No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
41 |
STATUS POPULASI DAN KONSERVASI SATWALIAR MAMALIA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, JAWA BARAT |
Hendra Gunawan dan M. Bismark |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2007 |
Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan salah satu kantong habitat hutan tropis yang tersisa di Jawa Barat. Taman nasional ini memiliki tiga fungsi utama, yaitu mengkonservasi air, menyangga kehidupan masyarakat sekitar, dan melestarikan keanekaragaman hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi satwa mamalia (selain bangsa tikus dan kelelawar), sebaran populasi, dan habitatnya. Pengamatan satwa dilakukan pada jalur-jalur transek dan posisi geografis ditentukan berdasarkan GPS. Hasil penelitian ini menemukan 21 jenis mamalia (selain bangsa tikus dan bangsa kelelawar) masing-masing di blok Hutan Pesawahan dan Linggarjati, empat jenis di blok Hutan Telaga Remis, dan enam jenis di blok Hutan Cibeureum. Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) mamalia di blok Hutan Pesawahan adalah 2,56; Linggarjati 2,58; Cibeureum 0,35; dan Telaga Remis 1,31. Indeks keseragaman (e) satwa mamalia di blok Pesawahan adalah 0,84; Linggarjati 0,85; Cibeureum 0,20; dan Telaga Remis 0,94. Dari 21 jenis mamalia yang ditemukan, 19 jenis di antaranya sudah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999. Sebelas jenis mamalia termasuk dalam Appendix CITES dan delapan jenis termasuk dalam daftar Red Data Book IUCN. Satwa mamalia tersebar secara vertikal mulai dari ketinggian 225 m dpl sampai lebih dari 1.000 m dpl. Dari ketinggian 600 m dpl ke atas jumlah jenis yang dapat dijumpai semakin menurun disebabkan oleh menurunnya ketersediaan dan keanekaragaman jenis pakan. Sementara, sedikitnya jenis yang dijumpai di bawah ketinggian 300 m dpl, karena habitatnya berbatasan dengan lahan budidaya dan pemukiman.
Detail |
|
42 |
Status Konservasi Mamalia dan Burung di Taman Nasional Merbabu |
Reny Sawitri, Abdullah Syarief Mukhtar, dan Sofian Iskandar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2010 |
Taman Nasional (TN) Merbabu merupakan jejaring kawasan yang termasuk dalam jaringan kawasan konservasi di Jawa Tengah bagi satwa mamalia dan burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi habitat, satwa mamalia, burung dan status konservasinya. Pengamatan satwa dilakukan pada jalur transek pendakian maupun ditentukan menurut keterwakilan habitat secara purposive random sampling. Hasil pengamatan habitat, di TN Merbabu terdapat hutan alam dan hutan tanaman pinus, puspa, akasia maupun bekas kebakaran dengan keragaman jenis vegetasi sangat rendah (H’ berkisar 0,46-0,59), karena jenis dan populasi pohon sangat terbatas. Hal ini berdampak pada keragaman satwa mamalia (10 jenis) dan burung (45 jenis), di antaranya termasuk macan tutul (Panthera pardus) sebagai species yang terancam punah menurut Red Data Book, IUCN dan Appendix I CITES. Keragaman jenis dan keseimbangan burung yang paling tinggi di hutan alam (H’ = 1,3833 dan E = 0,4475). Kepadatan populasi jenis burung tertinggi diantaranya adalah burung kacamata gunung (Zosterops montanus) = 29 ekor per ha, walet linchii (Collocalia linchii) = 27 ekor per ha, dan sriti (Collocalia esculenta) = 22 ekor per ha, hal ini didukung oleh ketersedian pakannya berupa serangga. Status konservasi satwa mamalia dan burung dihubungkan dengan status keendemikannya, 60% mamalia dilindungi menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1999, 50% termasuk ke dalam IUCN. Status konservasi burung hanya delapan jenis yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7/1999 dan satu jenis termasuk ke dalam Appendix CITES. Keberadaan satwa mamalia maupun burung dengan prioritas konservasi tinggi harus dipertimbangkan dalam penetapan zonasi, sebagai zona inti atau zona rimba.
Detail |
|
43 |
Pengaruh Komposisi Tumbuhan Terhadap Populasi Burung di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara |
Wanda Kuswanda |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli |
2010 |
Kerusakan hutan mengakibatkan beragam jenis burung menjadi terancam punah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai pengaruh komposisi tumbuhan terhadap keanekaragaman jenis dan kepadatan burung sebagai bahan masukan untuk mengembangkan program konservasi burung di kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Penelitian dilakukan pada berbagai kawasan rencana zonasi TNBG, dari tahun 2006-2007. Pengumpulan data tumbuhan melalui analisis vegetasi menggunakan metode garis berpetak dan pengamatan burung menggunakan metode variable circular-plot method. Jenis tumbuhan yang teridentifikasi pada plot penelitian seluas 2,8 ha sebanyak 158 jenis dengan komposisi tumbuhan (kerapatan, frekuensi, dan dominansi total) tertinggi ditemukan pada hutan sub-pegunungan di zona inti. Indeks keanekaragaman jenis burung pada berbagai lokasi penelitian cukup tinggi, yaitu 2,9-3,9 dengan nilai kelimpahan jenis antara 27,2-69,1. Populasi burung sebesar 1,06 ind./ha atau dalam dugaan selang antara 0,4-1,73 ind./ha. Komposisi tumbuhan mempengaruhi sebesar 90,4% terhadap indeks keanekaragaman jenis burung, 94,3% terhadap kelimpahannya, dan 67,3% terhadap nilai kepadatan suatu jenis burung.
Detail |
|
44 |
Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) Di Lanskap Hutan Produksi Yang Terfragmentasi |
Hendra Gunawan, Lilik B. Prasetyo, Ani Mardiastuti, dan Agus P. Kartono |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2009 |
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier 1809) merupakan spesies kunci ekosistem hutan di Jawa yang sedang mengalami ancaman kepunahan akibat fragmentasi habitat. Di Provinsi Jawa Tengah 83,84% hutannya merupakan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani dan terbagi dalam 20 unit pengelolaan (Kesatuan Pemangkuan Hutan). Oleh karena itu kelestarian macan tutul sangat tergantung pada keadaan hutan produksi tersebut. Sejak krisis moneter, hutan produksi di Jawa Tengah terus mengalami deforestasi dan fragmentasi, sehingga mengancam kelestarian macan tutul. KPH Kendal merupakan salah satu daerah penyebaran macan tutul di hutan tanaman jati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik habitat macan tutul di lanskap hutan tanaman yang sedang mengalami fragmentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa di KPH Kendal terdapat tiga populasi macan tutul yang terpisah akibat fragmentasi oleh jalan, perkampungan, dan lahan pertanian. Fragmentasi hutan ditandai oleh peningkatan jumlah Patch, penurunan luas Class Area, peningkatan Total Edge, penurunan Core Area Index, dan peningkatan Mean Shape Index. Fragmentasi habitat macan tutul di KPH Kendal disebabkan oleh okupasi hutan untuk pertanian, konversi untuk pemukiman, pembangunan jalan, jaringan listrik SUTET, dan sistem silvikultur tebang habis. Fragmentasi ini menyebabkan isolasi populasi, degradasi kualitas habitat, dan penyempitan habitat yang secara sendiri atau bersama-sama mengancam kelestarian macan tutul. Macan tutul memilih fitur-fitur habitat tertentu untuk berbagai aktivitasnya, seperti tempat berlindung, tempat melindungi dan memelihara anak, tempat berburu, tempat istirahat, tempat mengasuh anak, dan tempat untuk penandaan teritori. Terdapat 18 jenis satwa yang potensial menjadi mangsa macan tutul di KPH Kendal, tetapi macan tutul memiliki preferensi terhadap kijang (Muntiacus muntjak zimmermann, 1780), monyet abuabu (Macaca fascicularis Raffles, 1821), lutung (Trachipitecus auratus Geoffroy, 1812), babi hutan (Sus scrofa Linnaeus, 1758), dan anjing kampung (Canis familiaris Linnaeus, 1758) sebagai mangsanya.
Detail |
|
45 |
Sistem Perkawinan Bakau Bandul (Rhizophora mucronata Lamk) Berdasarkan Analisis Isozim |
Hamzah, Ulfah J. Siregar, dan Chairil Anwar Siregar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2009 |
Derajat perkawinan silang bakau bandul (Rhizophora mucronata Lamk.) dari beberapa pohon induk yang tumbuh di hutan alam Sumatera, yaitu Sumatra Utara, Riau, Jambi, dan Jawa, yaitu Muara Angke dan Ujung Kulon, diduga menggunakan isozim. Enam sistem enzim dicobakan dalam penelitian ini, masing-masing AAT, ADH, EST, IDH, MDH, dan PER. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakau bandul memiliki sistem perkawinan campuran, dengan perkawinan sendiri sebagai sistem perkawinan utama, karena perkawinan silang hanya berkisar antara 6-32%. Populasi-populasi pada hutan yang tidak mengalami kerusakan berat (Sumatera Utara, Jambi, dan Ujung Kulon) memiliki derajat perkawinan silang lebih tinggi (32%, 17%, dan 19%) dibandingkan dengan populasi-populasi yang hutannya mengalami kerusakan berat (Riau dan Muara angke) yang besarnya masing-masing adalah 13% dan 16%. Rasio polen (serbuk sari) dan ovule (sel telur) beragam antar lokus dan alel, tetapi menunjukkan pembentukan gamet jantan dan gamet betina yang berimbang. Bakau bandul walaupun cenderung untuk selfing (menyerbuk sendiri), tidak memiliki sistem perkawinan berpilih (F = - 0,197), karena setiap alel pada ovule dan polen dari pohon-pohon bakau bandul yang berlainan berasosiasi secara acak. Angin dan serangga tampaknya berperan penting terhadap terjadinya penyerbukan silang.
Detail |
|
46 |
Keragaman Kupu-Kupu Di Resort Selabintana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat |
Benyamin Dendang |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry |
2009 |
Penelitian keragaman kupu-kupu dilaksanakan di Resort Selabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang keragaman jenis kupukupu di Resort Selabintana sebagai salah satu indikator perubahan ekologi dan meningkatkan pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dalam pemanfaatan sumberdaya alam khususnya bagi kegiatan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman kupu-kupu cukup tinggi dengan ditemukannya 17 jenis kupu-kupu dari enam famili. Famili yang dominan ditemukan adalah Nymphalidae yang banyak terdapat di daerah penyangga
Detail |
|
47 |
Karakteristik Vegetasi Habitat Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) Di Delta Mahakam, Kalimantan Timur |
Tri Atmoko dan Kade Sidiyasa |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam |
2008 |
Penelitian tentang karakteristik vegetasi pada habitat bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Delta Mahakam, Kalimantan Timur dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak yang dibuat sejajar dengan tepi sungai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada habitat bekantan terdapat sebanyak 46 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 44 marga dan 31 suku. Sonneratia caseolaris (L.) Engl. merupakan jenis pohon yang paling dominan pada vegetasi tingkat pohon, tiang, dan semai, masing-masing dengan Indeks Nilai Penting (INP) 262,7%, 113,6%, dan 60,3%; sedangkan vegetasi pada tingkat pancang didominasi oleh Hibiscus tiliaceus L. dengan INP sebesar 70,0%. Jenis-jenis pohon yang paling umum digunakan oleh bekantan untuk beraktivitas, yakni makan, tidur, dan istirahat adalah S. caseolaris (L.) Engl. dan Heritiera littoralis Dryand. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan bagi bekantan adalah S. caseolaris (L.) Engl., Syzygium sp., Uncaria sp., Premna corymbosa (Burm. f.) Rottl. & Willd., Vitex pinnata L., H. littoralis Dryand., Caesalpinia sp., Derris spp. (2 jenis), dan Barringtonia sp.
Detail |
|
48 |
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami Di Savana Bekol Taman Nasional Baluran |
Dona Octavia, Susi Andriani, M.Abdul Qirom, dan Fatahul Azwar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Pengelolaan DAS |
2008 |
Padang rumput mempunyai fungsi sebagai tempat penyedia makanan bagi hewan, terutama mamalia herbivora besar, dan pusat aktivitas hewan seperti kawin, mengasuh, dan membesarkan anaknya, serta interaksi sosial lainnya. Selain itu, padang rumput juga merupakan habitat dari berbagai jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai pestisida alami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai pestisida alami di areal savana Bekol Taman Nasional Baluran. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan penentuan ukuran petak contoh, penentuan jumlah petak contoh serta analisis data kuantitatif yang meliputi kerapatan, frekuensi, dan Indeks Nilai Penting (INP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat tujuh spesies yang berfungsi sebagai pestisida alami dari 38 spesies tumbuhan yang ditemui di savana Bekol. Ini berarti bahwa, 18% dari total jenis tumbuhan yang ada berfungsi sebagai pestisida alami.
Detail |
|
49 |
Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Diameter Shorea parvifolia Dyer. |
Mawazin dan Hendi Suhaendi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jarak tanam, intensitas cahaya, dan jenis tanaman. Penanaman jenis unggul dengan jarak tanam yang tepat dan sesuai dengan lingkungannya sangat menentukan keberhasilan penanaman. Shorea parvifolia Dyer. tergolong famili Dipterocarpaceae yang menjadi andalan hutan alam karena mempunyai nilai ekonomi yang signifikan dan termasuk jenis yang tumbuh cepat. Pertumbuhan S. parvifolia yang masih muda cenderung memerlukan naungan, sehingga untuk pertumbuhan awal lebih baik dengan jarak tanam yang rapat, tetapi untuk perkembangan selanjutnya jarak tanam yang lebar memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi besarnya pengaruh jarak tanam yang tepat terhadap pertumbuhan tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada kawasan hutan terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. parvifolia pada umur lima tahun, yang ditanam dengan jarak tanam 1 m x 1 m; 1,5 m x 1,5 m; 2 m x 2 m; dan 3 m x 3 m, mempunyai diameter berturut-turut adalah 6,7 cm; 7,3 cm; 7,3 cm; dan 8,9 cm. Sedangkan riap diameter tanaman yang berumur satu tahun; dua tahun; tiga tahun; empat tahun; dan lima tahun, berturut-turut adalah 1,61 cm; 1,20 cm; 1,94 cm; 1,32 cm; dan 1,14 cm. Apabila riap ini dapat dipertahankan selama pertumbuhannya, maka 35 tahun yang akan datang diameter pohon akan mencapai 50,47 cm. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pengaruh jarak tanam yang tepat dalam rangka meningkatkan pertumbuhan S. parvifolia, sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan hutan alam.
Detail |
|
50 |
Pendekatan Model Sistem Dalam Kebijakan Pengelolaan Populasi Rusa (Cervus timorensis Mul. & Schl. 1844) Di Taman Nasional Baluran |
Agus Sumadi, Sri Utami, dan Efendi Agus Waluyo |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Palembang |
2008 |
Model dinamika populasi rusa di Taman Nasional Baluran terdiri dari tiga sub model, yaitu sub model savana Bekol, sub model dinamika rusa, dan sub model masyarakat. Model sistem ini memberikan gambaran perkembangan populasi rusa yang dipengaruhi oleh perburuan liar, serangan predator ajag (Cuon alphinus Pallas 1811), dan daya dukung savana Bekol. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tingkat perburuan liar dan serangan predator ajag di atas 7% menyebabkan penurunan populasi rusa. Adanya peningkatan perburuan liar dan serangan predator ajag dapat menyebabkan ancaman terhadap kelestarian populasi rusa
Detail |
|