No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Dan Pencegahan Hama Hutan Tanaman |
|
- Nama : Dra. Wida Darwiati, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Hutan
- Email :
|
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan |
2012 |
Detail |
|
2 |
Penentuan Daur Optimal Hutan Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) dengan Metode Faustmann |
Yonky Indrajaya |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2013 |
Hutan tanaman sengon telah banyak dikembangkan di Indonesia khususnya di Jawa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama untuk bahan bangunan dan industri. Pengambilan keputusan untuk melakukan penebangan dari suatu tegakan hutan tanaman merupakan suatu langkah yang sangat penting untuk memperoleh keuntungan yang maksimum. Pada hutan tanaman monokultur sengon, daur optimal yang umumnya digunakan adalah daur biologis, yang belum tentu memberikan keuntungan yang maksimal. Tulisan ini bertujuan untuk menentukan daur optimal finansial tegakan sengon menggunakan aturan Faustmann. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah maximasi keuntungan dengan aturan Faustmann di mana hutan tanaman sengon dikelola dengan sistem silvikultur tebang habis permudaan buatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa daur ekologis sengon pada bonita II, III, dan IV berturut turut adalah 7.2, 6 dan 5 tahun. Sementara itu, daur finansial (Faustmann) tegakan hutan sengon pada bonita II, III, dan IV berturut turut adalah 7, 6 dan 5 tahun. Kesamaan daur biologis dengan Faustmann dalam penelitian ini disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan sengon
Detail |
|
3 |
Daur Teknis Pinus Tanaman Untuk Kayu Pertukangan Berdasar Sifat Fisis dan Mekanis |
Nurwati Hadjib |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2009 |
Penelitian sifat fisis dan mekanis kayu pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) umur 17, 21, 23, 27 dan 28 tahun dilakukan untuk menentukan daur teknis tanaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan, berat jenis, kadar air dan penyusutan menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu pada kayu umur 17 sampai 19-20 tahun sifat kayu cenderung menurun, kemudian meningkat sampai mencapai maksimum pada sekitar umur 23 tahun dan kembali menurun lagi. Kecenderungan tersebut mengikuti pola hiperbolik. Keteguhan lentur patah kayu pinus yang diteliti tertinggi pada kayu umur 27 tahun dan terendah pada kayu umur 17 tahun. Demikian pula pada kekakuan, keteguhan tekan sejajar serat dan kekerasannya. Perbedaan umur tidak mempengaruhi sifat mekanis kayu. Kerapatan kayu pinus yang diteliti. tidak dapat menjadi penduga terbaik untuk MOR-nya, akan tetapi dapat menjadi penduga terbaik untuk keteguhan tekan sejajar serat. Sedangkan MOE dapat menjadi penduga terbaik untuk MOR Kayu pinus umur dari tingkat umur 17 tergolong kelas kuat IV, sedangkan umur 21, 23, 27 dan 28 tahun tergolong kelas kuat III. Menurut sifatnya, maka kayu pinus umur 17 tahun sesuai untuk konstruksi ringan, sedangkan kayu umur 21, 23, 27 dan 28 tahun dapat digunakan untuk kayu bangunan. Daur teknis kayu pinus yang ditentukan berdasar sifat fisis dan mekanisnya adalah antara umur 23-26 tahun.
Detail |
|
4 |
Dekomposisi Daun dan Ranting Mangium oleh Empat Jenis Fungi Pelapuk |
Djarwanto dan Sihati Suprapti |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2009 |
Proses dekomposisi daun dan ranting mangium (Acacia mangium) yang tertimbun di hutan, secara alami berjalan lambat, sehingga berpotensi menjadi sumber bahan kebakaran hutan. Empat jenis fungi pelapuk (HHB-341, HHB-346, HHB-347 dan HHB-348) digunakan sebagai aktivator untuk dekomposisi daun dan ranting mangium yang dibasahi dengan air suling atau air suling yang mengandung kapur 1%, kemudian diinkubasikan selama 3 bulan. Tingkat degradasi contoh uji dievaluasi berdasarkan perubahan kandungan karbon organik, nitrogen total, kadar unsur hara dan kapasitas tukar kation (KTK). Hasilnya menunjukkan bahwa penyusutan bobot contoh uji yang diinokulasi fungi lebih besar dibandingkan dengan kontrol (tanpa inokulasi fungi). Inokulasi fungi menurunkan nisbah C/N menjadi 23,3-25,7. Nisbah C/N pada contoh yang diinokulasi fungi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Nilai C/N yang rendah dijumpai pada contoh uji yang diinokulasi HHB-341 & HHB-348 yaitu 23,3 & 23,4. Inokulasi fungi meningkatkan unsur hara, menjadi N 0,67-0,83%; P 0,25-0,33%; K 0,32-0,51%; dan nilai KTK 28,01-34,68 me/100g dibandingkan dengan daun dan ranting mangium segar.
Detail |
|
5 |
PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP DIAMETER Shorea leprosula Miq. UMUR LIMA TAHUN |
Mawazin & Hendi Suhaendi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2012 |
Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jarak tanam/kerapatan, intensitas cahaya, dan jenis tanaman. Salah satu jenis yang penting adalah Shorea leprosula Miq. yang tergolong famili Dipterocarpaceae. Pertumbuhan S. leprosula yang masih muda cenderung memerlukan naungan, dan untuk perkembangan selanjutnya memerlukan jarak tanam yang lebar. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang jarak tanam yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan S. leprosula. Hasil penelitian menunjukkan jarak tanam yang tepat untuk penanaman S. leprosula adalah 3 m x 3 m. Pertumbuhan S. leprosula pada umur lima tahun dengan jarak tanam 1 m x 1 m, 1,5 m x 1,5 m, 2 m x 2 m, dan 3 m x 3 m, diameternya berturut-turut adalah 6,76 cm, 7,45 cm, 8,13 cm, dan 11,47 cm. Rata-rata riap diameter tanaman per tahun berturut-turut adalah 1,27 cm, 1,41 cm, 1,55 cm, dan 2,22 cm
Detail |
|
6 |
PENGARUH PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN PERTANAMAN MAHONI (Swietenia macrophylla King) DI HUTAN PENELITIAN CARITA, JAWA BARAT |
Pratiwi & Budi Hadi Narendra |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2012 |
Mahoni merupakan jenis potensial yang banyak dibudidayakan masyarakat di Jawa Barat. Masyarakat mengusahakan tanaman ini dalam suatu sistem pertanaman dengan kombinasi tanaman pertanian. Kondisi topografi, iklim, dan pengolahan tanah yang intensif menyebabkan kerentanan terhadap penurunan produktivitas lahan akibat aliran permukaan dan erosi yang tak terkendali yang akhirnya berdampak pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi ini dapat dikendalikan dengan menerapkan teknik konservasi tanah seperti penggunaan mulsa vertikal yang mampu mengendalikan aliran permukaan dan erosi serta menjaga kesuburan tanah. Jarak antar saluran mulsa vertikal yang efisien diperlukan guna menekan biaya akibat adanya tambahan sumberdaya yang diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang besarnya pengaruh penerapan mulsa vertikal dengan jarak antar saluran yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King) dan produksi jagung (Zea mays L.) serta keefektifannya dalam mengendalikan aliran permukaan, erosi, dan kehilangan unsur hara. Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Penelitian Carita pada tahun 2005-2008 dengan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan yang diterapkan adalah penggunaan mulsa vertikal berinterval enam dan 12 meter pada plot sistem pertanaman mahoni dan jagung. Pengamatan meliputi pertumbuhan tinggi dan diameter mahoni, erosi dan limpasan permukaan, kehilangan unsur hara, dan biaya yang diperlukan untuk tiap luasan satu hektar. Hasil penelitian menunjukkan mulsa vertikal berinterval enam meter mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman mahoni masing-masing sebesar 25% dan 66% terhadap kontrol. Pada perlakuan tersebut, limpasan permukaan dan erosi dapat ditekan hingga setengahnya, dan kehilangan unsur hara akibat limpasan permukaan dan erosi menjadi berkurang masing-masing hingga tiga dan lima kali lipat. Pola tersebut menghasilkan produksi jagung terbesar yaitu 581 kg/ha/th atau 47% lebih tinggi bila tanpa mulsa vertikal dan biaya yang dibutuhkan dalam satu hektar adalah Rp 3.250.000,- atau lebih mahal Rp 250.000,- jika tidak menggunakan mulsa vertikal.
Detail |
|
7 |
Model Taper Batang Tanaman Khaya anthoteca C.DC. Di Hutan Penelitian Pasirhantap, Sukabumi, Jawa Bara |
Harbagung dan Haruni Krisnawati |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan |
2009 |
Model taper telah disusun untuk jenis kayu mahoni afrika (Khaya anthoteca C.D.C) yang tumbuh di Hutan Penelitian Pasirhantap, Sukabumi, Jawa Barat. Model taper dapat digunakan untuk menduga volume pohon pada berbagai ketinggian batang dengan cara mengintegralkan model taper tersebut dari atas permukaan tanah sampai pada ketinggian batang tersebut. Data dari 58 pohon contoh berumur 35-60 tahun dengan kisaran diameter antara 20 dan 90 cm dan tinggi batang bebas cabang antara 10 dan 30 m digunakan untuk menyusun model. Delapan persamaan taper telah diuji, tujuh persamaan di antaranya diambil dari sumber literatur, dan sisanya adalah persamaan baru yang diujicobakan dalam penelitian ini. Lima indikator statistik (yaitu MRES, AMRES, RMSE, MEFadj, dan AIC) digunakan untuk membandingkan model dalam kemampuannya untuk menduga diameter pohon. Hasil uji dengan menggunakan data independen menunjukkan bahwa model baru yang dicobakan dalam penelitian ini, yaitu dobh = 1,0236 + 0,8124 Dbh + 0,4960 Hcb – 1,4134 h + 0,0096 h2menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model lainnya dalam hal keakuratan prediksi (jumlah skor paling rendah, yaitu 6). Model ini dapat direkomendasikan untuk menduga diameter batang pada ketinggian tertentu pada jenis kayu mahoni afrika di lokasi studi. Integrasi dari persamaan ini menghasilkan persamaan volume: Vh1-h2 = ∏/4000h1∫h2dob2hδh yang dapat digunakan untuk menduga volume batang sampai pada ketinggian batang tertentu yang diperdagangkan maupun volume batang total.
Detail |
|
8 |
Penentuan Ukuran Optimal Petak Ukur Permanen Untuk Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. f) |
Harbagung dan Rinaldi Imanuddin |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan |
2009 |
Petak Ukur Permanen (PUP) merupakan sarana untuk pemantauan dan pengumpulan data pertumbuhan dan hasil tegakan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran optimal PUP hutan tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) sebagai ukuran PUP terkecil yang dapat mewakili keragaman semua parameter tegakan. Sebagai obyek penelitian adalah tegakan jati tua berumur ? 110 tahun. Dasar pertimbangannya adalah ukuran PUP yang cocok untuk tegakan tua pasti bisa menampung keragaman struktur tegakan muda, tetapi belum tentu sebaliknya. Pengumpulan data tegakan dilakukan pada tiga bidang areal sampel berukuran 120 m x 120 m di areal kerja Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kendal, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran PUP optimal hutan tanaman jati untuk pemantauan dinamika jumlah pohon dari waktu ke waktu adalah 90 m x 90 m. Petak inti ukuran 60 m x 60 m yang berada di tengahnya adalah optimal untuk pemantauan riap diameter dan tinggi tegakan. Ukuran PUP optimal tersebut dapat diterapkan pada berbagai kelas umur pada hutan tanaman jati.
Detail |
|
9 |
Aplikasi Inokulum EM-4 Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) |
Suhartati |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok |
2008 |
Soil microbe inoculation to growth media is expected to improve the seedlings growth. This research aim is to know the fermentation time of EM-4 inoculum which produce the best growth of sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) seedling in nursery. Research was conducted on June-September 2006, at nursery of Forestry Research Intitute of Makassar, South Sulawesi. This research used Complete Randomized Design (CRD), with five treatments of fermentation time namely: F0 = without fermentation (control); F1 = fermentation during 3 days; F2 = fermentation during 6 days; F3 = fermentation during 9 days; F4 = fermentation during 12 days. Growth parameter observed are plant height, diameter, and leaf number. Result of research showed that application of EM-4 can improve observed growth of sengon seedlings in nursery. Treatment yielding optimal growth is fermentatin during 6 days. Growth at all treatment was still effective until second period, but next growth period at media without fermentation showed the slower growth as compared to the media of fermented.
Detail |
|
10 |
Pengaruh Dosis Dan Frekuensi Aplikasi Pemupukan NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Shorea ovalis Korth. (Blume.) Asal Anakan Alam Di Persemaian |
Nanang Herdiana, Abdul Hakim Lukman, dan Kusdi Mulyadi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
BPK Palembang |
2008 |
This study was aimed at investigating the effect of dosage and frequency of NPK fertilizer application on the growth of Shorea ovalis Korth. (Blume.) wilding was carried out in the nursery and laboratory of the Forestry Research Institut Pelembang, from Maret until June, 2007. The experiment was arranged in factorial design with 3 replicates. The treatments were fertilizer dosage in five levels (i.e. 0; 0.25; 0.5; 0.75 and 1.00 grams/seedling) and frequency of fertilizer application in two levels (i.e. once a month and every 2 months). Survival percentage, height, diameter, number of leaves increment and seedling quality index were used as parameters of seedling growth. The result showed that fertilizer dosage gave highly significant (p < 0.001) effect on height increment, and seedling quality index of S. ovalis seedling. Fertilizer dosage gave significant (p < 0.05) effect on survival percentage and number of leaves increament of S. ovalis seedling. Frequency of fertilizer application gave only significant (p < 0.05) effect on height increment. Interaction between treatments had no significant effect on all parameters of S. ovalis seedling growth. The best treatments to all growth parameters were fertilizer dosage of 0.25 gram/seedling and application frequency of once a month.
Detail |
|