No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
71 |
PENGARUH FREKWENSI PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA TERHADAP PERTUMBUHAN MERANTI DI LAPANGAN |
Nina Mindawati dan Yetti Heryati |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusprohut |
2006 |
Shorea atau meranti dikenal di perdagangan dunia sebagai kayu tropik yang cukup berperan penting. Program pembangunan HTI Tengkawang tidak akan berhasil dengan baik jika tanpa dilakukan pemeliharaan pada tanaman muda di lapangan. Penelitian mengenai macam dan frekwensi pemeliharaan terhadap tanaman muda di lapangan telah dilakukan di HP Haurbentes, Jasinga, Jawa Barat. Rancangan yang digunakan adalah Acak Lengkap dengan dua tipe pemeliharaan yang dilakukan sampai tanaman berumur 3 tahun, yaitu berupa pemeliharaan intensif dan kurang intensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemeliharaan intensif berpengaruh nyata terhadap rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter jenis S. stenoptera sebesar 3,19 m dan 3,64 cm. dan jenis S. mecistopteryx sebesar 3,43 m dan 3,76 cm. Prestasi kerja pembangunan hutan tanaman meranti mulai dari penyiapan lahan, penanaman dengan pemeliharaan yang intensif selama 3 tahun memerlukan sekitar 66 HOK/ha, sedangkan jika pemeliharaan kurang intensif sebesar 56 HOK/ha. Kondisi tanah dan tumbuhan bawah di areal dengan pemeliharaan yang intensif menunjukkan hasil yang lebih baik ditinjau dari pH tanah, N total, P tersedia dan KTK serta nilai INP tumbuhan bawah jika dibanding pemeliharaan kurang intensif.
Detail |
|
72 |
STRATEGI PENGEMBANGAN TANAMAN MURBEI PADA TANAH MASAM |
Budi Santoso |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusprohut |
2007 |
Persuteraan alam merupakan kegiatan agro industri yang meliputi budidaya tanaman murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera, pengolahan kokon menjadi benang hingga pembuatan kain. Di Sulawesi Selatan terdapat 13 jenis/varietas murbei yang dibudidayakan masyarakat, namun 70 % petani sutera alam di daerah ini membudidayakan Morus nigra L. dan Morus alba L. Kedua jenis murbei ini memiliki kelebihan dalam kemudahan dibudidayakan.
Suhu optimal untuk pertumbuhan murbei adalah antara 23,9 °C sampai 26,6 °C walaupun murbei dapat tumbuh baik pada daerah dengan suhu diatas 13 °C dan dibawah 37,7 °C . Curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan murbei adalah antara 635 – 2500 mm pertahun. Murbei dapat ditumbuhkan di berbagai macam tanah, dengan syarat keseimbangan antara suhu udara, kelembaban dan hara dalam cukup (Soeseno dan Na’iem, 1995). Di Sulawesi Selatan memiliki lahan cukup luas untuk pengembangan persuteraan alam, namun tidak semua berpotensi mendukung pertumbuhan tanaman murbei secara maksimal. Pengembangan baru tanaman murbei di daerah, sebagaian besar bertanah masam.
Di Indonesia terdapat tanah masam miskin hara dalam jumlah yang cukup besar, tanah podzoik (sekitar 38 juta ha), tanah latosol (sekitar 14 juta) dan tanah gambut (diperkirakan 27 juta ha) yang tersebar di sumatera kalimantan dan irian jaya (Sutiyono, 1982). Kondisi tanah satu lahan menduduki peranan yang sangat penting dalam keberhasilan budidaya tanaman. Menurut Radjagukguk (1985) persoalan pokok pada tanah – tanah masam adalah kekahatan fosfor dan fiksasi P yang tinggi, keracunan alumunium, mangan dan kadang-kadang besi.
Beberapa daerah pengembangan persuteraan alam di Sulawesi Selatan mempunyai karakteristik alam yang lain dari beberapa daerah pengembangan persuteraan alam di Sulawesi Selatan yang sudah lama berkembang. Daerah tersebut mempunyai tanah dengan tingkat keasaman yang tinggi, sehingga mempunyai kendala ganda ditinjau dari kesuburan kimia tanahnya.
Menurut Soeseno dan Na`iem (1995) keasaman tanah untuk tanaman murbei berkisar 6, sedang menurut Rngaswami dan M. S. Jolly (1976) tanaman murbei akan tumbuh baik dan pada kondisi tanah gembur dan aerasi baik, kebutuhan air tercukupi, keasaman tanah menuju netral dan tanahnya subur. Apabila kondisi tidak demikian maka harus ada upaya untuk perbaikan tekstur tanah, peningkatan pH tanah, usaha pengairan dan pemupukan.
Pada dasanya ada dua strategi penanganan pengelolaan kesuburan tanah-tanah masam, yaitu strategi adaptasi dan strategi intervensi. Pengelolaan kesuburan tanah-tanah masam lebih tepat dengan strategi adaptasi, dimana salah satu prinsip dasarnya adalah memanfaatkan ketenggangan tanaman terhadap kondisi tanah masam. Strategi intervensi yaitu mengubah lingkungan tumbuh tanaman secara drastis, agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
Detail |
|
73 |
PRODUKSI DAN MUTU BENIH DARI BEBERAPA PROVENANS Acacia crassicarpa DAN Acacia aulacocarpa DI PARUNGPANJANG, BOGOR (JAWA BARAT) |
Dede J. Sudrajat dan Kurniawati P. Putri |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusprohut |
2008 |
Pengkajian produksi dan mutu benih merupakan kegiatan penting pada tegakan yang akan dijadikan sumber benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji produksi dan mutu benih beberapa provenans A. crassicarpa dan A. aulacocarpa di Hutan Penelitian Parungpanjang, Bogor. Pendugaan potensi produksi dilakukan terhadap 5 provenans A. crassicarpa, yaitu 19731 (Orioma, PNG), 19740 (Binaturi, PNG), 19741 (Pohaturi, PNG), 19748 (Bensbach, PNG), dan 19754 (-), dan 3 provenans A. aulacocarpa, yaitu 17551(Bensbach-Balamuk, PNG), 17560 (Dimisisi, PNG), dan 17628 (Keru Village, PNG). Rancangan yang digunakan untuk menganalisis beberapa variabel yang diamati adalah rancangan acak lengkap. Setiap provenans diwakili oleh 6 pohon contoh yang dipilih secara acak. Jumlah pohon yang diunduh benihnya masing-masing sebanyak 18 pohon A. aulacocarpa dan 30 pohon A. crassicarpa. Variabel yang diamati adalah produksi polong dan benih, nisbah benih-polong, berat 1000 butir, daya berkecambah, tinggi bibit, diameter bibit, berat kering total dan nisbah pucuk-akar bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan provenans A. crassicarpa memberikan pengaruh nyata terhadap produksi benih, nisbah benih-polong, berat 1000 butir benih, tinggi bibit, dan berat kering total bibit. Provenans A. crassicarpa yang mempunyai penampilan terbaik berdasarkan parameter tersebut adalah provenans 19731, 19740, 19741, dan 19748. Keempat provenans tersebut mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai tegakan benih provenans. Untuk jenis A. aulacocarpa, perbedaan provenans berpengaruh nyata terhadap produksi benih dan berat 1000 butir benih. Semua provenans A. aulacocarpa yang diuji (17551, 17560, dan 17628) memberikan penampilan yang baik sehingga layak dikembangkan untuk tegakan benih provenans.
Detail |
|
74 |
PENGARUH TINGGI PEMANGKASAN POHON INDUK DAN DIAMETER PUCUK TERHADAP PERAKARAN STEK BENUANG BINI |
Agus Astho Pramono |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusprohut |
2008 |
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari 1) pengaruh pembentukan kebun pangkas, tinggi kebun pangkas dan diameter pucuk terhadap perakaran stek pucuk benuang bini (Octomeles sumatrana), 2) pengaruh pembentukan kebun pangkas, dan tinggi kebun pangkas terhadap kandungan kimia pucuk benuang bini (Octomeles sumatrana), serta kaitannya dengan kapasitas perakaran stek. Bahan penelitian yang dipakai adalah pucuk yang diambil dari kebun pangkas dengan berbagai ketinggian yaitu: a) di bawah 30 cm , b) antara 30 dan 60 cm, c) ketinggian antara 60 dan 90 cm, dan juga pucuk dari tegakan normal. Kemudian bahan stek ditanam selama 2,5 bulan di ruang pengakaran stek. Hasil penelitian menunjukkan: 1) pucuk yang berasal dari pohon induk yang dipangkas sehingga membentuk kebun pangkas meningkatkan kemampuan perakaran stek, 2) diameter stek berpengaruh nyata terhadap jumlah akar, dan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan persen hidup stek, 3) pembentukan kebun pangkas berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen (N), carbon (C) dan rasio C/N, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan karbohidrat dan gula pereduksi, 4) kandungan nitrogen menunjukkan korelasi negatif dan rasio C/N memiliki korelasi positif dengan persen hidup stek dan panjang akar.
Detail |
|
75 |
TEKNIK PENGEMASAN DAN TRANSPORTASI BENIH UNTUK KARAKTERISTIK BENIH REKALSITRAN JENIS DAMAR |
Naning Yuniarti, Dida Syamsuwida dan Eliya Suita |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusprohut |
2008 |
Kendala utama dalam pengadaan dan penanganan benih jenis rekalsitran adalah cepat menurunnya viabilitas benih seiring dengan penurunan kadar air dan kerusakan sel akibat pengeringan dan kondisi temperatur rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik pengemasan dan transportasi benih untuk karakteristik benih rekalsitran jenis damar yang dapat dipergunakan untuk memperlambat laju penurunan viabilitas benih. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini didekati dengan rancangan acak lengkap pola faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik pengemasan benih rekalsitran jenis damar yang terbaik adalah benih yang dimasukkan kedalam wadah pengemasan besek dengan media serbuk sabut kelapa yang dimasukkan ke dalam kantong kain blacu. Sedangkan alat transportasi yang terbaik untuk transportasi benih damar adalahmobil bak terbuka. Dengan perlakuan perlakuan ini dapat menghasilkan nilai daya berkecambah sebesar 77,67%, kecepatan berkecambah 7,8%/hari, dan kadar air benih 43,40%.
Detail |
|
76 |
PERTUMBUHAN BIBIT MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) PADA BEBERAPA TAHAP PENYAPIHAN |
Nurin Widyani dan Asep Rohandi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusprohut |
2008 |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap pertumbuhan terbaik untuk penyapihan mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang menunjukkan adaptasi terbaik di persemaian dan di lapangan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu : 1) kotiledon sudah muncul di atas permukaan media, 2) kotiledon masih ada dengan sepasang daun, 3) kotiledon masih ada dengan dua pasang daun, dan 4) kotiledon mengecil dengan tiga pasang daun. Pertumbuhan bibit selanjutnya juga di uji di lapangan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi persen hidup bibit, tinggi bibit, diameter bibit, berat kering total, dan nisbah pucuk akar. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan tahap penyapihan mimba berpengaruh nyata terhadap tinggi, diameter (kecuali diameter bibit mimba umur 10 minggu) dan nisbah pucuk akar. Persen hidup tertinggi di persemaian dicapai oleh bibit yang disapih pada tahap 2 (100%) dan di lapangan dicapai oleh tahap 1 dan tahap 2 (96%). Pemilihan tahap penyapihan mimba dapat dilakukan pada tahap 4 karena tahap ini pada akhir pengamatan memberikan pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik masing-masing sebesar 24,4 cm dan 3,37 mm. Pada umur 6 bulan setelah penanaman, tinggi dan diameter terbaik dicapai oleh tahap 1 yaitu masing-masing sebesar 86,24 cm dan 11,59 mm.
Detail |
|