Salam jumpa kembali sahabat Bekantan yang setia. Saat ini pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mencanangkan ± 12,7 juta hektar kawasan hutan dapat diakses secara legal oleh masyarakat melalui Perhutanan Sosial, yang terdiri dari: Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan Kemitraan Kehutanan. Seirama dengan program tersebut majalah Bekantan edisi kali ini mengambil tema “Saatnya Perhutanan Sosial”.
Buku Flora di Habitat Bekantan Lahan Basah Suwi ini merupakan panduan praktis dalam kegiatan penelitian. Buku ini ditulis oleh Mukhlisi, Tri Atmoko dan Priyono dengan editor Adi Susilo, Sofyan Iskandar dan diterbitkan oleh Forda Press tahun 2018.
Salam Konservasi,
Menutup tahun 2018, Balitek KSDA menerbitkan Majalah Swara Samboja Vol VII/No 3/Th 2018 dengan mengangkat tema “Berburu Resep Obat di Haratai” yang ditulis oleh Noorcahyati, salah satu peneliti obat di Balitek KSDA. Tulisan ini merupakan catatan perjalanan pendokumentasian beraneka resep obat dari etnis Dayak Meratus di Haratai. Haratai merupakan sebuah desa dekat kawasan objek wisata air terjun Haratai di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Salam Konservasi,
Taman Nasional Kayan Mentarang, Benteng Perlindungan Lutung Bangat di Indonesia” menjadi tema utama Majalah Swara Samboja Vol. VII/No. 2/Th 2018. Sebaran lutung bangat (menurut IUCN) meliputi seluruh kawasan TN. Kayan Mentarang dan menurut populasinya adalah yang paling besar. Tim survei terdiri dari peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA), Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Polisi Kehutanan dan didukung oleh Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dari Balai TN. Kayan Mentarang mencoba mendokumentasikan lutung bangat ini dan ditulis oleh Tri Atmoko dkk.
Salam Konservasi,
Prospek perkembangan ekowisata di Indonesia sangat cerah mengingat tren industri pariwisata domestik maupun global terus meningkat. Namun implementasi ekowisata jika tidak hati-hati justru malah mengancam upaya konservasi dan merusak destinasi ekowisata yang ada. Membahasnya secara lengkap, tulisan Ardiyanto Wahyu Nugroho berjudul “Implementasi dan Tantangan Ekowisata dalam Upaya Konservasi Sumberdaya Hutan: Apakah sudah memenuhi konsep kelestarian?” menjadi tajuk utama Majalah Swara Samboja Vol VII/No 1/Th 2018.
Sebagai kelanjutan buku 150 Inovasi BLI, buku ini menambahkan 50 inovasi terbaru yang telah dihasilkan oleh BLI di berbagai bidangke hutanan dan lingkungan hidup seperti benih unggul, produk makanan, alat identifikasi kayu otomatis, teknik agroforestri, teknologi pencegahan bencana, dan beragam gagasan yang mendukung pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan secara berkelanjutan. Masih seperti pada edisi-edisi sebelumnya, buku 200 Inovasi BLI ini masih mengklasifikasikan inovasi BLI ke dalam 4 (empat) kategori utama yaitu: (1) Produk; (2) Alat; (3) Proses; dan (4) Gagasan, dengan upaya untuk mengelompokkan inovasi-inovasi yang terkait.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan komoditas hasil kehutanan yang potensial namun pemanfaatannya masih belum optimal. Pada edisi yang lalu, warta cendana menampilkan topik tentang konsep HHBK ditinjau dari aspek teoritis. Konsep HHBK tersebut coba digali lebih mendalam oleh saudara S. Agung Sri Raharjo melalui artikelnya berjudul 'HHBK Unggulan: Apa dan Bagaimana menetapkannya?'. Semoga artikel tersebut memberikan pencerahan kepada kita terhadap potensi HHBK.
Sebagaimana evolusi kehidupan dan tekanan lingkungan, banyak yang kemudian menghilang ditelan perjalanan waktu. Alangkah sayangnya, bila dalam sepanjang keberadaannya di bumi, suatu jenis pohon belum sempat termanfaatkan secara optimal oleh umat manusia. Dalam edisi kali ini, Majalah CerDAS menghadirkan ikhtiar pelestarian berbagai tanaman, terutama pohon, yang semakin hari semakin terdesak keberadaaannya.
Tak terasa, Warta Cendana telah mencapai edisi kesepuluh. Tentu saja, eksistensi kami tidak terlepas dari kesinambungan para penulis dalam menuangkan gagasannya serta antusiasme para pembaca sekalian. Pada edisi ini, gagasan merekonstruksi konsep Hasil Hutan BUkan Kayu mengemuka. Wacana tersebut berlandaskan pada perbedaan pandangan antara Ahenkan dan Boon, Food Agriculture Organisation, Chandresekharan dan Belcher et al. Dimanakah letak perbedaan pandangan para ilmuwan tersebut?. Pembaca dapat menemukan jawabannya pada artikel bertajuk: Hasil Hutan Bukan Kayu, Konstruksi Teoritis dan Yuridis di Indonesia. Artikel lain yang tidak kalah menarik adalah manfaat ekosistem sumber mata air dan dilema keberadaan tanaman invasif akasia berduri di Pulau Rote.
Penulisan buku “HUTAN JATI: Tempat tumbuh, Hasil Air, dan Sedimen” didasarkan kepada masih kurangnya karya tulis yang tertuang dalam bentuk artikel yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah, buku ilmiah, maupun artikel-artikel lain dalam bentuk semi ilmiah maupun populer yang menyajikan dan membahas tentang tata air DAS yang ditanami hutan tanaman jati agar pembaca atau masyarakat mengetahui sampai sejauh mana hutan jati berperanan dalam menanggulangi puncak-puncak debit atau banjir, dan tata air lainnya.
Penulisan buku ini ditujukan untuk para akademisi, peneliti, mahasiswa, dan pengambil kebijakan yang terkait dengan pengelolaan DAS. Dalam buku ini disampaikan informasi kondisi biofisik tempat tumbuh dan sifat pohon jati yang unik dalam kaitannya dengan tata air DAS berhutan jati. Selanjutnya disampaikan hasil air dari DAS/sub DAS yang berkaitan dengan debit bulanan, tahunan, aliran rendah, respon hidrologi sub DAS berhutan jati terhadap hujan yang termasuk ekstrim maupun fluktuasi air tanah. Selain itu, disajikan dan dibahas sumber-sumber sedimen yang berasal dari erosi pada lahan di daratan dan juga pada tebing-tebing sungai, serta tindakan-tindakan konservasi tanah dan air untuk mencegah dan menanggulangi erosi sebagai sumber sedimen.
Ministry of Environment and Forestry