JABON (Anthocephalus cadamba Miq) SEBAGAI
BAHAN BAKU PULP
Anthocephalus cadamba Miq. as Raw Material of Pulp
Yeni Aprianis dan/and Ahmad Junaedi
Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat
Jl. Raya Bangkinang-Kuok Km. 9 Kotak Pos 4/BKN Bangkinang, Kuok-Riau
Telp (0762) 7000121, Fax. (0762) 7000122
- I. PENDAHULUAN
Saat ini sebagian besar bahan baku pulp berasal dari kayu. Kayu dipilih sebagai bahan baku pulp karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: rendemen yang dihasilkannya tinggi, kandungan ligninnya rendah, serta kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkannya tinggi (Mindawati, 2006). Selain itu, keunggulan lain dari kayu adalah volume ketersediaannya (stock/supply) yang relatif besar dibandingkan non kayu sehingga akan lebih mampu mengakomodasi kebutuhan akan pulp dan kertas yang cenderung semakin tinggi. Berdasarkan data statistik pulp dan kertas yang dikeluarkan oleh APKI (2007) terjadi peningkatan konsumsi kertas di Indonesia dari 16,00 kg/kapita pada tahun 1997 menjadi 25,40 kg/kapita pada tahun 2006.
Jenis kayu yang umum digunakan sebagai bahan baku pulp antara lain adalah jenis Acacia sp. dan Eucalyptus sp. Walaupun sampai saat ini kedua jenis tersebut telah menunjukkan performa yang menggembirakan sebagai bahan baku pulp, tetapi bukan berarti tidak ada permasalahan/kekurangan. Beberapa pakar dan LSM di bidang lingkungan menyatakan bahwa penanaman jenis eksotik seperti Acacia sp dan Eucalyptus sp. mempunyai kecenderungan untuk merusak ekosistem. Dalam studi kasus pada Eucalyptus sp., Poerwidodo (1990) menyatakan bahwa tanaman ini terbukti meningkatkan kehilangan air dari sistem hidrologi dan mengurangi kesuburan tanah. Kenyataan ini membuka peluang bagi jenis-jenis lain terutama jenis lokal (native species) untuk dijadikan sebagai jenis alternatif bahan baku pulp pada masa yang akan datang.
Indonesia memiliki 4000 spesies kayu-kayuan, sebanyak 267 spesies diantaranya merupakan kayu bernilai jual tinggi dan sebanyak 647 spesies lainnya merupakan spesies yang dilindungi (IUCN Red List, 2000 dalam Indrariani, 2008). Hal ini menyebabkan Indonesia dikenal sebagai salah satu wilayah dengan megabiodiversity-nya. Dengan fakta tersebut seharusnya Indonesia tidak kesulitan untuk menemukan jenis tanaman kayu sebagai bahan baku pulp yang sesuai dengan karakteristik ekologis lokalnya. Jenis tersebut akan cenderung lebih memberikan efek positif terhadap ekosistem. Untuk itu, pencarian (eksplorasi) jenis tanaman kayu baru sebagai bahan baku pulp lebih difokuskan pada jenis-jenis endemik Indonesia.
Salah satu jenis endemik Indonesia yang mempunyai potensi cukup baik sebagai bahan baku pulp adalah jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Hal ini dapat dilihat dari karakteristik tanamannya; sifat kayu (berat jenis dan kandungan kimia kayu); dimensi serat dan turunan; serta rendemen dan sifat pulpnya. Pratiwi (2003) melaporkan bahwa karakteristik tanaman jabon antara lain adalah pohonnya cepat tumbuh, dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, belum ada hama penyakit yang serius, dan ketersediaan informasi silvikulturnya relatif sudah lengkap. Sementara itu, Soerianegara & Lemmens (2001) menyatakan bahwa pulp sulfat yang dihasilkan dari jabon mempunyai kualitas yang cukup baik sebagai bahan baku kertas, dan hasil pulp kraft dari jabon mempunyai rendemen sekitar 48,5%.
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq) mempunyai potensi yang cukup baik sebagai bahan baku pulp di masa yang akan datang. Oleh karena itu informasi tentang karakteristik umum jabon, sifat kayu (berat jenis dan kandungan kimia kayu), dimensi serat dan turunannya, serta rendemen dan sifat pulp dari jabon perlu diperhatikan supaya pengembangan jenis jabon sebagai bahan baku alternatif pulp tidak mengalami kegagalan di masa depan.
- II. CIRI UMUM JABON
Secara taksonomi jabon diklasifikasikan ke dalam famili Rubiaceae, genus Anthocephalus, dan nama spesies Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq. (Plantamor, 2008). Nama spesies lain dari jabon adalah Neolamarckia cadamba
(Roxb.) Bosser, Nauclea cadamba Roxb., Amama cadamba (Roxb.) Kuntze, Anthocephalus morindifolius Korth., Nauclea megaphylla S.Moore, Neonauclea megaphylla S.Moore. Anthocephalus chinensis (Wikipedia, 2008 dan USDA, 2008).
Jabon merupakan tanaman asli (native species) dari beberapa negara antara lain adalah China, Sri Lanka, India, Nepal, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini. Tanaman telah berhasil diintroduksi di negara-negara lain seperti Afrika Selatan, Puertorico, Suriname, Taiwan, dan beberapa negara subtropik lainnya (Soerianegara & Lemmens, 2001).
Di beberapa wilayah sebaran alaminya jabon dikenal dengan beberapa nama antara lain: labula (Papua Nugini), kelempayan (Malaysia), yemau (Myanmar) dan kratum (Thailand). Sementara itu Soerianegara & Lemmens (2001) dan World Agroforestry Centre & Prosea (2008) menyatakan bahwa di Indonesia jabon dikenal dengan beberapa nama daerah antara lain: jabon (Jawa), laran (Kalimantan) dan emajang (Sumatera)
Jabon termasuk ke dalam kategori tanaman cepat tumbuh (fast growing). Tinggi jabon dapat mencapai 45 m dengan laju pertumbuhan tinggi 3 m/tahun, tinggi bebas cabang bisa mencapai 30 m, kisaran diameter 100 – 160 cm dengan laju pertumbuhan diameter 7 cm/tahun dan laju pertumbuhan volume 10-26 m3/tahun (Soerianegara & Lemmens, 2001). Dengan laju pertumbuhan tersebut, untuk tujuan bahan baku pulp jabon dapat dipanen pada umur 4-5 tahun setelah tanam.
Jabon termasuk ke dalam jenis intoleran yang menghendaki adanya cahaya penuh selama periode hidupnya. Habitat alami jabon memiliki karakteristik antara lain adalah ketinggian tempat 300 – 800 m dpl tapi dapat tumbuh sampai ketinggian 1000 m dpl, suhu maksimum 32 oC – 43oC dengan suhu optimum rata-rata tahunan 23oC, curah hujan rata-rata 1500 – 5000 mm/tahun, dapat hidup pada berbagai tipe tanah, tetapi akan tumbuh baik pada kondisi lahan yang subur dengan drainase baik (Soerinegara & Lemmens, 2001; World Agroforestry Centre & Prosea, 2008).
- III. POTENSI KAYU JABON SEBAGAI BAHAN BAKU PULP
Potensi kayu jabon sebagai bahan baku pulp dapat ditinjau berdasarkan faktor berat jenis, kandungan komponen kimia kayu serta dimensi serat dan turunannya. Besaran indikator tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
A. Berat jenis dan Komponen Kimia Kayu Jabon
Berat jenis jabon (0,42) tergolong ke dalam kelas berat jenis yang rendah karena ada pada selang berat jenis 0,19-0,49 (Tabel 1). Sumarna & Silitonga (1983) dalam Fatimah (2003) menyatakan bahwa berat jenis merupakan salah satu faktor yang menentukan rendemen dari suatu jenis kayu. Kayu yang mempunyai berat jenis rendah cenderung menghasilkan rendemen yang tinggi. Proses difusi dan penetrasi bahan kimia kedalam struktur jaringan kayu berlangsung lebih mudah, sehingga jumlah serat kayu yang lolos relatif tinggi. Akan tetapi jika berat jenisnya terlalu rendah akan menyebabkan produksi pulp (kg) yang dihasilkan rendah. Balai Selulosa dalam Mindawati (2007) menyatakan bahwa berat jenis kayu yang disyaratkan untuk bahan baku pulp ada pada kisaran 0,3 – 0,8. Dengan demikian karena ada pada selang berat jenis tersebut maka kayu jabon dimungkinkan akan menghasilkan rendemen dan produksi pulp yang cukup tinggi.
Tabel 1. Berat jenis dan komponen kimia jabon
No
|
Faktor kriteria pulp
|
Nilai
|
Sumber
|
1
|
Berat jenis
|
0,42
|
Martawijaya et al., 2005
|
2
|
Komponen kimia
|
|
Martawijaya et al., 2005
|
|
a. Lignin
|
25,4
|
|
|
b. Selulosa
|
52,4
|
|
|
c. Silika
|
0,1
|
|
|
d. Pentosan
|
16,2
|
|
|
e. Kadar abu
|
0,8
|
|
|
f. Kelarutan zat ekstraktif
|
|
|
|
- pada Alkohol – benzene
|
4,70
|
|
|
- pada air panas
|
3,10
|
|
|
- pada air dingin
|
1,60
|
|
Jabon (Anthocephalus cadamba) mengandung lignin 25,40%. Apabila diklasifikasikan berdasarkan kualitas komponen kimia kayu daun lebar untuk bahan baku pulp kertas (Tabel 2), kadar lignin jabon termasuk kelas II. Lignin dalam kayu juga dapat digunakan untuk memprediksi sifat pulp yang dihasilkan. Pada umumnya kandungan lignin yang tinggi dalam kayu akan menyebabkan konsumsi alkali tinggi serta biasanya diikuti oleh bilangan kappa yang tinggi, demikian pula sebaliknya (Casey, 1980 dalam Pasaribu et al. , 2007)
Kandungan selulosa kayu jabon (A. cadamba) adalah sebesar 52,40 %. Bila diklasifikasikan berdasarkan kualitas komponen kimia kayu daun lebar untuk bahan baku pulp kertas (Tabel 2), kadar selulosa jabon termasuk dalam kelas I. Kadar selulosa tinggi yang dikandung oleh suatu jenis kayu dikehendaki dalam pembuatan pulp untuk kertas. Dengan demikian maka tingginya kandungan selulosa jabon akan menghasilkan pulp dengan kualitas yang baik.
Pentosan adalah bagian dari hemiselulosa yang terdapat dalam dinding sel. Dari Tabel 1 terlihat bahwa kandungan pentosan jabon sebesar 16,20 %. Bila diklasifikasikan berdasarkan kualitas komponen kimia kayu daun lebar untuk bahan baku pulp kertas (Tabel 2), kadar pentosan jabon termasuk kelas III. Rendahnya pentosan pada kayu jabon menyebabkan serat lebih mudah dibentuk secara mekanis dan kontak antar serat dapat lebih sempurna karena salah satu sifatnya yang elastis dan dapat mengembangkan serat (Sjostrom, 1995 dalam Pasaribu et al., 2007).
Tabel 2. Klasifikasi kualitas komponen kimia kayu daun lebar untuk bahan baku pulp
Komponen kimia
|
Kelas kualitas
|
I
(Tinggi)
|
II
(Menengah)
|
III
(Rendah)
|
Selulosa
|
> 45
|
40 - 45
|
< 40
|
Lignin
|
< 18
|
18 - 33
|
> 33
|
Pentosan
|
> 24
|
21 - 24
|
< 21
|
Ekstraktif
|
< 2
|
2 - 4
|
> 4
|
Abu
|
< 0,2
|
0,2 - 6
|
> 6
|
Sumber : Pasaribu et al. , 2007
Kadar ekstraktif merupakan hasil dari proses metabolisme sekunder pohon, yang berbeda-beda menurut jenis, tempat tumbuh dan iklim. Komponen yang terlarut dalam alkohol-benzena adalah lemak, resin, minyak. Kadar ekstraktif jabon yang terlarut dalam alkohol-benzena sebesar 4,70 %. Kadar ekstraktif jabon yang terlarut dalam air dingin sebesar 1,60 %. Kadar ekstraktif yang terlarut dalam air panas sebesar 4,02 %. Kandungan ekstraktif yang tinggi lebih tidak disukai pada proses pulping karena akan terjadi reaksi dengan larutan pemasak dan menurunkan rendemen pulp. Adanya ekstraktif sering menyebabkan pitch trouble pada lembaran pulp/kertas (Pasaribu et al. , 2007).
B. Dimensi Serat dan Turunannya
Dimensi serat meliputi panjang serat, diameter serat, tebal dinding sel dan diameter lumen. Sementara turunan dimensi serat meliputi bilangan Runkell, daya tenun, perbandingan Muhlsteph, koefisien kekakuan dan perbandingan fleksibilitas.
Panjang serat jabon (Anthocephalus cadamba) termasuk kedalam kelas medium dengan panjang serat sebesar 1.561 mikron. Tamolang dan Wangaard (1961) dalam Pasaribu dan Tampubolon (2007) menyatakan bahwa semakin panjang serat kayu maka pulp yang dihasilkan akan memiliki kekuatan yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan serat panjang memberikan titik tangkap yang lebih luas kepada gaya-gaya yang mengenainya, sehingga pada waktu proses pencucian pulp serat panjang lebih mudah dicuci, tetapi lebih sukar disaring. Sementara itu, diameter serat kayu jabon (A. cadamba) sebesar 23,956 mikron, yang berdasarkan klasifikasi KLEMM (Nurrahman & Silitonga, 1972), termasuk berdiameter serat sedang karena berada dalam selang 10-25 mikron. Pada tebal dinding tertentu diameter serat mempengaruhi kekuatan pulp dan pencucian, penyaringan dan refining (Sunardi, 1974 dalam Lestari, 2006).
Nilai turunan dimensi serat dipergunakan untuk menduga kualitas bahan baku kertas melalui perhitungan nilai turunan serat secara standar (Anonim, 1976) sebelum memilih bahan baku yang akan digunakan, sehingga terjadi efisiensi dan terjaganya kualitas kertas yang dihasilkan dan diinginkan. Dari Tabel 3 nampak bahwa berdasarkan akumulasi nilai dimensi serat dan turunannya sebagai bahan baku kayu jabon termasuk ke dalam kelas II. Hal ini menunjukkan bahwa umumnya kayu jabon ini berdinding serat tipis sampai sedang dengan lumen agak lebar. Pada pembuatan lembaran pulp serat mudah menjadi pipih. Ikatan antar serat dan tenunnya baik. Apabila dibuatkan lembaran pulp untuk kertas diduga mempunyai keteguhan sobek, retak dan tarik yang tinggi.
Tabel 3. Dimensi serat dan turunannya pada kayu jabon
No.
|
Faktor kriteria pulp
|
Nilai
|
Kelas**)
|
1.
|
Dimensi serat*) (mikron)
|
|
|
|
a. Panjang serat(L)
|
1561
|
II
|
|
b. Diameter serat (d)
|
23,956
|
sedang
|
|
c. Tebal dinding sel w)
|
2,788
|
-
|
|
d. Diameter lumen (l)
|
18,38
|
-
|
|
|
|
|
2.
|
Turunan dimensi serat*)(%)
|
|
|
|
a. Bilangan Runkell
|
0,3
|
II
|
|
b. Daya tenun
|
65
|
III
|
|
c. Perbandingan Muhlsteph
|
41
|
II
|
|
d. Koefisien kekakuan
|
0,12
|
II
|
|
e. Perbandingan fleksibilitas
|
0,77
|
II
|
|
|
|
|
3.
|
Kelas kualitas sebagai bahan baku pulp/
|
301 - 450
|
II
|
Keterangan : *) = sumber Aprianis et al. (2007); **) = sumber Anonim (1976) dan/and FAO (1980) dalam Syafii & Siregar (2006)
- IV. RENDEMEN DAN SIFAT PULP
Berdasarkan proses pengolahan sulfat yang dilaporkan oleh Aprianis et al.(2007), terlihat bahwa rendemen tersaring jenis kayu jabon adalah 44,14% (Tabel 4). Jenis kayu ini menghasilkan rendemen pulp sesuai dengan rendemen yang umum diperoleh dari proses sulfat yaitu berkisar 40-55% (Fengel & Wegener dalam Siagian et al., 2004).
Sementara itu bilangan kappa pulp jabon sebesar 20,09. Menurut Casey 1980 dalam Siagian et al. (2004), pulp dengan bilangan Kappa lebih besar dari 20 tidak layak untuk diputihkan karena akan membutuhkan bahan kimia pemutih yang banyak. Untuk mendapatkan pulp putih kayu jabon perlu diolah dengan meningkatkan konsentrasi natrium diokasida dan sulfiditas pada proses pemasakan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan bilangan kappa hingga kurang dari 20. Menurut Anonim (1976) jenis kayu jabon termasuk bilangan kappa dengan kelas II, karena berada diantara 18-22.
Tabel 4. Rendemen dan sifat pulp kayu jabon (Anthocephalus cadamba)
No
|
Komponen (component)
|
Nilai
|
Standar SNI
|
1
|
Rendemen tersaring, %
|
44,14
|
-
|
2
|
Bilangan Kappa
|
20,09
|
-
|
3
|
Konsumsi alkali aktif, %
|
17
|
-
|
4
|
Indeks tarik (Nm/g)
|
48,55
|
≥ 30
|
5
|
Indeks retak (Kpa.m2/g)
|
2,94
|
≥ 2
|
6
|
Indeks sobek (Nm2/Kg)
|
3,7
|
≥ 5
|
Sumber : Aprianis et al. , 2007 dan SNI 14-0698-1989
Indeks tarik adalah ketahanan tarik lembaran pulp/kertas dibagi gramatur, dinyatakan dalam Nm/g (SNI 14-4737-1998 dalam Siagian et al., 2004). Indeks tarik kayu jabon adalah 48,55 Nm/g. Menurut persyaratan SNI 14-0698-1989 untuk pulp sulfat putih kayu daun lebar, kayu jabon memenuhi persyaratan.
Indeks retak adalah ketahanan retak dibagi gramatur lembaran pulp/kertas, dinyatakan dalam KPa.m2/g. Kayu jabon menghasilkan indek retak sebesar 2,94 Kpa.m2/g. Menurut persyaratan SNI 14-0698-1989 untuk pulp sulfat putih kayu daun lebar, kayu jabon tersebut memenuhi persyaratan.
Indeks sobek lembaran pulp/kertas adalah ketahanan sobek dibagi dengan gramaturnya, dinyatakan dalam Nm2/Kg. Kayu jabon menghasilkan indek sobek sebesar 3,70 Nm2/Kg. Menurut persyaratan SNI 14-0698-1989, ketahanan sobek jenis kayu jabon tidak memenuhi persyaratan spesifikasi pulp sulfat putih. Dengan memperbaiki kondisi pemasakan menurunnya bilangan kappa akan turun dan lignin kayu berkurang sehingga akan mempercepat penggilingan pulp dan menghasilkan lembaran dengan kekuatan yang tinggi.
- V. PENUTUP
Ditinjau dari kriteria kualitas kayu sebagai bahan baku pulp yang didasarkan kepada berat jenis, kandungan kimia dan dimensi serat; jabon dimungkinkan dapat digunakan sebagai bahan baku pulp pada masa yang akan datang. Melalui proses pengolahan pulp secara sulfat diketahui bahwa kayu jabon menghasilkan rendemen pulp 44,24%; bilangan kappa 20,09; konsumsi alkali aktif 17%; indeks tarik 48,55 Nm/g, Indeks retak 2,94 Kpa.m2/g dan indeks sobek 3,7 Nm2/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kayu jabon memiliki keteguhan tarik dan retak yang cukup baik akan tetapi kekuatan sobek dan bilangan kappanya kurang baik. Untuk memperbaiki kekuatan sobek dan bilangan kappa maka kayu jabon perlu diolah dengan meningkatkan kondisi pemasakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Kehutanan.
APKI. 2007. Indonesian Pulp and Paper Industry Directory 2007. Gramedia. Jakarta.
Aprianis, Y., Agus W., Edi, N. & Kosasih. 2007. Analisis kualitas serat dan sifat pengolahan pulp jenis alternatif baru. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Bangkinang. Tidak Dipublikasikan.
Fatimah, S . 2003. Korelasi Kanonik antara Sifat Dasar Kayu dengan Sifat Pulp Sulfat. Skripsi Jurusan Manejemen Hutan Fahutan-IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Indrariani, D. 2008. Karbondioksida hilang, datanglah devisa. http://www.kabarindonesia.com. Diakses tanggal 27 Nopember 2008.
Lestari, S.B dan Yoswita. 2006. Dimensi Serat Empat Jenis Bambu dari Jawa Timur. Info Hasil Hutan 12 (2). Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K dan Prawira, S.A. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.
Mindawati, N. 2006. Silvikultur Hutan Tanaman Kayu Pulp. UKP Tahun Anggaran 2007 – 2009. (Tidak dipublikasikan).
Mindawati, N. 2007. Beberapa jenis pohon alternatif untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri pulp. Mitra Hutan Tanaman 2 (1) : 1-7. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.
Nurrahman, A & T. Silitonga.1972. Dimensi Serat Beberapa Jenis Kayu Sumatera Selatan. Laporan No.2, LPHH, Bogor.
Pasaribu, R.A dan A.P.Tampubolon. 2007. Status Teknologi Pemanfaatan Serat Kayu untuk Bahan Baku Pulp. Workshop Sosialisasi Program dan Kegiatan BPHPS Guna Mendukung Kebutuhan Riset Hutan Tanaman Kayu Pulp dan Jejaring Kerja. (Tidak dipublikasikan).
Plantmor. 2008. Informasi Spesies. http://www.plantmor.com. Diakses tanggal 27 Nopember 2008.
Poerwidodo. 1990. Gatra Tanah dalam Pembangunan Hutan Tanaman di Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.
Pratiwi. 2003. Prospek pohon jabon untuk pengembangan hutan tanaman. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 4 (1) : 61-66. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Siagian, R.M., Setyani B.L dan Yoswita. 2004. Sifat Pulp Sulfat Kayu Kurang Dikenal asal Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 2 : 75 – 86. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
Soerinegara, I. and R.H.M.J. Lemmens (eds). 2001. Plant Resources of South-East Asia. Timber trees : Major commercial timbers 5 (1): 102 – 108. Prosea. Bogor.
USDA. 2008. GRIN Taxonomy for Plants. Germplasm Resources Information Network (GRIN). http://www.ars-grin.gov. Diakses tanggal 27 Nopember 2008.
Wikipedia. 2008. Neolamarckia cadamba. http://en.wikipedia.org. Diakses tanggal 27 Nopember 2008
World Agroforestry Centre and Prosea. 2008. Agroforestry Tree Database. ICRAF. http://www.worldagroforestrycentre.org. Diakses tanggal 27 Nopember 2008