No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
41 |
Sifat fisis dan mekanis kayu jati super dan jati lokal dari beberapa daerah penanaman |
Nurwati Hadjib, Mohammad Muslich and Ginuk Sumarni |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2006 |
Penelitian sifat fisis dan mekanis kayu jati (Tectona grandis L.f.) jenis lokal dan super dari daerah Binjai, Maros, Parung, Panajam, Kutai, Lampung, Bengkulu dan Palembang bertujuan untuk melihat perbedaan karakteristik sifat fisis dan mekanis kayunya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat jenis (BJ) kayu jati super lebih tinggi daripada kayu jati lokal, sedangkan BJ tertinggi pada kayu jati super adalah dari Binjai dan terendah dari Maros. Jenis jati lokal dan super berpengaruh nyata terhadap berat jenis basah kayu tersebut, sedangkan lokasi penanaman jati tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat jenis. Kayu yang terkuat adalah jati lokal dari Palembang, diikuti berturut-turut kayu jati super dari Lampung, jati lokal dari Kutai, jati super dari Bengkulu, jati super dari Kutai, jati lokal dari Binjai, jati super dari Parung, jati super dari Binjai, jati supr dari Palembang, jati lokal dari Lampung, jati lokal dari Sulawesi dan yang terendah jati super dari Sulawesi. Perbedaan BJ tersebut berpengaruh nyata pada kekakuan dan keteguhan tekan sejajar serat, sedangkan lokasi tanaman berpengaruh nyata terhadap kekakuan dan kekuatan patahnya. Kayu jati yang diteliti tergolong kelas kuat III-IV.
Detail |
|
42 |
Anatomi dan Kualitas Serat Lima Jenis Kayu Kurang Dikenal dari Lengkong, Sukabumi |
Krisdianto |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Sumber bahan baku alternatif untuk industri perkayuan nasional saat ini dan masa yang akan datang berasal dari hutan tanaman dan pemanfaatan jenis kayu kurang dikenal. Dalam pemanfaatan kayu kurang dikenal diperlukan informasi struktur anatomi dan kualitas seratnya untuk keperluan pengenalan jenis dan pemanfaatannya. Untuk keperluan identifikasi, ciri utama dari kelima jenis tersebut adalah:
- 1. Kayu ki hantap (Sterculia oblongata R.Br.) berwarna kuning keabu-abuan, corak bergaris, dengan lingkaran tumbuh jelas oleh parenkim pita. Parenkim bentuk sayap, dan difus berkelompok, jari-jari 2 ukuran.
- Kayu ki kuya (Ficus vasculosa Wall. ex Miq.) berwarna kuning cerah, lingkaran tumbuh jelas oleh parenkim pita. Parenkim pita tebal membentuk corak garis-garis putih pada produk kayunya.
- Kayu ki lubang (Calophyllum grandiflorum J.J.S.) berwarna coklat kemerahan dan termasuk dalam kelompok kayu perdagangan bintangur. Pembuluh kayu ki lubang bersusun dalam kelompok radial atau diagonal dan parenkim pita memanjang yang kadang terputus.
- Kayu ki bancet (Turpinia sphaerocarpa Hassk.) berwarna kekuningan, agak lunak. Lingkaran tumbuh kayu ki bancet kurang jelas, pembuluhnya agak banyak dan berukuran agak kecil, jari-jari 2 macam ukuran.
- Kayu ki bulu (Gironniera subaequalis Planch.) berwarna kuning keputihan dan agak keras. Lingkaran tumbuhnya jelas oleh adanya parenkim pita tipis dan perbedaan ketebalan dinding selnya, jari-jari 2 ukuran.
Serat kelima jenis kayu termasuk dalam kelas kualitas I sebagai bahan baku pulp untuk kertas.
Detail |
|
43 |
Keawetan 25 Jenis Kayu Dipterocarpaceae Terhadap Penggerek Kayu di Laut |
Mohammad Muslich & Ginuk Sumarni |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2006 |
Dua puluh lima jenis kayu Dipterocarpaceae diuji sifat keawetannya terhadap serangan penggerek kayu di laut. Masing-masing jenis kayu dibuat contoh uji berukuran 2,5 cm x 5 cm x 30 cm, direnteng dengan tali plastik, kemudian dipasang di perairan pulau Rambut dan diamati setelah 6 bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang keawetan 25 jenis kayu dipterocarpaceae terhadap penggerek kayu di laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 6 bulan, sebagian besar contoh uji mendapat serangan berat oleh famili Pholadidae dan Teredinidae. Lima dari 25 jenis kayu atau 20% tahan terhadap penggerek di laut. Giam durian (Cotylelobium flavum Pierre) dan balau laut (Shorea falcifera Dyer) termasuk dalam katagori sangat tahan, sedangkan giam tembaga (Cotylelobium melanoxylon Pierre), balau laut batu (Shorea elliptica Burek.), dan resak ayer (Vatica teysmanniana Buroh.) termasuk dalam katagori tahan terhadap penggerek di laut. Kelima jenis kayu tersebut cocok untuk bangunan kelautan.
Detail |
|
44 |
Kualitas Hasil Bambu Laminasi Asal Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan |
Misdarti |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Kehutanan Makassar |
2006 |
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis bambu dan macam perekat poly vinyl acetate (PVAc) terhadap sifat fisis dan mekanis bambu laminasi. Jenis bambu yang digunakan adalah hitam dan parring. Sedangkan macam perekat PVAc yang digunakan adalah fox, tiger dan epoxy. Bambu laminasi dibuat dengan menggunakan bambu kering udara dengan ukuran 51 x 2.5 x 0.5 cm. Kemudian sampel bambu dilaburi perekat secara merata pada salah satu sisi dengan berat labur 200 gr/m2. Selanjutnya sampel bambu dari jenis yang sama direkat satu sama lain kemudian dikempa pada suhu ruangan dengan menggunakan klem selama 12 jam. Bambu lamina kemudian dikondisikan pada suhu ruangan selama 1 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan macam perekat berpengaruh tidak nyata terhadap sifat fisis dan mekanis bambu laminasi yang dibuat dari bilah bambu hitam dan bambu parring. Bambu laminasi dengan menggunakan lem epoxy cenderung memiliki nilai MOE dan keteguhan rekat yang lebih baik dibanding lem fox dan lem tiger. Efisiensi perekatan terbesar terjadi pada bambu laminasi parring dengan lem epoxy
Detail |
|
45 |
Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Tanaman dari Jawa Barat |
Gustan Pari, Han Roliadi, Dadang Setiawan dan Saepuloh |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Tulisan ini mengemukakan hasil analisis komponen kimia 10 jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman di Jawa Barat. Jenis kayu tersebut adalah ki sereh (Cinnamomum parthenoxylon), suren (Toona sureni), ki bawang (Melia excelsa), pulai kongo (Alstonia kongoensis), tusam (Pinus merkusii Jungth), sengon buto (Entorolobium cyclo), kapur (Dryobalanops aromatica), salamander (Grevillia robustaA.cunn), mahoni (Switenia macrophylla King) dan ki lemo (Litsea cubeba Pers). Analisis yang dilakukan mencakup penetapan kadar holoselulosa, lignin, pentosan, abu, kelarutan dalam air dingin, air panas, alkohol benzena dan kelarutan dalam NaOH 1%. Analisis ini merupakan dasar untuk menetapkan kegunaan kayu tersebut terutama sebagai bahan baku pulp kertas. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kadar holoselulosa berkisar antara 64,55 – 69,88%, lignin antara 26,00 – 30,88%, pentosan antara 15,55 – 17,98%, abu antara 0,24 – 0,93%, silika antara 0,05 – 0,48%. Kelarutan dalam air dingin antara 2,37 – 6,32%, air panas antara 3,04 – 7,34%, alkohol benzena antara 1,53 – 5,65% dan kelarutan dalam NaOH 1% antara 9,14 – 20,73%. Semua jenis kayu yang diteliti mengandung kadar holoselulosa yang tinggi lebih dari 65% yaitu kayu ki sereh, suren, ki bawang, tusam, sengon buto, kapur, salamander, mahoni dan ki lemo, kecuali kayu pulai kongo yaitu 64,55%. Kadar lignin dan abu semua jenis kayu yang diteliti termasuk ke dalam kelas sedang, karena kadarnya ada di antara 18 – 33% untuk kadar lignin dan ada di antara 0,2 – 6,0% untuk kadar abu. Kadar pentosan semua jenis kayu yang diteliti termasuk kelas rendah karena kadarnya kurang dari 21%. Sedangkan kadar zat ekstraktifnya terutama kelarutan dalam alkohol benzena yang termasuk kelas sedang antara 2 – 4% adalah kayu suren, ki bawang, tusam dan ki lemo, dan yang termasuk ke dalam kelas tinggi lebih dari 4% yaitu kayu ki sereh dan pulai kongo, sedangkan yang termasuk kelas rendah kurang dari 2% yaitu kayu sengon buto, kapur, salamander dan mahoni. Berdasarkan atas nilai skor dan hasil uji BNJ (Beda nyata jujur) komponen kimia 10 jenis kayu asal Jawa Barat (Tabel 3) ternyata hanya kayu ki sereh dan pulai kongo yang tidak cocok untuk bahan baku pulp kertas, sedangkan ke delapan jenis kayu lainnya yang terdiri dari kayu suren, ki bawang, tusam, sengon buto, kapur, salamander mahoni dan kayu ki lemo cukup baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp untuk kertas dengan menggunakan proses kimia, dan semikimia.
Detail |
|
46 |
Karakteristik Papan com-ply dari Campuran Kayu Sawit dan Koran Bekas |
Sahwalita, Usia, Iwan Risnasari |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2006 |
Salah satu industri yang memproses biomaterial dapat menggunakan kayu sebagai bahan alternatif adalah industri papan com-ply. Papan ini adalah produk komposit yang terbuat dari kombinasi papan partikel (sebagai lapisan inti) dan vinir (sebagai lapis muka dan lapisan belakang). Pada percobaan ini, sebagai lapisan inti untuk papan com-ply adalah papan partikel yang dibentuk dari campuran partikel kayu sawit dan koran bekas dalam 3 proporsi berturut-turut adalah 75:25, 50:50 dan 25:75, kemudian direkat bersama-sama dengan perekat urea formaldehida sebanyak 10% (berdasarkan berat kering campuran). Sebelumnya bahan berbentuk partikel yaitu partikel kayu sawit mengalami tiga jenis perlakuan yaitu perendaman dalam air dingin, perendaman dalam air panas dan tidak direndam (sebagai kontrol). Sedangkan, sebagai lapisan muka dan belakang pada papan com-ply adalah vinir meranti merah. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui karakteristik papan com-ply yang memenuhi Standar JIS, sebagai berikut : (1) sifat fisik papan yaitu kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air dengan kisaran berturut-turut 0,75-0,82 g/cm3, 9,16-11,06%, 14,06-31,52%, dan 32,26-67,99% dan (2) sifat mekanik yaitu keteguhan rekat internal (1,15-4,93 kgf/cm2), modulus elastisitas (26.576,3-57.785,6 kgf/cm2) dan modulus patah (223,78–530,77 kgf/cm2). Sifat papan com-ply yang memenuhi standar JIS adalah lapisan inti papan partikel terbuat dari campuran kayu sawit (tanpa perendaman) dan koran bekas pada proporsi 75:25 dan 50:50.
Detail |
|
47 |
Sifat Papan Blok Sengon dengan Venir Silang Kayu Tusam |
M.I. Iskandar and I.M. Sulastiningsih |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Papan blok (5 lapis) sekala laboratorium dibuat dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dan kayu tusan (Pinus merkusii) yang direkat dengan perekat urea formaldehida. Venir luar dan bilah inti papan blok terbuat dari kayu sengon sedangkan venir silang terbuat dari kayu tusam. Tebal venir luar 2 mm sedangkan tebal venir silang 3 mm. Ukuran bilah inti terdiri dari dua macam ketebalan (1 cm dan 1,5 cm) dan 3 macam lebar ( 0,7 mc, 2,5 cm dan 7,6 cm). Sifat papan blok diuji menurut Standar Indonesia (SNI) meliputi kadar air, kerapatan, keteguhan rekat dan delaminasi. Pengujian eteguhan lentur papan blok dilakukan menurut Standar Jerman (DIN) sedangkan pengujian pengembangan dimensi papan blok dilakukan menurut Standar Amerika (ASTM). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran bilah inti terhadap sifat papan blok sengon dengan venir silang kayu tusam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air rata-rata papan blok adalah 12% sedangkan kerapatan rata-rata papan blok adalah 0,42 g/cm3. Lebar bilah inti berpengaruh terhadap pengembangan tebal dan pengembangan lebar papan blok. Tebal bilah inti berpengaruh terhadap pengembangan lebar papan blok tetapi tidak berpengaruh terhadap pengembangan tebal dan pengembangan panjang papan blok. Keteguhan rekat papan blok yang diuji berdasarkan uji geser tarik dan uji delaminasi memenuhi persyaratan Standar Indonesia (SNI). Penggunaan venir silang kayu tusam dalam pembuatan papan blok sengon meningkatkan keteguhan lentur sebesar 6,2% pada arah sejajar serat dan 18,6% pada arah tegak lurus serat. Keteguhan lentur sejajar serat papan blok sengon yang dibuat dengan menggunakan venir silang kayu tusam semuanya memenuhi persyaratan Standar Jerman (DIN).
Detail |
|
48 |
Struktur Anatomi, Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Palado (Aglaia Sp. |
Mody Lempang dan Muhammad Asdar |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi struktur anatomi, sifat fisik dan sifat mekanik kayu palado (Aglaia sp.) yang diambil dari hutan produksi alam di Kalukku kabupaten Mamuju, Propinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa palado memiliki kayu gubal berwarna putih sampai krem dan teras berwarna coklat muda sampai coklat kelabu; serat lurus, tekstur agak halus, pori sedikit (3 per.mm²) berbentuk lonjong dan tersebar tata baur; perforasi tipe sederhan; jari-jari luar biasa pendek, sempit dan jarang ( tinggi 327 mm; lebar 25,52 mm dan frekuensi 5 per mm², parenkim tersebar atau baur. Panjang serat 1132 mm dan diameter serat 25,61 mm; diameter lumen 17,39 mm; dan tebal dinding 1,64 mm. Kadar air kering udara 15,85 %; berat jenis kering udara 0,48 dan berat jenis kering tanur (kerapatan) 0,53; penyusutan kering udara ke kering tanur 2,71 % (Radial) dan 4,67 % (Tangensial); keteguhan lentur pada batas patah 612,72 kg/Cm2 dan keteguhan tekan sejajar serat 402,28 kg/Cm2 .
Detail |
|
49 |
Kajian Struktur Arang dari Lignin |
Gustan Pari, Kurnia Sofyan, Wasrin Syafii dan Buchari |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Tulisan ini membahas struktur arang dari lignin pada suhu karbonisasi yang berbeda. Proses pembuatan arang lignin dilakukan pada suhu 200, 300, 400, 500, 650, 750 dan 8500C dalam suatu retort yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan pemanas listrik Untuk mengetahui perubahan struktur arang yang terjadi dilakukan analisis dengan menggunakan FTIR, XRD dan SEM. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa jarak antar ruang lapisan aromatik (d) dan lebar lapisan aromatik (La) menurun dengan makin meningkatnya suhu karbonisasi, sedangkan untuk tinggi lapisan aromatik (Lc), derajat kristalinitas (X) dan jumlah lapisan aromatik (N) meningkat dengan makin naiknya suhu karbonisasi. Spektrum FTIR dari arang lignin menunjukkan bahwa antara suhu 300-5000C terjadi perubahan struktur kimia dari bahan baku secara nyata. Ikatan OH, dan C=C alifatik menurun dengan naiknya suhu, sedangkan struktur eter dan aromatik makin berkembang. Pada suhu 8500C arang yang dihasilkan mempunyai struktur aromatik yang permukaannya mempunyai gugus C-O-C, C=O dan C-H. Analisis SEM menunjukkan bahwa jumlah dan diameter pori arang meningkat dengan makin naiknya suhu karbonisasi. Kualitas arang yang baik diperoleh pada suhu karbonisasi 5000C yang menghasilkan derajat kristalinitas sebesar 33,90 %, tinggi lapisan aromatik 3.21 nm, lebar lapisan romatik 10,96 nm, jumlah lapisan aromatik 8,67, jarak antar lapisan aromatik d(oo2) = 0,35 nm dan d(100) = 0,21 nm dengan diameter pori arang antara 12,6 mm. Arang ini mempunyai sifat keteraturan yang tertinggi, permukaannya bersifat polar, kaku, keras dan struktur porinya makropori.
Detail |
|
50 |
Karakteristik dan Sifat Fisiko-Kimia berbagai Kualitas Kemenyan di Sumatera Utara |
Totok K. Waluyo, Poedji Hastoeti dan T. Prihatiningsih |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Sumatera Utara merupakan sentra produksi kemenyan di Indonesia. Kemenyan di pasaran dikelompokkan menjadi 6 kualitas berdasarkan kriteria uji ukuran (besar kecilnya) lempengan/bongkahan dan warna kemenyan, yaitu kualitas I s/d VI. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan sifat fisiko-kimia kemenyan berbagai kualitas yang ada di pasaran, sehingga diharapkan antinya pengelompokkan kualitas kemenyan dapat dipertimbangkan secara kuantitatif berdasarkan unsur-unsur sifat fisikokimianya. Sifat fisiko-kimia kemenyan yang diuji adalah warna, bentuk, ukuran, kadar air, kadar kotoran, kadar abu, titik lunak dan kadar asam balsamat. Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar air dan kadar abu relatif sama antara kemenyan kualitas I, II, III, IV dan V. Kadar kotoran dan titik lunak kemenyan kualitas I, II, III dan IV adalah relatif sama, sedangkan kadar asam balsamat kemenyan kualitas I, II dan III relatif sama. Dengan demikian disarankan pembagian kualitas kemenyan menjadi 4 kelas kualitas yaitu kualitas I berasal dari kemenyan kualitas I s/d III, kualitas II berasal dari kemenyan kualitas IV, kualitas III berasal dari kemenyan kualitas V dan kualitas IV berasal dari kemenyan kualitas VI.
Detail |
|