No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
POTENSI SEKUESTRASI KARBON ORGANIK TANAH PADA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd (Potential of Soil Organic Carbon Sequestration on Establishment of Acacia mangium Willd Plantation) |
|
- Nama : Haris Herman S, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Hutan
- Email : -
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2013 |
The establishment of plantation forest could increase the potency of soil organic carbon sequestration. The cumulative soil organic carbon (C) stock in plantation forest of Acacia mangium Willd on acricols soil were quantified at the begining and four years after planting by adopting equivalent soil mass approach. Research was carried out in Forestry Resort of Maribaya, Bogor District. Results showed that soil bulk density in the depth of 0-10 cm declined significantly, but it was not significantly differ in deeper soil (>10 cm). Soil organic carbon content in the depth of 0-30cm increased significantly, but it was not significantly differ in deeper soil (30-100cm). Soil organic carbon stock has increased by 8.8 ton C/ha from 66.1 ton C/ha to 74.9 ton C/ha with carbon sequestation rate penetrated into the soil of 0-30 cm depth as much as 2.30 ton C/ha/year (2.3% per year). The cumulative soil organic carbon stock in 0 to 100 cm depth was not statistically different between both time series within the same periode. This research concluded that the establishment of Acacia mangium forest plantation on crisols oil in Maribaya could increase the rate of soil organic carbon sequestration.
Detail |
|
2 |
Produktivitas dan Biaya Penanaman Bibit Secara Semi Mekanis di Lahan Kering |
Dulsalam & Agustinus Tampubolon |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2010 |
Pembuatan lubang tanam dan pengangkutan bibit di petak tanaman secara mekanis dapat meningkatkan produktivitas penanaman dan meringankan beban pekerja tanaman. Penelitian ini mengamati produktivitas dan biaya penanaman bibit secara semi mekanis yang dilakukan di Desa Sukaharja, Warungkiara, Sukabumi. Tujuan dari penelitian adalah mendapatkan informasi tentang produktivitas dan biaya penanaman bibit secara semi mekanis di lahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
- Produktivitas penanaman secara semi mekanis berkisar antara 59,02 - 133,33 bibit/jam dengan rata-rata 93,08 bibit/jam
- Rata-rata produktivitas penanaman bibit secara mekanis (93,08 bibit/jam) jauh lebih tinggi dibanding rata-rata produktivitas penanaman bibit secara manual (12,32 bibit/jam).
- Biaya rata-rata penanaman bibit secara mekanis adalah Rp 385/bibit lebih murah dari pada biaya penanaman bibit secara manual sebesar Rp 405,84,-/ bibit.
- Dengan menggunakan tarif penanaman bibit lokal sebesar Rp 500,-/bibit maka penanaman bibit secara semi mekanis layak untuk diusahakan karena jangka waktu pengembalian = 1,63 tahun, nilai sekarang bersih = Rp 34.199.291,- IRR = 56,49% dan, B/C rasio= 1,30
Detail |
|
3 |
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering Di Provinsi Jawa Tengah |
Hendra Gunawan, Lilik B. Prasetyo, Ani Mardiastuti, dan Agus P. Kartono |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2010 |
Hutan alam di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami penurunan luas dan fragmentasi sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini tentu berdampak negatif pada kelangsungan hidup keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang proses dan laju fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah dan informasi mengenai kemungkinan dampaknya bagi kelestarian keanekaragaman satwaliar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama 16 tahun (1990-2006) Provinsi Jawa Tengah telah kehilangan hutan alam lahan kering seluas 446.561,09 ha atau 88%. Sisa-sisa hutan alam lahan kering umumnya ada di puncak-puncak gunung yang sulit diakses oleh aktivitas manusia. Fragmentasi hutan alam di Jawa Tengah yang terjadi antara tahun 1990-2000 telah menyebabkan peningkatan Total Edge (TE) dari 42,43 km menjadi 133,88 km. Dari tahun 2000-2006, seiring dengan hilangnya fragment-fragment hutan (proses attrition) total edge menurun menjadi 8,75 km. Edge Density (ED) hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan dari tahun 1990-2000, yaitu dari 151.061,8 m2 menjadi 473.200,6 m2. Edge density kembali menurun seiring hilangnya beberapa fragment hutan menjadi 31.076,6 m2 pada tahun 2006. Fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jawa Tengah umumnya disebabkan oleh konversi menjadi lahan pertanian, hutan tanaman, perkebunan, pemukiman, dan pembangunan infrastruktur, seperti jalan arteri, jalan tol serta jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET). Fragmentasi hutan di Provinsi Jawa Tengah harus dihentikan. Penataan ruang yang memperhatikan bukan saja proporsi luas hutan tetapi juga kekompakan dan konektivitas antar kelompok hutan harus diimplementasikan. Untuk menghambat laju kepunahan dan meningkatkan survival satwaliar yang ada di hutan terfragmentasi, maka perlu dibuat koridor dan perluasan habitat dengan menambahkan zona penyangga. Kawasan hutan negara yang tidak berhutan perlu dihutankan kembali. Hutan produksi harus difungsikan sebagai perluasan habitat dan koridor antar habitat satwa yang terfragmentasi.
Detail |
|
4 |
Intensitas Dan Motivasi Masyarakat Dalam Pengambilan Tumbuhan Hutan Secara Ilegal Di Seksi Konservasi Wilayah II Taman Nasional Gunung Gede Pangrango |
Aris Sudomo dan M. Siarudin |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2008 |
Penelitian intensitas dan motivasi masyarakat dalam pengambilan tumbuhan hutan secara ilegal dilakukan di SKW II Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang meliputi empat resort yaitu : Resort Bodogol, Resort Cimande, Resort Cisarua, dan Resort Bojong Murni. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara atas dasar kuesioner terhadap 118 responden yang mewakili masyarakat sekitar hutan di empat resort tersebut. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas kasus pengambilan tumbuhan hutan secara ilegal tahun 2005 untuk setiap resort di SKW II TNGP adalah Resort Cisarua sembilan kasus, Resort Bojong Murni 11 kasus, Resort Cimande tiga kasus, dan Resort Bodogol 14 kasus dengan jenis-jenis tumbuhan yang diambil antara lain: kayu pertukangan (Altingia excelsa Noronha, Schima wallichii (DC) Korth.), kayu bakar (Calliandra sp., bambu Gigantochloa spp.), pakis (Diplazium sp.), dan tanaman hias. Pelaku pengambilan tumbuhan hutan secara ilegal berasal dari masyarakat sekitar hutan. Pengambilan kayu bakar secara ilegal merupakan gangguan yang dominan karena terjadi di semua resort dan semakin meningkat dalam kurun waktu 2003-2005; pada tahun 2003 tercatat 16 pikul, kemudian pada tahun 2004 tercatat 32 pikul, dan pada tahun 2005 mencapai 93 pikul. Berdasarkan jumlah penduduk yang mengambil tumbuhan hutan secara ilegal, urutan tingkat kerawanan terhadap gangguan hutan dari yang paling rawan adalah Resort Cisarua, Resort Cimande, Resort Bodogol, dan Resort Bojong Murni. Tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang keberadaan TNGP sebagai kawasan konservasi relatif masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari 59,86% masyarakat yang belum tahu keberadaan taman nasional. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat dari masing-masing resort tentang TNGP dari yang tertinggi adalah Resort Bodogol, Resort Cisarua, Resort Cimande, dan Resort Bojong Murni. Sebagian besar masyarakat
Detail |
|
5 |
Model Pertumbuhan Matrik Transisi Untuk Hutan Alam Bekas Tebangan Di Kalimantan Tengah |
Haruni Krisnawati, Endang Suhendang dan I.B. Putera Parthama |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Model-model pertumbuhan matriks transisi telah disusun dari data hasil pengukuran ulang petak ukur permanen yang dikumpulkan dari empat blok kawasan hutan bekas tebangan di Kalimantan Tengah. Pohonpohon dalam setiap petak dikelompokkan ke dalam 13 kelas diameter dengan lebar kelas lima cm dari 10 sampai 72,5+ cm dan tiga kelompok jenis: komersial Dipterocarpaceae, komersial Non-Dipterocarpaceae, dan non-komersial. Di dalam model pertumbuhan matriks ini, jumlah pohon dalam tegakan dan jumlah pohon pada setiap kelas diameter dari suatu kelompok jenis dimodelkan sebagai fungsi dari waktu. Modelmodel yang tersusun terdiri atas tiga komponen, yaitu model alih tumbuh, tambah tumbuh, dan kematian. Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa alih tumbuh suatu jenis dipengaruhi secara positif oleh jumlah pohon jenis yang bersangkutan dan secara negatif oleh luas bidang dasar tegakannya. Peluang transisi (tambah tumbuh) dan kematian pohon suatu jenis dipengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan dan diameter pohon. Dugaan jumlah pohon pada setiap kelas diameter kemudian diuji dengan data aktual. Hasil pengujian dengan data aktual menunjukkan bahwa dugaan struktur tegakan (distribusi diameter) dalam enam tahun tidak berbias.
Detail |
|
6 |
Struktur dan Komposisi Hutan Pamah Bekas Tebangan Ilegal di Kelompok Hutan Sei Lepan, Sei Serdang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara |
Ismayadi Samsoedin dan N.M. Heriyanto |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan |
2010 |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur tegakan dan komposisi jenis pohon (diameter setinggi dada ≥ 10 cm), pancang, dan semai di hutan pamah terganggu di kelompok hutan Sei Lepan, Sei Serdang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara. Sampling dilakukan pada petak pengamatan berukuran satu ha pada ketinggian 237,6 m dari permukaan laut. Berdasarkan hasil penelitian, tercatat 110 jenis pohon berdiameter ≥ 10 cm dan berjumlah 687 pohon dengan luas bidang dasar 24,52 m2 /ha. Jenis tersebut tergolong dalam 34 suku, dimana suku yang mempunyai jenis terbanyak adalah Euphorbiaceae, Dipterocarpaceae, dan Myrtaceae. Jenis-jenis yang dominan berturut-turut adalah Macaranga hoseii King ex Hook.f., Shorea sp., dan Shorea multiflora (Burk) Symington. Kerapatan pancang dan semai sebesar 12.800 batang/ha dan 29.700 batang/ha. Potensi pohon berdiameter lebih dari 10 cm di lokasi penelitian sebesar 358,11 m³/ha. Jenis pohon yang mendominasi regenerasi lengkap (tingkat pohon, pancang dan semai), yaitu jenis Archidendron sp. dengan INP pada tingkat semai 37,27% dan pada tingkat pancang 35%), dan jenis Shorea sp. yang dominan pada tingkat pohon dengan INP 19,88%. Pohon tanpa regenerasi, baik di tingkat pancang maupun semai didominasi oleh jenis Shorea inappendiculata Burck. (INP 11,91%), Melicope glabra (Blume) T.G.Hortley. (INP 9,91%), dan jenis Durio excelsus Griff. (INP 9,48%). Pancang tanpa regenerasi di tingkat semai didominasi berturut-turut oleh Vatica sp. (INP 4,19%), Knema curtisii (King) Warb. (INP 3,56%), dan Heritiera sumatrana (INP 2,01%), sedangkan tingkat semai didominasi oleh Xanthophyllum sp. (INP 2,85%), Rinorea sp. (INP 2,10%), serta Horsfieldia sp. dan Dysoxylum sp. (INP masing-masing sebesar 1,76%).
Detail |
|
7 |
Model Pertumbuhan Matrik Transisi Untuk Hutan Alam Bekas Tebangan Di Kalimantan Tengah |
Haruni Krisnawati, Endang Suhendang dan I.B. Putera Parthama |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, IPB, BB Penelitian Dipterokarpa |
2008 |
Transition matrix growth models were developed based on re-measurement data of permanent sample plots collected from four blocks of logged-over forest areas in Central Kalimantan. Trees in the plots were classified into thirteen 5 cm diameter classes ranging from 10 to 72.5+ cm and three species groups: commercial dipterocarp, commercial non-dipterocarp and non-commercial. In the matrix growth models, number of trees in the stand and number of trees in individual diameter classes of the species groups were modelled as a function of time. The models comprised three components, i.e. ingrowth, upgrowth, and mortality. Results of the model estimation indicated that ingrowth of a species was affected positively by the number of individuals of the same species and influenced negatively by basal area of the stand. The transition (upgrowth) and mortality probabilities of a species were found to be a function of the stand basal area and tree diameter. The predictions of the number of trees in individual diameter classes were then tested against actual data. Comparisons with actual data indicated that the predicted stand structures (diameter distributions) over six years were unbiased
Detail |
|
8 |
Dinamika Keanekaragaman Jenis Pohon Pada Hutan Produksi Bekas Tebangan Di Kalimantan Timur |
Ismayadi Samsoedin |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Puslibang Konservasi dan Rehabilitasi |
2009 |
After more than 30 years of logging activities in Indonesia, yet relatively few studies are available on tree species composition in permanent sample plots (PSP), especially in Kalimantan. The objective of this study was to identify the dynamic of tree species diversity in logged forests compared with unlogged primary forest. Data were collected from 16, one-ha PSP’s consisted of 4 plots, each of 5, 10, and 30 years old logged forests and 4 plots of unlogged forests as control plots. This study found 914 tree species, consisted of 223 genera and 65 families. The most dominant species from all plots were species of Dipterocarpaceae. Results from statistical analysis showed that logging had no significant impact on diversity of tree species, except for Dipterocarps species on LOA-5 and 10. Shannon-Wiener diversity index and equitability index also showed no significant impact on the decline of forest trees diversity, except on LOA-10 that had the lowest tree diversity compared with other treatments. There is no any different in term of the richness of plant genetic resources between LOA-30 and unlogged forest, however, to protect the existing plant genetic resources, it is suggested not to continue the second period of cutting
Detail |
|
9 |
Potensi Dan Riap Diameter Jenis Aquilaria malaccensis LAMK Di Hutan Alam Produksi Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur |
Abdurachman, Amiril Saridan, dan/and Ida Lanniari |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Besar penelitian Diptrokarpa |
2009 |
Aquilaria malaccensis LAMK is one of the most important tree species which can produce agarwood or gaharu as non timber forest product in East Kalimantan. Agarwood has a high economical value. The objective of this research is was to get information on potency, distribution, and diameter increment of the trees. Such information provides an important input for genetic conservation purpose as well as for silviculture development. This research was conducted at Silviculture Technique for Regeneration of Logged Over Area in East Kalimantan (STREK) plots at Labanan natural production forest with a total area of 48 ha. The areas were divided into12 plots, where each plot has a size of 4 ha or 200 m x 200 m. The result showed that the total trees on each plot was between 1 to 5 trees, which meant that only 1 tree could be found in every two ha. The maximum diameter of the tree was 44.7 cm while the minimum diameter was above 10.0 cm. The average of diameter increment was 0.40 cm (± 0.402 cm) per year. Meanwhile, the maximum growth was 0.64 cm per year for diameter class >40 cm
Detail |
|
10 |
Fragmentasi Hutan Alam Lahan Kering Di Provinsi Jawa Tengah |
Hendra Gunawan, Lilik B. Prasetyo, Ani Mardiastuti, dan Agus P. Kartono |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Puslibang Konservasi dan Reservasi |
2010 |
Dryland natural forest in Central Java Province is decreasing and being fragmented at an alarming rate. This, consequently will impact on the survival of biodiversity that inhabit inside the dryland natural forest. This research was aimed to study the process and rate of fragmentation of dryland natural forest in Central Java Province and to evaluate the possible consequencies on wildlife. The result showed that in 16-yearperiod (1990-2006) Central Java Province has lost 446,561.09 ha (88%) of its dryland natural forest. The remaining forests are commonly scattered in the top of mountains that are difficult to be accessed by human activities. From 1990 to 2000 the fragmentation caused the increase of total edge from 42.43 km to 133.88 km. During the period of 2000-2006, as the forest patches disappeared due to the attrition process, the total edge decreased to 8.75 km. During 1990-2000 the edge density of dryland natural forest increased from 151,061.8 m 2 to 473,200.6 m2. The edge density decreased during the period of 2000-2006 down to 31,076.6 m2 due to the process of attrition. Fragmentation of dryland natural forest in Central Java Province is mainly caused by conversion for agriculture, plantation forest, crop estate, settlement, and infrastructure development such as artery roads, highway, and ultra high voltage network. The forest fragmentation in Central Java Province must be stopped. Spatial planning should not only consider the extent of the forest but also take into account the compactnes and connectivity among the forest patches. To avoid the extinction and to increase the survival of wildlife inhabiting the forest patches, corridors and buffer zones must be developed to extend the existing habitat. State forest areas that have been deforested must be reforested. Production forests must be functioned as habitat extention and corridors among the fragmented wildlife habitat
Detail |
|