No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
31 |
STRUKTUR DAN SEBARAN TEGAKAN DIPTEROCARPACEAE DI SUMBER BENIH MERAPIT, KALIMANTAN TENGAH |
Tri Atmoko, Zainal Arifin & Priyono |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam |
2011 |
Penelitian struktur dan sebaran pohon Dipterocarpaceae telah dilakukan di Sumber Benih Merapit, Kalimantan Tengah. Penelitian dilakukan dengan membuat tujuh petak ukur tidak permanen berukuran 100 x 100 m yang ditempatkan secara purposive sampling. Pohon Dipterocarpaceae berdiameter batang > 10 cm dicatat jenisnya dan diukur diameter, tinggi serta koordinat x dan y. Hasil penelitian diketahui sebanyak 31 pohon Dipterocarpaceae yang termasuk dalam empat marga. Terdapat tiga strata pohon pada tegakan sumber benih Merapit, yaitu strata A (tinggi > 30 m), B (tinggi 20-30 m) dan C (tinggi 4-20 m), dimana 44,88% pohon menempati strata A. Jenis Shorea parvifolia Dyer. ditemukan paling dominan dan menyebar pada semua petak pengamatan, selain itu 15 pohon di antaranya memenuhi syarat sebagai pohon induk.
Detail |
|
32 |
PELESTARIAN CENDANA (Santalum album Linn) SECARA SWADAYA OLEH MASYARAKAT DI DESA NANSEAN KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA |
Budiyanto Dwi Prasetyo & S. Agung Sri Raharjo |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai penelitian Kehutanan Kupang |
2011 |
Penurunan populasi cendana (Santalum album Linn.) yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa dekade terakhir menyebabkan berbagai pihak mengupayakan aksi penyelamatan cendana. Di antara pihakpihak tersebut, terdapat masyarakat yang secara swadaya dan mandiri sudah melakukan upaya pelestarian cendana. Penelitian ini bertujuan mengetahui secara deskriptif upaya pelestarian cendana secara swadaya oleh masyarakat. Penelitian dilakukan di Desa Nansean, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi NTT tahun 2009. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur, wawancara mendalam dan studi literatur. Jumlah responden sebanyak 30 responden (n=30) atau 10% dari jumlah kepala keluarga. Hasil penelitian menunjukkan, persepsi masyarakat bersifat positif terhadap cendana dan dapat menjadi modal sosial terhadap upaya pelestarian cendana. Masyarakat masih menggunakan teknik budidaya dan pemeliharaan cendana secara tradisional. Meski demikian, tingkat keberhasilannya dapat ditingkatkan jika menggunakan petunjuk teknis budidaya cendana yang ada. Upaya pelestarian cendana secara swadaya oleh masyarakat belum mendapat dukungan dari pihak pemerintah, terutama soal teknik budidaya, pemeliharaan, dan kebijakan. Penelitian ini menyarankan; (1) potensi yang ada di masyarakat dijadikan modal dasar bagi upaya lanjutan pelestarian cendana di NTT, (2) dilakukan kajian tentang teknik budidaya cendana tradisional, (3) peningkatan penguasaan teknik budidaya cendana petani agar sesuai standar petunjuk teknis budidaya cendana dan (4) dilakukan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) terbaru cendana.
Detail |
|
33 |
POPULASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) LOKAL PADA LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA |
Maliyana Ulfa, Agus Kurniawan, Sumardi, & Irnayuli Sitepu |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Palembang |
2011 |
Penelitian mengenai perkembangan jamur mikoriza arbuskula pada timbunan bukan tanah atasan dilakukan di areal bekas tambang batubara PT. Bukit Asam, Sumatera Selatan, pada 0, 8, 9, 10 dan 19 tahun pasca penimbunan. Tujuan penelitian adalah menganalisis keberadaan jamur mikoriza arbuskula serta hubungannya dengan umur lahan pasca penimbunan. Spora jamur mikoriza arbuskula diperoleh menggunakan metode saring basah. Hubungan keberadaan jamur mikoriza arbuskula dengan umur lahan pasca penimbunan dievaluasi menggunakan hubungan fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. ditemukan pada semua lokasi sedangkan Glomus sp. dijumpai setelah delapan tahun penimbunan. Ketiga jamur mikoriza menunjukkan karakter yang khas dalam kolonisasi di timbunan bukan tanah atasan, walaupun pada umur timbunan yang berbeda-beda. Penimbunan tanpa menggunakan top soilmenyebabkan perkembangan jamur mikoriza arbuskula tidak berjalan dengan konsisten. Oleh karena itu, tanah bukan top soil sebaiknya tidak digunakan untuk menimbun areal bekas tambang batubara.
Detail |
|
34 |
ISOLAT DAN KARAKTERISASI ENZIMATIS MIKROBA LIGNOSELULOLITIK DI TIGA TIPE EKOSISTEM TAMAN NASIONAL |
Luciasih Agustini, Ragil S.B. Irianto, Maman Turjaman, & Erdy Santoso |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2011 |
Biomassa berlignoselulosa sering dianggap sebagai limbah dari industri kehutanan dan pertanian. Sebenarnya, material yang mengandung senyawa lignin, selulosa dan hemiselulosa ini dapat menjadi sumber energi dan sumberdaya baru yang penting bagi pengembangan industri yang lebih ramah lingkungan. Di alam banyak terdapat mikroba yang berpotensi untuk proses perombakan biomassa, baik berupa jamur, bakteri, maupun ragi atau khamir. Hutan Indonesia kaya akan biodiversitas mikroba, namun penelitian mengenai biodiversitas mikroba yang mampu mendegradasi biomassa berlignoselulosa masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang eksplorasi dan bioprospeksi mikroba yang berpotensi menghasilkan enzim-enzim lignoselulolitik. Eksplorasi mikroba dilakukan di Taman Nasional Karimunjawa, TN Gunung Ciremai dan TN Bali Barat. Isolat diperoleh dari berbagai macam sampel, seperti tanah, serasah dan kayu. Mikroba yang terisolasi diseleksi berdasarkan potensi enzimatisnya menggunakan media selektif (Carboxymethylcellulose (CMC)-agar dan Xylan-agar) dan reagent pendeteksi (Pyrogallol dan α-naphthol). Diperoleh 517 isolat, tujuh diantaranya terindikasi memiliki kemampuan untuk mensintesa empat jenis enzim lignoselulolitik yang diujikan sekaligus.
Detail |
|
35 |
STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI CAGAR ALAM TELAGA RANJENG DAN IMPLIKASI KONSERVASINYA |
Diana Prameswari & Sudarmono |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2011 |
Cagar Alam Telaga Ranjeng (CATR) di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah terletak di lereng Gunung Slamet dan dikelilingi oleh pemukiman dan Perkebunan Teh Kaligua. Cagar Alam ini mempunyai telaga sebagai penangkap air dan keanekaragaman jenis flora yang mempunyai peranan dalam melestarikan fungsi telaga tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi berbagai tumbuhan termasuk semak, anggrek, dan pohon di dataran tinggi tropis di wilayah CATR. Pengumpulan data dilakukan dengan membuat plot-plot pengamatan vegetasi. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif-kuantitatif menggunakan Indeks Nilai Penting (INP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Brucea javanica (L.) Merr. merupakan jenis dominan (INP = 27,50 %) pada tingkat pohon berdiameter < 50 cm. Pinanga coronata Blume merupakan jenis dominan pada tingkat pancang (92,99 %), disusul Antidesma tetrandrum (24,73 %) dan Cyathea latebrosa (Wallich ex W. J. Hooker) Copeland (14,73). A. tetrandrum juga merupakan jenis dominan kedua pada tingkat pohon. Tingkat semai didominasi oleh Cyrtandra sp.. Keanekaragaman jenis tumbuhan pada tingkat pancang dapat menjamin kelestarian hutan CATR di masa mendatang, termasuk dalam konservasi flora dan fauna pada ekosistem hutan Gunung Slamet
Detail |
|
36 |
EKOLOGI DAN PEMANFAATAN NITAS (Sterculia foetida L.) DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR |
Gerson ND Njurumana |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai penelitian Kehutanan Kupang |
2011 |
Penelitian mengenai ekologi dan pemanfaatan nitas (Sterculia foetida L.) bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sebaran ekologi pertumbuhannya pada berbagai mintakat dan jenis tanah serta pemanfaatannya oleh masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dan observasi penyebaran pada berbagai mintakat, kemudian melakukan pengambilan koordinat untuk dipetakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nitas memiliki penyebaran pada berbagai mintakat, terutama pada ketinggian di bawah 750 m dpl. Berdasarkan jenis tanah, sebaran dominan pada tanah kambisol, dan berdasarkan kelerengan banyak ditemukan pada kelerengan agak datar. Masyarakat menggunakan kayunya untuk bahan konstruksi ringan dan pengobatan tradisional. Kesimpulan penelitian adalah nitas memiliki sebaran yang luas, baik dari aspek pemintakatan, jenis tanah dan curah hujan, namun sangat terbatas dari aspek kelerengan
Detail |
|
37 |
POPULASI BURUNG MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI EKOSISTEM SAVANA, TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR |
Mariana Takandjandji & Reny Sawitri |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2011 |
Beberapa jenis satwaliar langka yang ada di Indonesia memiliki nilai ekonomi tinggi yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk hidup (sebagai satwa pelihara untuk kepentingan ekowisata) di antaranya adalah burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766). Penelitian ini bertujuan menyediakan data dan informasi ilmiah tentang bio-ekologi burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766), sehingga dapat diacu dalam pengembangan penangkaran. Penelitian dilakukan melalui pengamatan langsung di habitat hutan konservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) pada dataran rendah berupa ekosistem savana dengan ketinggian bertengger 4-25 m. Pakan burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) berupa bunga, buah, biji rumput-rumputan, dan tumbuhan bawah. Populasi burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di ekosistem savana Bekol dan Bama, Taman Nasional Baluran selama tahun 1988-2007 mengalami penurunan 48%, tetapi sex ratio jantan dan betina sekitar 1:1,6. Pengelolaan habitat pada ekosistem savana perlu dilakukan agar populasi burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Baluran terus meningkat, melalui pemberantasan tanaman invasif Acacia nilotica (L.) yang dapat mengganggu pertumbuhan tumbuhan bawah sebagai sumber pakan burung. Penangkaran burung merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) perlu dioptimalkan dengan memperhatikan aspek bio-ekologi agar dapat mencapai keberhasilan penangkaran.
Detail |
|
38 |
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar Terestrial Di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara |
Wanda Kuswanda dan Abdullah Syarief Muhktar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli |
2010 |
Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan habitat beragam jenis satwaliar, termasuk mamalia terestrial. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman jenis, kepadatan, pola sebaran, status dan strategi pengelolaan populasi mamalia besar terestrial. Pengamatan mamalia dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak pada plot penelitian seluas 35 ha. Hasil penelitian menemukan sebanyak 19 jenis mamalia dengan indeks keanekaragaman jenis tertinggi didapat pada tipe habitat hutan primer sub pegunungan di zona inti sebesar 1,96. Jenis satwa yang memiliki kepadatan rata-rata tertinggi adalah babi/Sus scrofa Linnaeus, sebanyak 0,74 individu/ha dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae Pocock) sebagai jenis kritis terancam punah memiliki kepadatan 0,06 individu/ha. Pola sebaran horizontal secara umum berbentuk acak. Lima belas jenis termasuk satwa dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999, 10 jenis termasuk dalam Appendix CITES, dan 10 jenis termasuk Red Data Book IUCN Tahun 2008. Strategi yang dapat dikembangkan dalam pelestarian mamalia terestrial di antaranya adalah pengaturan ukuran populasi, memelihara kesinambungan habitat sebagai wilayah jelajah, mempertahankan keragaman tipe ekosistem, dan minimalisasi aktivitas gangguan dan interaksi masyarakat di dalam kawasan taman nasional.
Detail |
|
39 |
Kesesuaian Jenis Untuk Pengayaan Habitat Orangutan Terdegradasi Di Daerah Penyangga Cagar Alam Dolok Sibual-Buali |
Wanda Kuswanda dan Asep Sukmana |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli |
2009 |
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pertumbuhan dan jenis tanaman yang sesuai untuk pengayaan pada berbagai tipe lahan terdegradasi yang berfungsi sebagai habitat orangutan (Pongo abelii Lesson) di daerah penyangga Cagar Alam Dolok Sibual-buali, Tapanuli Selatan. Parameter pertumbuhan (pertumbuhan tinggi, persen hidup, dan persen kesehatan tanaman) diamati pada plot seluas 0,4 ha (10 plot dengan ukuran 20 m x 20 m setiap plot), lima plot untuk setiap perlakuan pola tanam (pola jalur dan pola acak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada pola jalur adalah rambutan (Cryptocarya nitens (Blume) Koord.&Val.) sebesar 0,88cm/bulan dan pada pola acak adalah meranti (Shorea leprosula Miq) sebesar 0,93 cm/bulan. Begitu pula, berdasarkan klasifikasi tipe lahan adalah rambutan sebesar 1,2 cm/bulan (lahan kosong dan budidaya) dan durian (Durio zibethinus Murr) sebesar 0,93 cm/bulan (hutan sekunder). Jenis yang memiliki persen hidup tertinggi pada pola tanam jalur adalah durian sebesar 96% dan pada pola acak adalah medang (Litsea odorifera Valeton) sebesar 84%. Ratarata persen kesehatan tanaman pada pola tanam jalur sebesar 65% dan pada pola acak 64,9%. Hasil analisis uji t diperoleh bahwa pola tanam tidak berpengaruh terhadap persen hidup dan persen kesehatan tanaman. Jenis tanaman yang sesuai untuk pengayaan habitat pada tipe hutan rakyat sebagai jalur hijau adalah meranti (S. leprosula) dan medang (L. odorifera), pada lahan kosong atau semak belukar sebagai daerah interaksi adalah kombinasi antara tanaman penghasil kayu dengan MPTs (multipurpose tree species); dan pada lahan budidaya adalah tanaman MPTs, seperti durian (D. zibethinus), nangka (Artocarpus integra Merr), dan rambutan (C. nitens).
Detail |
|
40 |
Status Populasi Dan Habitat Burung Di BKPH Bayah, Banten |
N.M. Heriyanto, R. Garsetiasih, dan Pujo Setio |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang status populasi, tipe habitat, dan keragaman jenis burung di BKPH Bayah, KPH Banten. Metode pengamatan dilakukan dengan meletakkan plot sepanjang satu km lebar 50 m pada masing-masing habitat. Hasil penelitian menunjukkan, burung yang dijumpai di lokasi penelitian berjumlah 104 jenis yang tercakup dalam 31 famili, 21 jenis di antaranya dilindungi menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Satu jenis burung yaitu Pitta guajana Muller termasuk dalam Appendix II CITES. Habitat burung di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bayah, Banten ada empat tipe yaitu hutan alam, hutan mahoni, hutan jati, dan hutan campuran, di mana hutan campuran mempunyai keragaman jenis burung dan keseimbangan paling tinggi (H = 3,54 dan E = 0,90). Kepadatan dan keragaman burung di lokasi penelitian didominasi oleh jenis walik jambu (Ptilinopus jambu Gmelin) sebanyak 240 ekor/km2 dan 0,33, anis hutan (Zoothera andromedae Latham) sebanyak 150 ekor/km2 dan 0,20, walet serang hitam (Collocalia maxima Linnaeus) sebanyak 120 ekor/km2 dan 0,24, cinenen pisang (Orthotomus sutorius Pennant) 120 ekor/km2 dan 0,23, cica daun sayap biru (Chloropsis cochinchinensis Gmelin) sebanyak 120 ekor/km2 dan 0,17. Pengelolaan secara in-situ telah dilakukan oleh Perhutani dengan mempertahankan hutan alam sebagai hutan lindung, dan meningkatkan kesadaran masyarakat mencegah perburuan liar.
Detail |
|