No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
Integrasi Penginderaan Jauh dalam Penghitungan Biomasa Hutan |
|
- Nama : Nurlita Indah Wahyuni, S.Hut
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Manado |
2012 |
Penginderaan jauh telah lama digunakan dalam bidang kehutanan dan aplikasinya terus berkembang. Salah satu kelebihan penginderaan jauh adalah mampu menyediakan data relatif lengkap dalam waktu singkat dan dapat menjangkau wilayah yang luas. Umumnya penginderaan jauh bidang kehutanan menghasilkan produk akhir berupa peta, misalnya peta penutupan lahan, peta batas kawasan dan peta potensi tegakan. Di saat mulai muncul isu perubahan iklim, peran jasa lingkungan kehutanan sebagai dalam menyerap serta menyimpan karbon menjadi semakin penting. Salah satu pertanyaan yang perlu dijawab adalah berapa jumlah karbon yang dapat disimpan oleh hutan dan berapa perubahannya. Pengukuran langsung hanya menghasilkan informasi cadangan karbon saat pengukuran, sedangkan cadangan karbon pada beberapa tahun yang lalu tidak diketahui. Kelebihan dari kombinasi statistika dan resolusi temporal dari penginderaan jauh memungkinkan diperolehnya informasi cadangan karbon suatu kawasan serta perubahannya dari waktu ke waktu
Detail |
|
2 |
Cadangan Karbon Hutan Mangrove Di Sulawesi Utara antara Tahun 2000-2009 |
|
- Nama : Nurlita Indah Wahyuni, S.Hut
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Manado |
2012 |
Hutan mangrove memegang peranan penting bagi banyak mahluk hidup tak terkecuali manusia, baik melalui fungsi ekologis maupun ekonomis. Salah satu peran ekologis mangrove seperti ekosistem hutan lainnya adalah sebagai penyeimbang iklim, dalam konteks mitigasi perubahan iklim sebagai penyerap gas rumah kaca. Tulisan ini menyajikan perubahan cadangan karbon di Sulawesi Utara antara tahun 2000-2009 berdasarkan peta perubahan penutupan lahan. Metode yang digunakan adalah perkalian antara data aktivitas berupa perubahan luas tutupan mangrove dengan cadangan karbon mangrove. Selama kurun waktu tersebut, cadangan karbon mangrove berkurang sebesar 27,41 Gg C per tahun atau setara dengan emisi bersih 100,51 CO2e.
Detail |
|
3 |
Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR dalam Menduga Biomasa Hutan Alam: Studi Kasus di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone |
|
- Nama : Nurlita Indah Wahyuni, S.Hut
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Manado |
2014 |
Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini memungkinkan pemanfaatan data dalam berbagai bidang, termasuk kehutanan. Selain dimanfaatkan untuk pemetaan penutupan lahan dan pemantauan deforestasi, data citra satelit juga bisa digunakan untuk pendugaan biomasa. Tulisan ini memaparkan pemanfaatan data citra satelit ALOS PALSAR untuk menduga dan memetakan biomasa atas permukaan pada hutan alam di kawasan TN Bogani Nani Wartabone yaitu di SPTN II Doloduo dan SPTN III Maelang. Metode yang digunakan adalah pemodelan hasil pengukuran biomasa di lapangan dengan nilai dijital pada citra. Terdapat dua macam peta sebaran biomasa dan karbon yang dapat dibuat dari data hasil pengukuran dan citra ALOS PALSAR dengan resolusi 50 m. Peta dibuat berdasarkan polarisasi hamburan balik yaitu HH dan HV. Kedua peta menggambarkan sebagian besar wilayah SPTN II Doloduo dan SPTN III Maelang didominasi oleh kelas biomasa pertama dengan cadangan biomasa sebesar 0-5.000 ton/ha
Detail |
|
4 |
Carbon Stock Assessment in Pine Forest Of Kedung Bulus Sub-Watershed (Gombong District) Using Remote Sensing and Forest Inventory Data |
|
- Nama : Dr.Ir. Tyas Mutiara Basuki, M.Sc
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS
- Email : tmbasuki@yahoo.com
|
Balai Penelitian Teknologi Pengelolaan DAS |
2013 |
Carbon stock in tree biomass can be quantified directly by cutting and weighing trees. It is assumed that 50% of the dry weight of biomass consists of carbon. This direct measurement is the most accurate method, however for large areas it is considered time consuming and costly. Remote sensing has been proven to be an important tool for mapping and monitoring carbon stock from landscape to global scale in order to support forest management and policy practices. The study aimed to (1) develop regression models for estimating carbon stock of pine forests using field measurement and remotely sensed data; and (2) quantify soil carbon stock under pine forests using field measurement. The study was conducted in Kedung Bulus sub-watershed, Gombong - Central Java. The derived data from Satellite Probatoire d'Observation de la Terre (SPOT) included spectral band 1, 2, 3, and 4, Normalized Differences Vegetation Index (NDVI), and Principle Component Analysis (PCA) images. These data were integrated with field measurement to develop models. Soil samples were collected by augering for every 20 cm until a depth of 100 cm. The potential of remote sensing to estimate carbon stock was shown by the strong correlation between multiple bands of SPOT (band 2 , 3; band 1, 2, 3; band 1, 3, 4; and band 1, 2, 3, 4) and carbon stock with r = 0.76, PCA (PC1, PC2, PC3) and carbon stock with r = 0.73. The role of pine forest to reduce CO in the atmosphere was demonstrated by the amount of carbon in the tree and the soil. Carbon stock in the tree biomass varied from 26 to 206 Mg C ha-1 and in the soil under pine forest ranged from 85 to 194 Mg Cha-1 .
Detail |
|
5 |
EVALUASI PENGGUNAAN BEBERAPA METODE PENDUGA BIOMASSA PADA JENIS Acacia mangium Wild. |
Muhammad Abdul Qirom, M. Buce Saleh, & Budi Kuncahyo |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian kehutanan Banjarbaru |
2012 |
Metode pengukuran biomasa sangatlah beragam dengan akurasi dan ketepatan yang berbeda-beda. Keakuratan dan ketepatan metode pengukuran tersebut perlu dibandingkan untuk mendapatkan metode terbaik. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendapatkan besarnya alokasi biomasa masing-masing bagian tanaman, 2) mendapatkan nilai Biomass Expansion Factor (BEF) dan Root to Shoot Ratio (R) jenis Acacia mangium Willd., 3) mendapatkan persamaan alometrik biomasa masing-masing bagian tanaman, 4) mendapatkan metode terbaik untuk menduga biomasa di hutan tanaman Acacia mangium Wild. di Kalimantan Selatan. Pengambilan sampel pohon dilakukan secara destructive sebanyak 30 pohon contoh yang mewakili umur satu, dua, tiga, empat, lima, enam, delapan, dan sembilan tahun. Berdasarkan pohon contoh tersebut didapatkan data biomasa, Biomass Expansion Factor dan Root to Shoot Ratio (R). Penyusunan model alometrik menggunakan model linear dan non linear. Hasil penelitian menunjukkan alokasi biomasa terbesar pada bagian batang (> 50%) dan ranting menyimpan biomasa terkecil Pada umur 1-9 tahun, besarnya BEF (Mg.m-3) berkisar antara 0,44-0,71 Mg.m-3 dan nilai BEF (Mg.) jenis Acacia mangium Wild. berkisar antara 1,06-1,80. Rata-rata nilai R yakni 0,16. Pada bagian permukan tanah model alometrik terbaik yakni AGB = -3.14 + 2.84 InD dengan koefisien determinasi R2 98,6%. Metode penduga biomasa terbaik menggunakan BEF (Mg.Mg) per umur. Penggunaan metode ini membutuhkan persamaan alometrik penduga biomassa batang.
Detail |
|
6 |
Biomasa Dan Kandungan Karbon Pada Hutan Produksi Di Cagar Biosfer Pulau Siberut, Sumatera Barat |
M. Bismark, N.M. Heriyanto, dan Sofian Iskanda |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang besarnya biomasa dan kandungan karbon pada hutan primer, hutan bekas tebangan (LOA/Logged Over Area) satu tahun dan lima tahun, yang dilakukan pada bulan Desember 2007 di Pulau Siberut, Sumatera Barat. Satuan contoh berukuran 50 m x 50 m (0,25 ha), dan dibuat sebanyak tiga contoh per tapak tegakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomasa tegakan hutan yang berdiameter lima cm ke atas di hutan primer (kerapatan 114,25 pohon/ha), LOA satu tahun (kerapatan 69,25 pohon/ha), dan LOA lima tahun (kerapatan 113,83 pohon/ha), masing-masing sebesar 131,92 ton/ha, 70,39 ton/ha, dan 97,55 ton/ha. Kandungan karbon dan serapan karbondioksida berturut-turut sebesar 65,96 ton C/ha dan 242,07 ton CO2/ha; 35,19 ton C/ha dan 129,15 ton CO2/ha; 48,77 ton C/ha dan 178,99 ton CO2/ha. Jenis pohon yang memiliki potensi biomasa, kandungan karbon, dan serapan karbondioksida tertinggi yaitu koka (Dipterocarpus elongatus Korth.) sebesar 132,28 ton/ha, 66,14 ton C/ha dan 242,73 ton CO2/ha. Potensi necromass pada tapak tegakan (hutan primer, LOA satu tahun, dan LOA lima tahun) berturut-turut sebesar 0,65 ton/ha, 0,78 ton/ha, dan 0,73 ton/ha.
Detail |
|
7 |
Arsitektur Pohon, Distribusi Perakaran, dan Pendugaan Biomassa Pohon dalam Sistem Agroforestry |
Murniati |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2010 |
Distribusi hara, air, dan cahaya dalam suatu sistem agroforestry terutama dipengaruhi oleh karakteristik dari jenis pohon sebagai komponennya, khususnya bentuk tajuk dan distribusi perakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari arsitektur pohon dan distribusi perakaran serta menduga biomassa empat jenis pohon (mahoni/Swietenia macrophylla King, sungkai/Peronema canescens Jack, kemiri/Aleurites moluccana (L.) Willd., dan sukun/Artocarpus altilis Fosberg) sebagai komponen dalam sistem agroforestry yang dikembangkan pada lahan alang-alang. Karakteristik pohon secara arsitektur dan dinamikanya dideskripsikanuntuk mengetahui model arsitekturnya. Perakaran pohon diekspose, diamati, dan diukur untuk mengidentifikasi distribusiya. Karakteristik percabangan dan beberapa data lain diukur dan dipersiapkan untuk input data dalam perangkat lunak Functional Branching Analysis (FBA) untuk menduga biomassa pohon. Mahoni dan sungkai mempunyai bentuk tajuk dan distribusi perakaran yang dapat menunjang pengembangan sistem agroforestry, karena memungkinkan distribusi sumberdaya hara, air, dan cahaya yang lebih seimbang. Kemiri lebih cocok untuk menekan pertumbuhan alang-alang melalui naungan tajuknya yang lebar, padat, dan bulat. Pohon ini mendominasi daerah perakaran dengan membentuk akar-akar lateral dan superfisial yang banyak dan besar, sehingga akan berakibat pada tidak seimbangnya distribusi sumberdaya antara pohon dan tanaman bawah jika dikembangkan pada sistem agroforestry. Jenis pohon hutan/kayu dan pohon serbaguna mempunyai laju dan ritme pertumbuhan di atas tanah yang berbeda. Pada awal pertumbuhan, jenis pohon kayu mempunyai biomassa di atas tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pohon serbaguna. Perangkat lunakFBA dapat menduga bagian biomassa di atas tanah dari mahoni dan sungkai dengan rata-rata standar deviasi 1 ± 0,34. Perangkat lunak ini perlu dikoreksi sehingga dapat menduga biomassa pohon lebih tepat terutama untuk pohon yang mempunyai sifat yang berbeda, khususnya pohon yang menunjukkan proses reiterasi yang terlalu cepat dan berlimpah.
Detail |
|
8 |
Potensi Biomasa Karbon Hutan Alam Dan Hutan Bekas Tebangan Setelah 30 Tahun Di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur |
Ismayadi Samsoedin; I Wayan Susi Dharmawan; dan Chairil Anwar Siregar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2009 |
Hutan alam memiliki fungsi ekologis yang sangat vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Salah satu di antaranya adalah fungsi hutan alam dalam menjaga iklim di dalam kawasan hutan maupun di luar hutan. Hal ini terkait dengan kemampuan tegakan hutan untuk menyerap karbondioksida dan melepaskan oksigen dalam proses fotosintesis. Semakin banyak karbondioksida yang diserap oleh tanaman dalam bentuk biomasa karbon maka semakin besar pengaruh buruk efek gas rumah kaca dapat ditekan. Dalam tulisan ini, akan dibahas tentang potensi biomasa karbon hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan membuat lima titik sampling tanah secara acak dengan kedalaman 20 cm masing-masing di hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun. Pengukuran biomasa karbon di atas permukaan tanah, dilakukan dengan membuat empat plot dan masing-masing plot dibuat subplot sebanyak 25 dengan ukuran 20 m x 20 m pada masingmasing hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun. Pohon dengan diameter setinggi dada ≥ 10 cm diukur dan dicatat diameter dan tingginya. Biomas diukur dengan menggunakan metode Brown dan Chave. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbon tanah sedalam 20 cm di hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 37,86 tonC/ha dan 30,58 tonC/ha. Kandungan karbon di atas permukaan tanah pada hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 264,70 tonC/ha dan 249,10 tonC/ha. Dengan demikian, serapan karbondioksida pada hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 970,57 tonCO2/ha dan 913,37 tonCO2/ha. Potensi hutan alam dalam menyerap karbondioksida di Hutan Penelitian Malinau sangat tinggi dan apabila hutan alam ini ditebang dengan memperhatikan asas-asas pengelolaan hutan lestari, maka setelah 30 tahun ternyata memiliki potensi biomasa karbon yang mendekati potensi biomasa karbon di hutan alam
Detail |
|
9 |
Biomassa Lantai Hutan Dan Jatuhan Serasah Di Kawasan Mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat |
M. Siarudin dan Encep Rachma |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2008 |
Penelitian mengenai produksi biomassa lantai hutan dan jatuhan serasah telah dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Blanakan, Subang, Jawa Barat pada bulan Juli-Desember 2006. Pengambilan data dilakukan dengan metode contoh acak bertingkat, yaitu dengan memilih dua petak masing-masing berukuran ± 50 m x 50 m. Untuk setiap plot dipilih tiga titik pengamatan secara acak terpilih yang dianggap mewakili kondisi ekosistem. Parameter yang diamati adalah berat basah, berat kering, kadar air, dan kedalaman lapisan bahan organik lantai hutan, dan jatuhan serasah. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, biomassa yang tersedia di lantai hutan mangrove Blanakan adalah sebesar 11,164 ton/ha dan kadar air rata-rata 74,60%, yang terdiri dari lapisan humus = 4,37 ton/ha, lapisan fermentasi-1 = 1,558 ton/ha, lapisan fermentasi-2 = 0,84 ton/ha, dan lapisan serasah = 4,396 ton/ha. Lapisan serasah terletak pada kedalaman 0-1 cm, lapisan fermentasi pada kedalaman 1-2,5 cm, dan lapisan humus pada kedalaman 2,5-3 cm. Laju jatuhan serasah mencapai rata-rata 8,56 ton/ha/th berdasarkan berat basah atau 6,23 ton/ha/th berdasarkan berat kering. Berdasarkan jenis mangrove yang mendominasi daerah Blanakan, diketahui bahwa jenis api-api (Avicennia marina (Forssk.) Vierh.) menghasilkan serasah lebih banyak dibandingkan dengan bakau (Rhizophora apiculata Blume), yaitu masing-masing 6,51 ton/ha/th dan 4,95 ton/ha/th.
Detail |
|
10 |
Karbon Tanah Dan Pendugaan Karbon Tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Di Ciasem, Purwakarta |
I Wayan Susi Dharmawan dan Chairil Anwar Siregar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Meningkatnya kandungan karbondioksida (CO2) di atmosfer merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan iklim dunia (global climate change). Penambatan karbondioksida melalui berbagai vegetasi hutan, misalnya di hutan mangrove diyakini sebagai salah satu upaya penurunan kandungan gas karbondioksida dari atmosfer. Avicennia marina (Forsk.) Vierh. sebagai salah satu jenis pohon pada tegakan mangrove memiliki potensi penambatan karbondioksida yang cukup besar. Selain melakukan pendugaan kandungan karbon pada tegakan Avicennia marina, juga dilakukan analisis karbon organik tanah. Kegiatan penelitian ini dilakukan di BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III – Jawa Barat dan Banten. Dari lima plot pengambilan contoh tanah, diperoleh hasil rata-rata kandungan karbon organik tanah sebesar 2,9%. Kandungan karbon organik tanah ini tergolong sedang. Berdasarkan hasil dari sampling dengan merusak pohon di lapangan, diperoleh persamaan allometrik kandungan biomasa (Y) sebagai berikut: untuk biomasa atas Y = 0,1848(DBH)2,3524 R2= 0,9839, untuk biomasa bawah Y = 0,1682(DBH)1,7939 R2 = 0,8581, dan untuk biomasa total Y = 0,2905(DBH)2,2598 R2= 0,9815. Tegakan A. marina di BKPH Ciasem memiliki potensi kandungan biomasa total sebesar 364,9 ton/ha dan kandungan karbon sebesar 182,5 ton/ha. Nilai serapan CO2 total tegakan A. marina (Forsk.) Vierh. di BKPH Ciasem adalah 669,0 ton/ha dengan nilai serapan CO2 rata-rata 14,2 ton/ pohon
Detail |
|