No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
1 |
Peluang Benuang Bini (Octomeles Sumatrana Miq) Sebagai Bahan Baku Pulp |
|
- Nama : Ir. Nurma Wati Siregar, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor
- Email : Nurmawatisiregar@rocketmail.com
|
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan |
2012 |
Kriteria suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp antara lain berat jenis, komponen kimia kayu, dimensi serat dan nilai turunannya. Benuang bini mempunyai berat jenis sebesar 0,16-0,48, sellulosa sebesar 49,1 %, lignin 23,2 % dan panjang serat sebesar 1,427 µ. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka benuang bini mempunyai peluang yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai bahan baku pulp alternatif karena sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Detail |
|
2 |
Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam Berkhasiat Obat Oleh Masyarakat Di Sekitar Cagar Alam Tangale |
|
- Nama : Lis Nurrani, S.Hut
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Manado |
2013 |
Pemanfaatan tumbuhan alam berkhasiat obat merupakan salah satu keahlian yang telah langka dijumpai bahkan pada beberapa tempat hanya menjadi sebuah kearifan oleh masyarakat setempat. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Tangale menjadi eksistensi vitalisasi sebuah kawasan konservasi bagi kehidupan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teridentifikasi sebanyak 30 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat, 24 jenis sebagai tumbuhan obat, dua jenis hasil hutan bukan kayu dan empat jenis plasma nutfah untuk sumber kegunaan lain. Jenis-jenis tumbuhan tersebut umumnya merupakan habitus herba, pohon, sebagian kecil liana dan umbi-umbian
Detail |
|
3 |
Pohon Aren dan Manfaat Produksinya |
|
- Nama : Ir. Mody Lempang, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
- Email : mlempang@yahoo.com
|
Balai Penelitian Kehutanan Makassar |
2012 |
Aren (Arenga pinnata Merr.) adalah pohon serbaguna yang sejak lama telah dikenal menghasilkan bahan-bahan industri. Hampir semua bagian fisik dan produksi tumbuhan ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Kegunaan aren dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat baik di dalam maupun di sekitar hutan melalui penggunaan secara tradisional. Namun sayang tumbuhan ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan, sehingga pohon aren yang dimanfaatkan pada umumnya masih merupakan tumbuhan yang tumbuh liar di alam dan berkembang secara alami. Kerusakan hutan dan konversi kawasan hutan untuk peruntukan lain telah menyebabkan populasi tumbuhan ini berkurang dengan cepat karena tidak diimbangi dengan kegiatan budidaya yang memadai. Inventarisasi aren juga belum dilakukan sehingga populasi jenis pohon ini kurang diketahui. Pemanfaatan produksi buah yang diolah untuk menghasilkan kolang kaling dan pemanfaatan tepung dalam batang masih dilakukan secara terbatas dan belum banyak memberikan manfaat. Pemanfaatan produksi nira sebagai minuman segar atau sebagai bahan baku pengolahan gula telah banyak melibatkan dan memberikan manfaat kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan, sedangkan untuk pengolahan cuka dan alkohol masih sangat terbatas dan bahkan pengolahan nira aren untuk produksi nata masih pada tingkat hasil penelitian.
Detail |
|
4 |
KANDUNGAN BAHAN AKTIF DAN TOKSISITAS TUMBUHAN HUTAN ASAL SULAWESI UTARA YANG BERPOTENSI SEBAGAI OBAT (Active Ingredients and Their Toxicity of Several Forest Plant Species Indigenous from North Sulawesi Potential as Efficacious Medicine) |
|
- Nama : Lis Nurrani, S.Hut
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Manado |
2014 |
Utilization of germplasms as medical sources presents a form of traditional wisdom adopted by a particular community which is identical with a hereditary legacy. This paper deals descriptively with ethnobotany aspects of North Sulawesi community (Minahasa, Mongondow and Sangihe tribes) in utilizing natural bioresources from several forest plant species as traditional cancer-curing treatment, which was further proved scientifically through the identification of active ingredients contents and their efficacious toxicity using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method. Scrutiny results revealed that the local community in North Sulawesi province has prevalently utilized particular portions (e.g. wood, bark, and leaves) of 14 forest plant species for cancer cure and other desease. The herbal extract from the bark of lawang (Bl) was identified containing alkaloids, while flavonoids was detected in the extract from consecutively lingkube (Cinnamomum Cullilawan Steud) leaves, yantan ( Dc) leaves, ketapang (L) bark, manumpang (Jacq) bark, tanduk rusa stems, kayu gimto (sp) roots, rumput balsam ( ) roots, and cakar kucing (L) roots. The leaves of luhu (Clotalaria striata L) and kuhung-kuhung (Clotalaria striata Dc) containing steroids and tannins. As many as 9 out of 12 n-butanol extracts afforded toxicity efficacy against larvae of Leach which was confirmed through the LC value, i.e. bellow 1000 ppm. Further, the least LC value was achieved using the petroleum eter-extract kuhung-kuhung (Clotalaria striata Dc) leaves, i.e. 68,33 ppm, whereby that value approached the effectiveness standard for bioactive compounds to fight against the cancer cell, which was based on the United States National Cancer Institute.
Detail |
|
5 |
The Effect of Heat Treatment on the Durability of Bamboo Gigantochloa scortechinii |
|
- Nama : Krisdianto, S. Hut. M. Sc, Dr.
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Hasil Hutan
- Email : krisdianto_shut@hotmail.com
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2012 |
Bamboo signifies as one of the fastest growing plants and it can be used for various products. In tropical countries such as Indonesia and Malaysia, bamboo is abundantly available at reasonable prices, therefore it is used for numerous purposes. However, as lignocellulosic material, bamboo is susceptible to fungal and insect attacks. Heat treatment is an option to improve bamboo's durability. The objective of this study was to improve the durability of bamboo using hot oil palm treatment. A Malaysian grown bamboo species, Buluh Semantan (Gigantochloa scortechinii), as a study material was soaked in hot oil palm for various temperatures and soaking time, before being inoculated with the basidiomycete Coriolus versicolor in an agar block test. The results demonstrated that the longer the heating time, the more improved the durability of bamboo. Altering the temperature in the palm oil treatment produced varying results. Bamboo blocks that heated in hot oil palm at 100°C for 60 minutes shows considerably less weight reduction that indicates less fungal attack. Overall, the higher the temperature, the better the durability of bamboo. Please indicates what the meaning of heat treatment in this experiment, it is not clear.
Detail |
|
6 |
Preliminary Study on the Flowering and Fruiting Behaviors of Nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) |
|
- Nama : Resti Wahyuni, S.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu |
2012 |
Nyamplung ( Calophyllum inophyllum Linn.) has high potential as raw material for biodiesel.Understanding reproductive growth behavior of nyamplung is important if the species want to be developed for supporting biodiesel program. This study is aiming at understanding the flowering and fruiting characteristics and their development; ripe fruit production; fruit harvesting time and seed viability of nyamplung. The study completed in 2010 in Jerowaru and Korleko (East Lombok District), and North Batukliang (Central Lombok District). The method consists of direct observation and seed germination trial. The results indicated that nyamplung has a perfect flower were both male and female reproductive organs are in a single flower. Nyamplung fruit is globose with its length from 2.5 to 3.4 and the width from 2.3 to 3.3 cm. Nyamplung flowering period was different between sites as a respond to biophysical and agro-climatic condition of the habitat. The flowering period tends to delay with the increase of rainfall and this association had high correlation (97,3%). The flowering period completes within a month, while the fruiting period within 1.5 to 2.5 months.The percentages of ripe fruits at each location were 40.29% (Korleko), 36.45% (North Batukliang), and 32.78% (Jerowaru). The percentages of germinated seeds were 94.87% (North Batukliang), 91.01% (Jerowaru), and 77.05% (Korleko). Mature fruits were potentially available in August in Jerowaru and Korleko, and in October in North Batukliang.
Detail |
|
7 |
Pembuatan dan Kualitas Karton dari Campuran Pulp Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Limbah padat Organik Industri pulp |
Han Roliadi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2010 |
Industri karton skala kecil yang menggunakan bahan baku limbah padat organik industri pulp/kertas (sludge) saat ini mengalami kesulitas kontinuitas pasokan bahan serat lain sebagai campuran limbah padat organik tersebut (khususnya pulp dan kertas bekas). Di lain hal, limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan serat berligno-selulosa berlimpah jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga berindikasi pemanfaataannya sebagai bahan baku industri karton. Terkait dengan hal tersebut, TKKS sesudah dijadikan serpih, diolah menjadi pulp untuk karton menggunakan proses semi-kimia soda panas tertutup pada ketel pemasak skala semipilot hasil rekayasa hasil rekayasa Pusat Litbang Hasil Hutan (Bogor). Rata-rata rendemen pulp TKKS yang diperoleh 60,17%. Lembaran karton dibentuk di industri karton skala kecil, dari campuran pulp TKKS 50% dan limbah padat organik industri kertas 50%; dan dari pulp TKKS 100%, masing-masing dengan penambahan bahan aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioka 4%, dan sizing darih rosin 2%).
Sifat fisik dan kekuatan karton asal pulp TKKS 100% dan asal campurannya dengan limbah padat organik industri pulp (50 : 50%) lebih tinggi dari pada karton produksi industri rakyat (dari campuran kertas 50% kertas bekas dan 50% limbah padat organik industri kertas, tetapi tanpa aditif), dan memenuhi kriteria karton komersial. Di samping itu, terdapat kesan visual menarik pada permukaan karton dari campuran pulp TKKS dan limbah padat organik, mengakibatkan sesuai untuk kertas karton indah (kartu undangan, sampul buku, karton hiasan, dsb). Ini mengisyaratkan prospek penggunaan pulp TKKS yang dicampur dengan limbah padat organik industri pulp, sebagai bahan baku alternatif/pengganti campuran limbah padat organik pada industri karton rakyat yaitu kertas bekas
Detail |
|
8 |
Pembuatan Poliol dari Minyak Jarak Pagar sebagai Bahan Baku Poliuretan |
R. Sudradjat, Rita Intan Yulita & D. Setiawan |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2010 |
Poliol dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan poliuretan kebutuhannya terus meningkat seiring dengan kebutuhan nasional akan poliuretan. Selama ini, poliol yang digunakan umumnya berasal dari minyak bumi, namun poliol dapat juga dibuat dari minyak nabati seperti minyak jarak pagar yang memiliki kandungan minyak 40% - 60% (b/b). Poliol dari minyak jarak pagar dibuat melalui dua tahap yaitu epoksidasi dan hidroksilasi. Hidroksilasi dilakukan dengan dua cara yaitu halogenasi dengan pereaksi HCl dan metoksilasi menggunakan campuran metanol dan isopropanol. Analisis bilangan hidroksil dilakukan dengan cara titrasi dan analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red). Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis pereaksi, waktu dan nisbah mol pereaksi untuk hidroksilasi melalui metanol. Hasil penelitian menunjukkan bilangan oksiran sebesar 3,92%. Bilangan hidroksil poliol yang diperoleh melalui hidroksilasi dengan halogenasi memberikan nilai 18,15 mg KOH/g untuk waktu 60 menit, dan nilai 10,94 mg KOH/g untuk waktu 90 menit. Bilangan hidroksil poliol yang didapatkan melalui metoksilasi memberikan nilai terbesar, yaitu 157,69 mg KOH/g pada nisbah mol metanol terhadap isopropanol sebesar 1 : 9 dan waktu reaksi 2 jam
Detail |
|
9 |
Pembuatan dan kualitas karton seni dari campuran pulp tandan kosong kelapa sawit, sludge industri kertas,dan pulp batang pisang |
Han Roliadi & Dian Anggraini |
- Nama : Dian Anggraini Indrawan, S.Hut, MM
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Hasil Hutan
- Email : elisabethdianreza@gmail.com
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2010 |
Industri karton skala kecil saat ini mengalami kesulitan pasokan bahan baku serat (khususnya pulp dan kertas bekas) untuk bahan campuran sludge. Limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan berligno-selulosa berlimpah keberadaannya dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga memiliki peluang pemanfaatannya oleh industri karton. Untuk menambah daya guna karton (misal karton seni), batang pisang sebagai sumber serat panjang perlu dipertimbangkan pula sebagai campuran sludge.
Terkait dengan hal tersebut, telah dilakukan percobaan pengolahan TKKS dan batang pisang menjadi pulp secara terpisah dalam ketel pemasak bertekanan dan berbahan bakar minyak tanah. Pengolahan pulp TKKS mennggunakan kondisi konsentrasi alkali (NaOH) 10%, nilai banding serpih TKKS dengan larutan pemasak 1:5,5, dan waktu pemasakan 2 jam pada suhu maksimum 120oC dan tekanan 1,2-1,5 atmosfir. Kondisi pengolahan pulp dari batang pisang adalah konsentrasi alkali 4% dan 6%, nilai banding serpih batang pisang dengan larutan pemasak 1:7, suhu maksimum 100oC selama 1.5 jam), dan bertekanan udara terbuka (1 atmosfir). Pulp batang bisang ambon pada penggunaan alkali 4% lebih sesuai sebagai campuran pulp TKKS dan sludge untuk pembuatan karton (konsumsi alkali lebih rendah dan bilangan kappa lebih tinggi). Lembaran karton seni dibentuk dari campuran pulp TKKS (30-50%), sludge industri kertas (35-50%), dan pulp batang pisang ambon (0-30%). Selain itu digunakan juga aditif (kaolin 5%, retensi alum 2%, tapioka 4%, dan rosin size 2%).
Sifat fisik dan kekuatan karton seni dari komposisi campuran tersebut lebih baik/tinggi dari sifat karton produksi industri rakyat (dari campuran sludge 50% dan kertas bekas 50%, tanpa aditif). Karton dengan penggunaan pulp batang pisang ambon hingga 15% memenuhi kualitas karton komersial. Selain itu permukaan karton seni yang dihasilkan berpenampilan visual menarik. Penggunaan pulp batang pisang ambon hingga 15% (bila kekuatan diperlukan) ataupun lebih (kekuatan tidak diperlukan) dapat digunakan untuk pembuatan karton seni asalkan dicampur dengan TKKS dan sludge
Detail |
|
10 |
Peningkatan teknik pengolahan pandan (bagian i) - Pewarnaan dan pengeringan |
Ina Winarni dan Totok K. Waluyo |
- Nama : Ina Winarni, S.Hut, M.Si
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja : Pusat Litbang Hasil Hutan
- Email : inwinarni@yahoo.com
|
|
2010 |
Daun pandan merupakan salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial dan bermanfaat sebagai bahan baku barang kerajinan. Pada awalnya dari pandan hanya dibuat barang kerajinan berupa tikar. Sesuai dengan permintaan pasar dan seiring dengan waktu, kerajinan pandan dibuat menjadi berbagai macam bentuk, seperti tas, sandal, kotak hantaran, box file, topi, dan lain sebagainya. Dalam pembuatan kerajinan pandan ini, permasalahan yang sering terjadi adalah pada waktu pewarnaan dan pengeringan. Pewarnaan dan pengeringan yang kurang baik akan menurunkankan kualitas barang kerajinan. Barang kerajinan akan cepat lembab dan pewarnaan yang tidak merata.
Terkait dengan uraian tersebut, telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas daun pandan sebagai bahan baku barang kerajinan melalui proses pengeringan dan pewarnaan. Hasil penelitian menunjukkan komponen kimia daun pandan adalah kadar air berkisar 7-9 persen, kadar lignin 18-22 persen; kadar holoselulosa 83-88 persen; sedangkan gaya tarik 2-6 kg dan ketahanan terhadap sinar 2-3. Zat warna basa memberikan hasil warna yang terbaik dan lebih cerah pada daun pandan sedangkan contoh perlakuan pandan segar, pewarna basa dan suhu pengeringan dengan oven 70°C memberikan hasil rata-rata kualitas yang lebih baik dari yang lain
Detail |
|