeds fall from the tree (A) was about 82.88% while that of seeds taken from mature fruit was only 70.33% after three months. The good germination media was indicated by the media treatment of soil combined with organic compost (b).
Detail |
|