No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
51 |
Beberapa Jenis Cendawan Ektomikoriza Di Kawasan Hutan Sipirok, Tongkoh, Dan Aek Nauli, Sumatera Utara |
Darwo dan Sugiarti |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan |
2008 |
Cendawan ektomikoriza umumnya bersimbiosis dengan tumbuhan tertentu. Dari satu jenis tumbuhan inang dimungkinkan adanya beberapa jenis cendawan ektomikoriza yang menjadi simbionnya atau dari satu jenis cendawan ektomikoriza dapat bersimbiosis dengan beberapa jenis tumbuhan inang. Pada kondisi ekologis suatu daerah yang berbeda dapat ditemukan jenis cendawan ektomikoriza yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di Sipirok (Kabupaten Tapanuli Selatan), Tongkoh (Kabupaten Tanah Karo), dan Aek Nauli (Kabupaten Simalungun). Penelitian bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman cendawan ektomikoriza lokal di kawasan hutan Sipirok, Tongkoh, dan Aek Nauli yang dapat dikembangkan untuk peningkatan kualitas semai dan pertumbuhan tanaman di lapangan guna menunjang keberhasilan rehabilitasi lahan kritis. Telah ditemukan 16 jenis cendawan ektomikoriza, yaitu 3 jenis di Sipirok (Boletus sp.(1), Suillus sp.(1), dan Inocybea sp.) di bawah tegakan tusam; 5 jenis di Tongkoh (Russula sp.(1), Russula sp.(2), Russula sp.(3), Russula sp.(4), dan Lactarius sp.(1) di bawah tegakan tusam; dan 9 jenis di Aek Nauli (Scleroderma citrinum, Suillus sp.(2), Russula sp.(1), Russula sp.(5), Russula sp.(6), Lactarius sp.(2), Russula sp.(7), Russula sp.(8), Boletus sp.(2), dan Boletus sp.(3) di bawah tegakan tusam. Jenis ektomikoriza lokal yang ditemukan ini sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam pembibitan tanaman yang sesuai dengan tanaman inangnya. Kawasan yang memiliki potensi mikorizanya banyak, sebaiknya dilindungi sebagai sumber plasma nutfah ektomikoriza.
Detail |
|
52 |
Pengaruh Jenis Media Dan Pupuk Nitrogen, Posfor, Dan Kalium (NPK) Terhadap Pertumbuhan Bibit Pohon Penghasil Gaharu Jenis Karas (Aquilaria malaccensis Lamk) |
Yana Sumarna |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Gaharu tergolong salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai komersial tinggi. Produksi gaharu dapat diperoleh dengan cara memungut dari pohon yang telah mati secara alami. Akibat semakin sulitnya mendapatkan pohon yang mati tersebut serta permintaan pasar dengan harga jual yang semakin tinggi, kini masyarakat mencari gaharu dengan cara menebang pohon dan mencacah batang untuk mencari bagian kayu yang telah bergaharu. Tingginya pemungutan gaharu dengan cara menebang pohon hidup di berbagai wilayah, mengakibatkan populasi pohon penghasil gaharu terancam punah. Salah satu upaya konservasi untuk menjaga kelestarian produksi gaharu pada masa mendatang adalah melalui pembudidayaan di berbagai wilayah sentra produksi serta pada lahan-lahan yang memenuhi kesesuaian tempat tumbuh. Tersedianya bahan tanaman berkualitas merupakan faktor dasar yang menentukan keberhasilan budidaya. Penelitian pemeliharaan bibit di persemaian dilakukan dengan metode rancangan split plot dengan media sebagai plot utama dan perlakuan dosis pupuk NPK sebagai sub plot, diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai teknik pemupukan untuk memperoleh bibit yang berkualitas. Hasil pengujian terhadap pertumbuhan bibit karas (Aquilaria malaccensis Lamk) menunjukkan bahwa diantara empat faktor jenis media (A : tanah, B : tanah + kompos (1:1), C : tanah + pasir (1:1), dan D : tanah + kompos + pasir (1:1:1)), dengan tiga faktor dosis pupuk NPK (a : 0 gram, b : dua gram, dan c : empat gram), diperoleh gambaran teknis bahwa media B (campuran tanah + kompos (1:1)) dan D (campuran tanah + kompos + pasir (1:1:1)) dengan induksi dua gram pupuk NPK menghasilkan persen tumbuh bibit yang optimal dan cepat mencapai umur siap tanam.
Detail |
|
53 |
Pengaruh Kondisi Kemasakan Benih Dan Jenis Media Terhadap Pertumbuhan Semai Tanaman Penghasil Gaharu Jenis Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) |
Yana Sumarna |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Gaharu tergolong Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki nilai guna yang kompleks, selain sebagai bahan parfum dan kosmetika, juga sebagai bahan baku industri obat-obatan. Produk gaharu semula dihasilkan dari pohon penghasil yang telah mati, akan tetapi kini masyarakat mencari gaharu dengan cara menebang pohon hidup yang bisa mengancam kelestarian sumberdaya pohon penghasil. Sejak tahun 2004 jenis Aquilaria spp. dan Gyrinops sp. telah ditetapkan sebagai tumbuhan langka dalam Appendix II oleh Komisi II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Upaya konservasi sumberdaya pohon penghasil gaharu untuk menjaga kelestarian produksi dapat dilakukan melalui upaya pembudidayaan. Sesuai sifat biologis tumbuhan, bahan tanaman penghasil gaharu dapat dibudidayakan dengan benih yang jatuh di bawah pohon induk atau dengan cara pengumpulan benih dari hasil pemanenan buah yang telah matang secara fisiologis. Secara teknis pertumbuhan benih untuk menghasilkan anakan tingkat semai yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan dipengaruhi oleh jenis media perkecambahan yang digunakan. Melalui pengujian terhadap benih jatuh (A) dan benih dari buah hasil panen (B) yang dikecambahkan dengan tiga perlakuan jenis media: (a) tanah, (b) tanah + kompos organik (1 : 1), dan (c) tanah + pasir zeolit, diperoleh persen tumbuh benih jatuh (A) sekitar 82,88% dan benih dari buah matang sekitar 70,33% setelah tiga bulan tanam, dengan media perkecambahan yang baik ditunjukkan oleh perlakuan campuran tanah dengan kompos organik (b)
Detail |
|
54 |
Profil Keragaman Dan Keberadaan Spesies Dari Suku Dipterocarpaceae Di Taman Nasional Meru Betiri, Jember |
Titi Kalima |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Penelitian dilakukan di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jember pada bulan Juni 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data populasi, persebaran spesies Dipterocarpaceae dan perubahan keragaman struktur flora pohon yang terjadi di kawasan hutan Sumbergadung dan Lodadi, TNMB, Jember. Jalur berukuran panjang 300 m dan lebar 20 m dibuat pada tempat di mana ditemukan spesies Dipterocarpaceae, kemudian dibuat 15 plot contoh berukuran 20 m x 20 m untuk mendata semua spesies pohon yang berdiameter batang > 20 cm, tingkat tiang (10-19,9 cm), dan pancang (2-9,9 cm) pada plot berukuran 10 m x 10 m; dan semai (< 1,9 cm) pada plot berukuran 5 m x 5 m. Jumlah spesies dan individu, tinggi bebas cabang dan total, diameter batang dan tajuk dicatat. Hasil penelitian di dua lokasi ditemukan spesies Dipterocarpus hasseltii Blume. di Sumbergadung teridentifikasi 29 spesies tingkat pohon, 13 spesies tingkat tiang, 11 spesies tingkat pancang, dan delapan spesies tingkat semai. Sedangkan di Lodadi ditemukan 16 spesies tingkat pohon, 16 spesies tingkat tiang, sembilan spesies tingkat pancang, dan delapan spesies tingkat semai. Kedua profil keragaman spesies tersebut dianalisis pada plot berukuran 50 m x 20 m. Spesiesspesies yang dominan untuk tingkat pohon di Sumbergadung adalah Pterospermum javanicum Jungh. (INP=29,75%), tingkat tiang oleh Ficus septica Burm. (INP=53,52%), dan tingkat pancang oleh Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterm.( INP =56,15%). Sedangkan di Lodadi untuk tingkat pohon didominasi oleh Tetrameles nudiflora R.Br. (INP=37,01%), tingkat tiang oleh Terminalia bellirica (Gaertn.) Roxb.( INP=40,11 %), tingkat pancang oleh Dipterocapus hasseltii Blume (INP=43,08%), dan tingkat semai,
Detail |
|
55 |
Aplikasi Inokulum EM-4 Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) |
Suhartati |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan |
2008 |
Media pembibitan yang diaplikasikan dengan inokulum mikroba diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang lama fermentasi inokulum EM-4 yang terbaik untuk pertumbuhan bibit tanaman sengon (Parasereanthes falcataria (L.) Nielsen di persemaian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-September 2006, di lokasi persemaian Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima perlakuan lama waktu fermentasi yaitu : F0 = tanpa fermentasi (kontrol); F1 = fermentasi selama 3 hari; F2 = fermentasi selama 6 hari; F3 = fermentasi selama 9 hari; F4 = fermentasi selama 12 hari. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan bibit tanaman, meliputi tinggi, diameter batang, dan jumlah daun.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi EM-4 dapat meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman sengon di persemaian. Perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan optimal adalah media pembibitan yang difermentasi selama 6 hari. Pertumbuhan dari semua perlakuan meningkat sampai periode kedua, namun periode berikutnya media yang tidak difermentasi menunjukkan pertumbuhan yang agak lambat dibanding dengan media yang difermentasi.
Detail |
|
56 |
Beberapa Aspek Ekologi, Populasi Pohon, Dan Permudaan Alam Tumbuhan Penghasil Gaharu Kelompok Karas (Aquilaria Spp.) Di Wilayah Provinsi Jambi |
Yana Sumarna |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2008 |
Indonesia memiliki potensi sumberdaya pohon penghasil gaharu tertinggi di dunia, secara biologis tumbuh pada berbagai kondisi ekosistem serta tipe hutan. Gaharu semula diperoleh masyarakat dengan cara memungut dari pohon penghasil yang telah mati alami. Akibat berkembangnya nilai guna dan tingginya permintaan pasar dengan harga jual tinggi, kini masyarakat memburu gaharu dengan cara menebang pohon hidup yang telah mengancam kelestarian populasi sumberdaya. Komisi CITES (Convention on International Trade on Endangered Species of Wild Flora and Fauna), sejak tahun 2004 telah menetapkan genus Aquilaria spp. dan Gyrinops sp. masuk dalam Appendix II CITES. Dalam upaya konservasi dan pembudidayaan pohon penghasil gaharu, secara biologis perlu memperhatikan aspek parameter ekologis tempat tumbuh. Untuk mendukung keberhasilan tumbuh dalam budidaya, dasar teknis akan ditentukan oleh parameter ekologis tempat tumbuh. Penelitian yang dilakukan melalui metode survey dalam tiga blok pengamatan sesuai ketinggian di atas permukaan laut (<100 m, 200 m, >200 m) yang diulang tiga kali yang dilakukan di wilayah hutan Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Diperoleh data parameter ekologis berupa suhu udara nisbi berada antara 20-33º C, kelembaban nisbi antara 78-81%, intensitas cahaya antara 56-75% dengan curah hujan wilayah antara 1.200-1.500 mm/th. Populasi pohon Aquilaria spp. dalam kawasan hutan sesuai ketinggian tempat tumbuh rata-rata hanya 7 batang per satuan kelompok sebaran ketinggian tempat tumbuh, sedang potensi populasi permudaan alam pada setiap pohon induk untuk jenis Aquilaria malaccensis Lamk rata-rata sebanyak 287 batang (luas tajuk 20,3 m2 ) dan untuk jenis Aquilaria microcarpa Bail sebanyak 331 batang (luas tajuk 24,5 m2).
Detail |
|
57 |
Status Konservasi Mamalia dan Burung di Taman Nasional Merbabu |
Reny Sawitri, Abdullah Syarief Mukhtar, dan Sofian Iskandar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2010 |
Taman Nasional (TN) Merbabu merupakan jejaring kawasan yang termasuk dalam jaringan kawasan konservasi di Jawa Tengah bagi satwa mamalia dan burung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi habitat, satwa mamalia, burung dan status konservasinya. Pengamatan satwa dilakukan pada jalur transek pendakian maupun ditentukan menurut keterwakilan habitat secara purposive random sampling. Hasil pengamatan habitat, di TN Merbabu terdapat hutan alam dan hutan tanaman pinus, puspa, akasia maupun bekas kebakaran dengan keragaman jenis vegetasi sangat rendah (H’ berkisar 0,46-0,59), karena jenis dan populasi pohon sangat terbatas. Hal ini berdampak pada keragaman satwa mamalia (10 jenis) dan burung (45 jenis), di antaranya termasuk macan tutul (Panthera pardus) sebagai species yang terancam punah menurut Red Data Book, IUCN dan Appendix I CITES. Keragaman jenis dan keseimbangan burung yang paling tinggi di hutan alam (H’ = 1,3833 dan E = 0,4475). Kepadatan populasi jenis burung tertinggi di antaranya adalah burung kacamata gunung (Zosterops montanus) = 29 ekor per ha, walet linchii (Collocalia linchii) = 27 ekor per ha, dan sriti (Collocalia esculenta) = 22 ekor per ha, hal ini didukung oleh ketersedian pakannya berupa serangga. Status konservasi satwa mamalia dan burung dihubungkan dengan status keendemikannya, 60% mamalia dilindungi menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1999, 50% termasuk ke dalam IUCN. Status konservasi burung hanya delapan jenis yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7/1999 dan satu jenis termasuk ke dalam Appendix CITES. Keberadaan satwa mamalia maupun burung dengan prioritas konservasi tinggi harus dipertimbangkan dalam penetapan zonasi, sebagai zona inti atau zona rimba
Detail |
|
58 |
Pengelolaan dan Perilaku Burung Elang di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi |
Reny Sawitri dan Mariana Takandjandji |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2010 |
Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memfasilitasi penyelamatan dan rehabilitasi satwaliar, pelepasliaran satwaliar ke habitat alamnya, dan pendidikan program konservasi satwaliar. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang pengelolaan dan perilaku burung elang di PPSC. Metode yang digunakan adalah tabulasi keragaman jenis burung elang dari tahun 2005-2008, rata-rata aktivitas perilaku diam, bergerak dan ingestif. Burung elang di PPSC berjumlah 65 individu, 14 jenis dan yang telah dilepasliarkan sampai tahun 2005 berjumlah 31 individu. Pengamatan di kandang menunjukkan aktivitas stasioner (diam) yang merupakan bagian perilaku diam sebesar 29,4% yang berlangsung lama dengan frekuensi kecil. Aktivitas ini dilakukan saat suhu lingkungan mulai naik atau tinggi dengan bertengger pada kayu. Perilaku bergerak yang sering dilakukan adalah terbang (18,46%), mendatangi pakan (13,20%), dan berjalan (10,39%). Perilaku makan dibedakan menurut jenis burung dan pakan. Pemberian pakan berupa mangsa hidup membangkitkan sifat liar, memperpendek waktu mendekati makan maupun aktivitas makan. Sanitasi burung elang dan lingkungan dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan, pemberian obat-obatan, dan pembersihan kandang.
Detail |
|
59 |
Jenis dan Preferensi dan Polen Sebagai Pakan Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar |
Amiril Saridan |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda |
2010 |
Langkah upaya konservasi kelelawar diawali dengan mengetahui faktor jenis pakan yang disukainya. Metode yang dilakukan adalah mengidentifikasi polen yang termakan, menggunakan analisis polen. Tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan informasi tentang jenis tumbuhan pakan kelelawar dan faktor-faktor tumbuhan pakan yang disukainya, meliputi faktor tipe mahkota bunga, tipe polen, dan ukuran polen. Hasil dari identifikasi polen yang ditemukan menunjukkan bahwa spesies Cynopterus titthaecheilus Temminck jantan dan Eonycteris spelaea Dobson jantan dipengaruhi oleh faktor bentuk mahkota kedok (stellatus). Spesies C. titthaecheilus betina dipengaruhi kuat oleh bentuk mahkota (piringan), sedangkan spesies Cynopterus brachyotis Müller jantan, Macroglossus sobrinus K. Andersen jantan, dan E. spelaea betina dipengaruhi kuat oleh bentuk mahkota kupu-kupu (papilionaceus), tabung (tubulus), dan bintang (stellatus). Spesies Cynopterus minutus Miller betina dan Cynopterus sphinx Vahl betina dipengaruhi kuat oleh bentuk mahkota lonceng (campanulatus) dan bulir. Spesies C. Brachyotis betina dipengaruhi kuat oleh bentuk mahkota bulir (inflorescences) dan mangkuk (urceolatus). Spesies C. titthaecheilus jantan dipengaruhi kuat oleh tipe polen suboblate. Untuk jenis C. brachyotis jantan, M. sobrinus jantan, dan E. spelaea betina dipengaruhi kuat oleh tipe polen prolate spheroidal, sedangkan spesies C. titthaecheilus betina dipengaruhi kuat oleh tipe polen oblate. Spesies C. brachyotis jantan dipengaruhi kuat oleh tipe polen peroblate dan prolate, sedangkan untuk jenis M. sobrinus jantan dan C. minutus betina dipengaruhi oleh tipe polen perprolate. Spesies C. minutus betina dipengaruhi kuat oleh bentuk polen perprolate dan suboblate. Ukuran polen gigantea dan magna mempengaruhi spesies C. brachyotis jantan, C. titthaecheilus, M. sobrinus jantan, E. spelaea betina, sedangkan permagnae menunjukkan pengaruh yang lemah terhadap jenis kelelawar.
Detail |
|
60 |
Status Populasi Dipterocarpaceae di Hutan Lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah |
Titi Kalima |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2010 |
Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah pada bulan Juli 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi status populasi spesies dari famili Dipterocarpaceae dan keragaman jenis pohon di hutan lindung Capar, Brebes, Jawa Tengah. Jalur berukuran panjang 100 m dan lebar 100 m dibuat pada tempat ditemukannya spesies dari famili Dipterocarpaceae (yaitu di Blok Gn. Bongkok dan Cikadu), kemudian dibuat 100 plot contoh berukuran 10 x 10 m untuk mendata semua spesies pohon yang berdiameter batang ≥ 20 cm, tingkat anakan pohon (diameter < 20 cm) pada plot berukuran 5 x 5 m. Jumlah spesies dan individu, tinggi bebas cabang dan total, diameter batang dan tajuk dicatat. Hasil penelitian di dua lokasi ditemukan spesies Dipterocarpus retusus Blume dan Vatica javanica sub sp.javanica V. Slooten. Di blok Gn. Bongkok teridentifikasi 21 spesies tingkat pohon dan 24 spesies tingkat anakan pohon. Sedangkan di blok Cikadu ditemukan 20 spesies tingkat pohon dan 22 spesies tingkat anakan pohon. Spesies-spesies dominan untuk tingkat pohon di blok Gn. Bongkok adalah Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (INP = 25,46%), tingkat anakan pohon Dipterocarpus retusus Blume (INP = 24,93%) yang memiliki pola sebaran tertinggi pada diameter batang < 10 cm. Sedangkan di blok Cikadu untuk tingkat pohon didominasi oleh Macaranga rhizinoides Muell. Arg. (INP = 39,71%), dan tingkat anakan pohon Pterospermum javanicum Jungh. (INP = 25,88%). Pola sebaran D.retusus Blume di blok Cikadu berkisar pada kelas diameter batang 20 - 40 cm, sedangkan Vatica javanica sub sp.javanica V. Slooten memiliki pola sebaran pada kelas diameter batang 10– 19,9 cm. Perambahan menyebabkan berubahnya ekosistem mikro akibat berubahnya struktur dan komposisi sampai hilangnya suatu spesies dari famili Dipterocarpaceae.
Detail |
|