No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
Kontribusi Faktor dan Penyebab Kekritisan Sub Das Biyonga sebagai Hulu Danau Limboto |
Supratman Tabba |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Manado |
2013 |
Sub DAS Biyonga merupakan catchment area DAS Limboto dan memiliki peran strategis bagi kelestarian Danau Limboto di Provinsi Gorontalo. Sebagian besar wilayah Sub DAS Biyonga memiliki topografi curam dan sangat curam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yang memberikan kontribusi paling besar pada nilai kekritisan Sub DAS Biyonga adalah : unit lahan pertanian lahan kering campur semak, jenis tanah entisol dan topografi agak curam dengan nilai 0,50. Selain itu unit lahan yang turut menyumbangkan nilai kekritisan sebesar 0,44 adalah kombinasi hutan sekunder, tanah ultisol dan topografi sangat curam. Besarnya nilai kekritisan juga dipengaruhi oleh solum tanah yang relatif dangkal dan kondisi lahan tanpa aplikasi teras. Sedangkan nilai kekritisan terkecil yaitu 0,01 umumnya berada pada wilayah hilir dengan topografi relatif datar.
Detail |
|
2 |
Exploring the Role of Forestry Sector on Economic System of Gunungkidul District in 1993 - 2008 |
|
- Nama : Mamat Rahmat, S.Hut, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang
- Email : mmt_rahmat@yahoo.com
|
Balai Penelitian Kehutanan Palembang |
2012 |
This study was conducted to explore the role of forestry sector in the economic system of Gunungkidul district. The Location Quotient (LQ) Analysis, Income Multiplier Effect Value, and Klassen Typology Analysis were employed to analyze the role of the forestry sector. The data were regional income of Gunungkidul district and Yogyakarta Province from 1993 to 2008, including the economic crisis period from 1997 to 1998. The result showed that forestry sector was an important sector in economic development of Gunungkidul district. LQ analysis indicated that forestry became a basic sector since pre-economic crisis period until post-economic crisis (1993 - 2008). Prior to the economic crisis, forestry sector generated the highest income multiplier effect value. However, the value dropped during and after the economic crisis. The economic crisis had an influence on the development pattern classification of forestry sector. Before economic crisis, forestry sector was classified as a developed sector (quadrant I) with the growth and shared to GDRP in Gunungkidul were higher than that in Yogyakarta Province. Meanwhile, since the economic crisis, forestry sector fell into the lower class as a stagnant sector
Detail |
|
3 |
Produktivitas dan Biaya Penyaradan Kayu di Hutan Tanaman Rawa Gambut : Studi Kasus di Salah Satu Perusahaan Hutan di Riau |
Sona Suhartana, Sukanda & Yuniawati |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2009 |
Penyaradan di hutan tanaman rawa gambut berbeda dengan penyaradan di lahan kering. Metode penyaradan yang digunakan adalah sistem manual dengan tenaga manusia, menggunakan sampan darat semi mekanis dan mekanis penuh yang ditarik ekskavator. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2008 di PT Arara Abadi, Riau. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas dan biaya penyaradan di hutan tanaman rawa gambut. Data dianalisis dengan tabulasi dengan menghitung nilai rata-ratanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1). Sistem penyaradan yang dipergunakan di rawa gambut kering dan rawa gambut basah di areal perusahaan ini adalah sistem manual (tenaga manusia), sistem sampan darat semi mekanis (semi mekanis) dan sampan darat mekanis (mekanis penuh); (2) Rata-rata produktivitas penyaradan mekanis penuh dan semi mekanis lebih tinggi daripada menggunakan sistem manual, yaitu masing-masing 27,79 m3.hm/jam dan 25,61m3.hm/jam, dikarenakan volume kayu yang dapat disarad lebih besar; dan (3) Rata-rata biaya penyaradan sistem semi mekanis (Rp 18.190,5/m3.hm) dan mekanis penuh (Rp 15.926,5/m3.hm) lebih tinggi daripada dengan sistem manual (Rp 1.203,8/m3.hm) karena pada kedua sistem terdahulu digunakan ekskavator yang biayanya tinggi.
Detail |
|
4 |
Produktivitas, Biaya dan Efisiensi Muat Bongkar Kayu di Dua Perusahaan HTI Pulp |
Sukadaryati & Sukanda |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2008 |
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi produktivitas, biaya dan tingkat efisiensi pemuatan dan pembongkaran kayu ke atas berbagai jenis truk di HTI pulp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa truk yang terdiri dari 5 stik menghasilkan produktivitas dan efisiensi pemuatan kayu yang lebih tinggi dengan biaya yang dikeluarkan tidak berbeda dengan truk yang terdiri dari 2 stik. Produktivitas, efisiensi dan biaya pemuatan truk yang terdiri dari 5 stik masingmasing sebesar 540,014 m3 .m/jam; 99,15% dan Rp 786,079/m3 . Di sisi lain, penggunaan truk berkapasitas 30 ton menghasilkan produktivitas pemuatan yang lebih tinggi dan biaya lebih murah dengan tingkat efisiensi yang tidak berbeda dengan truk berkapasitas 10 ton. Produktivitas, biaya dan efisiensi pemuatan truk berkapasitas 30 ton masing-masing sebesar 301,817 m3.m/jam; Rp 112,569/m3 dan 89,88%.
Penggunaan truk yang terdiri dari 5 stik dan truk yang berkapasitas 30 ton masing-masing menghasilkan produktivitas pembongkaran kayu yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan truk yang terdiri dari 2 stik dan truk berkapasitas 10 ton. Produktivitas, biaya dan efisiensi pembongkaran truk yang terdiri dari 5 stik, masing-masing sebesar 1432,574 m3.m/jam; Rp 344,559/m3 dan 99,17%. Sementara itu produktivitas, biaya dan efisiensi pembongkaran truk berkapasitas 30 ton masing-masing sebesar 1632,567 m3.m/jam; Rp 208,022/m3 dan 97,71%. Namun demikian, penggunaan truk yang terdiri dari 2 stik dan truk berkapasitas 10 ton tersebut masih dijumpai dalam kegiatan muat bongkar kayu dengan beberapa pertimbangan/alasan terutama karena truk-truk tersebut lebih lincah dioperasikan di lapangan. Kelebihan dan kelemahan yang ditimbulkan akibat penggunaan alat mekanis muat bongkar di HTI hendaknya bisa dijadikan acuan agar pengelolaan hutan dapat dilakukan dengan bijaksana.
Detail |
|
5 |
Kajian Tata Niaga dan Pemanfaatan Kulit Medang Landit di Sumatera Utara |
Gunawan Pasaribu & Alfonsus Harianja |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2007 |
Tulisan ini menyajikan hasil kajian tata niaga dan pemanfaatan kulit medang landit di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Desember 2005 di Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Data primer dan informasi diperoleh melalui survey dan wawancara langsung terhadap beberapa responden yang terlibat dalam pemanfaatan dan rantai tata niaga kulit medang landit. Responden yang diminta untuk berpartisipasi adalah mereka yang berperan sebagai petani atau pengumpul medang landit, pedagang pengumpul dan industri pengolah menjadi produk akhir. Data sekunder diperoleh juga melalui survey, wawancara, penyebaran kuisioner dan mengakses kelembagaan yang berhubungan. Data dan informasi dianalisis secara deskriptif dan melalui tabulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rantai tata niaga pemasaran kulit medang landit masih cukup sederhana. Hanya ada 4 pelaku tata niaga mulai dari petani/pengumpul, pedagang pengumpul, pengolah dan pabrik sebagai pengguna akhir. Margin tata niaga yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 200-500/kg sedangkan pengusaha (pengolah) memperoleh margin tata niaga sebesar Rp1.500-Rp 2.400/kg. Kulit medang landit dimanfaatkan sebagai bahan baku obat nyamuk bakar oleh pabrik pengolah di Medan.
Detail |
|
6 |
Analisis Biaya Pemanenan Kayu Bulat sistem Kemitraan HPH - Koperasi Desa di Kalimantan Tengah |
Zakaria Basari |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2004 |
Sebagai salah satu cara untuk menekan berkembangnya kegiatan ilegal loging di hutan alam produksi, sebuah perusahaan HPH di Kalimantan Tengah mengadakan usaha kemitraan dibidang pemanenan kayu bulat dengan Koperasi Desa sekitar hutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja kemitraan HPH dengan Koperasi Desa meliputi aspek produktivitas penyaradan, biaya operasi, pendapatan Koperasi Desa serta penyaluran keuangan hasil usaha tersebut. Penelitian dilaksanakan di areal HPH PT Tanjung Raya Intiga (PT TRI) wilayah kerja Cabang Dinas Kehutanan Barito Hulu Puruk Cahu, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2001. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa jumlah volume kayu produksi yang dikeluarkan oleh Koperasi Mitra Desa mencapai 893 m3. Produktivitas kerja penyaradan kayu rata-rata mencapai 99m3 hm/jam. Biaya operasi pengeluaran kayu rata-rata mencapai Rp 14.227,4/m3. Hasil penjualan kayu memperoleh Rp 31.235.950,- sedang biaya investasi Rp 2.901.017,-. Sehingga pendapatan Koperasi mencapai Rp 28.901.017,-. Pendapatan uang Koperasi Desa tersebut disalurkan kepada warga masyarakat desa sebesar 34%, pengurus koperasi 29%, kas dusun 4,5%, administrasi koperasi 5% dan aparat 27%. Hasil kajian menunjukkan, bahwa pengusaha lokal dan masyarakat sekitar hutan sudah mulai merasakan adanya keadilan dalam menikmati keberadaan hutan alam produksi. Dengan demikian, kerjasama pengelolaan hutan alam yang baik yang ditunjang dengan iklim kemitraan yang kondusif terbukti menguntungkan ke dua belah pihak yaitu pihak konsesi hutan dan Koperasi Desa. Sistem pemanenan hutan dengan cara ini perlu dikembangkan untuk daerah lainnya
Detail |
|
7 |
Karakteristik Hutan Rakyat Pola Kebun Campuran |
Asmanah Widiarti dan Sukaesih Prajadinata |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik hutan rakyat dengan pola kebun campuran atau sering disebut hutan rakyat swadaya, yang dinilai lebih memenuhi aspek kelestarian produksi dan pendapatan. Kajian ditinjau dari aspek teknis dan sosial-ekonomi petani. Hasil kajian menunjukkan kebun campuran saat ini masih dikelola secara tradisional. Komposisi jenis tanaman yang ada bervariasi antar daerah, secara umum jenis kayu yang dijumpai adalah sengon, mahoni, maesopsis sedangkan jenis buah-buahan adalah durian, pete, dan melinjo. Di Pandeglang komposisi tanaman terdiri dari 38,45% kayukayuan, 49,88% buah-buahan, dan 11,67% tumbuhan bawah. Sedangkan di Sukabumi terdiri dari 52,43% kayu-kayuan, 28,68% buah-buahan, dan 18,89% tumbuhan bawah. Penghasilan dari kebun campuran ditentukan oleh perbandingan komposisi antara pohon kayu-kayuan dengan buah-buahan dan bentuk hasil kayu yang dijual. Di Pandeglang pendapatan dari kebun campuran sebesar Rp 2.477.323/ha/tahun (21,62% berasal dari kayu). Sedangkan di Sukabumi sebesar Rp 3.973.039/ha/tahun (60,30% berasal dari kayu). Hasil analisis vegetasi menunjukkan struktur vegetasi kebun campuran lebih sederhana dibandingkan dengan struktur vegetasi di hutan alam, tetapi dari segi kerapatan pohon dan penutupan tajuk mendekati ekosistem hutan alam. Dari segi keanekaragaman hayati kebun campuran di Pandeglang lebih baik dibandingkan di Sukabumi. Kondisi keanekaragaman kebun campuran di kedua lokasi untuk tingkat pohon dijumpai 28-39 jenis dan dari segi penutupan tajuk berkisar antara 96,4-246,3% sehingga lebih baik dari segi manfaat ekologis. Upaya peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan perbaikan teknis silvikultur/budidaya dan modifikasi pola tanam.
Detail |
|
8 |
Aspek Ekonomi Sistem KOFFCO Menuju Alih Teknologi Ke Sektor Swasta Kehutanan |
Yanto Rochmayanto |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan |
2008 |
Economic analysis of Koffco System is important to support technology transfer of mass propagation for users in particular private sector. The objectives of the research were to determine selling price of seedling and to know economic feasibility of Koffco System as commercial nursery unit. Data analysis methods to set the price were mark up pricing on cost method and target pricing method, while the economic feasibility used were NPV, BCR, IRR, BEP and Pay Back Period methods. The results showed that the selling price was Rp. 2.500,-/seedling and based on this process, Koffco System is feasible at production capacity of 33.750 seedling/year with NPV of Rp. 27.058.705,-, BCR of 1,10 and pay back period was 1.23 year. Hence, Koffco system is a feasible for propagation of commercial species that are difficult to regenerate naturally
Detail |
|
9 |
PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT |
Marolop Sinaga |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pustekolah |
2005 |
Penelitian penebangan hutan tanaman industri telah dilaksanakan di areal hutan tanaman industri PT Inhutani II Semaras, Pulau Laut. Jenis pohon yang ditebang adalah mangium (Acacia mangium). Penebangan dilakukan dengan sistim tebang habis sesuai dengan tujuan pengusahaan hutan tanaman industri, sehingga contoh uji yang diamati terdiri dari 97 pohon. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu penebangan dilakukan dengan meninggalkan tunggak serendah mungkin, dan menggunakan gergaji rantai berukuran kecil mengingat diameter pohon yang kecil tidak seperti diameter pohon pada hutan alam.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui produktivitas dan biaya produksi penebangan hutan tanaman industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas penebangan berkisar antara 0,738 – 11,645 m3/jam dengan rata-rata 3,12 m3/jam. Besarnya biaya penebangan berkisar antara Rp 814/m3 – Rp 18.868/m3 dengan rata-rata Rp. 4.411/m3. Produktivitas penebangan dapat ditingkatkan dengan mengefisienkan waktu kerja dan apabila produktivitas meningkat maka biaya produksi penebangan dapat diperkecil sehingga lebih murah. Untuk itu keterampilan para pekerja penebang pohon perlu ditingkatkan sehingga dapat menggunakan waktu seefektif mungkin.
Detail |
|