No |
Judul |
Penulis |
Peneliti |
Unit Kerja |
Tahun |
Abstrak |
Dokumen |
31 |
Pembuatan Minyak Kemiri dan Pemurniannya dengan Arang Aktif dan Bentonit |
Saptadi Darmawan |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2006 |
Pembuatan minyak kemiri dapat dilakukan dengan cara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat. Perlakuan pemanasan pada biji kemiri dan daging kemiri sebelum proses pemecahan dan pengepresan serta penggunaan arang aktif dan bentonit pada tahap pemurnian minyak akan mempengaruhi kualitas minyak kemiri. Penelitian ini bertujuan untuk 1). mengetahui pengaruh pemanasan daging kemiri terhadap rendemen dan warna minyak yang dihasilkannya dan 2). mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi bahan pemucat (arang aktif dan bentonit) terhadap sifat fisiko-kimia minyak kemiri. Pemanasan pada biji kemiri berupa penjemuran (3, 4 dan 5 jam), penyangraian (7,5; 12,5 dan 17,5 menit) dan pengovenan pada suhu 600C (1; 1,5 dan 2 jam) dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi terbaik dalam pembuatan minyak kemiri dilihat dari rendemen dan warna minyaknya. Pembuatan minyak dilakukan dengan cara kempa hidraulik pada suhu 600C. Minyak kemiri yang dihasilkan dari kondisi terbaik (penyangraian selama 1,5 jam) kemudian dimurnikan menggunakan arang aktif dan bentonit pada konsentrasi 2%, 3% dan 4% serta diuji sifat fisiko-kimianya. Penggunaan arang aktif sebesar 2% menghasilkan sifat fisiko-kimia minyak kemiri yang optimum dan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk indeks bias, berat jenis, bilangan iod dan bilangan asam.
Detail |
|
32 |
Pembuatan dan kualitas karton dari campuran pulp tandan kosong kelapa sawit dan sludge industri kertas |
Han Roliadi & Ridwan A. Pasaribu |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2006 |
Industri karton skala kecil saat ini mengalami kesulitan kontinuitas pasokan bahan baku (khususnya pulp dan kertas bekas). Limbah industri pengolahan minyak kelapa sawit dalam bentuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan serat berligno selulosa berlimpah jumlahnya dan belum banyak dimanfaatkan, sehingga berindikasi pemanfaatannya sebagai bahan baku industri karton. TKKS sesudah dijadikan serpih, diolah menjadi pulp menggunakan proses semikimia soda panas tertutup pada ketel pemasak skala semi-pilot hasil rekayasa Pusat Litbang Hasil Hutan (Bogor) pada kondisi pemasakan: konsentrasi alkali (NaOH) 10%, nilai banding serpih TKKS dengan larutan pemasak 1:5.5, dan waktu pemasakan 2 jam pada suhu maksimum 120oC dan tekanan 1,2 – 1,5 atmosfir. Rata-rata rendemen pulp TKKS yang diperoleh 60,17%, bilangan kappa 38,17, dan konsumsi alkali 9,81%. Lembaran karton dibentuk dari campuran pulp TKKS 50% dan sludge industri kertas 50%; dan dari pulp TKKS 100%, masing-masing dengan penambahan bahan aditif (kaolin 5%, alum 2%, tapioka 4%, dan rosin size 2%). Sifat fisik karton asal pulp TKKS 100% dan asal campurannya dengan sludge industri kertas (50% : 50%) lebih tinggi dari pada karton produksi industri rakyat (dari campuran kertas bekas 50% dan sludge 50%, tetapi tanpa bahan aditif). Hal ini mengisyaratkan prospek penggunaan pulp TKKS yang dicampur dengan sludge, sebagai bahan baku altermatif/pengganti pada industri karton yang menggunakan kertas bekas.
Detail |
|
33 |
Rendemen dan Kandungan Nutrisi Nata Pinnata yang Diolah Dari Nira Aren |
Mody Lempang |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan |
2006 |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur nira dan penambahan pupuk ZA pada nira aren yang diolah untuk menghasilkan nata pinnata. Nata adalah sejenis makanan ringan yang menyerupai jelly yang biasanya diolah dari air kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nira aren yang diolah untuk memproduksi nata pinnata menghasilkan rendemen antara 23,83% sampai 82,42% atau rata-rata-rata 55,64%. Umur nira dan penggunaan bahan suplemen pupuk ZA berpengaruh nyata terhadap rendemen produksi nata pinnata, semakin panjang umur nira semakin rendah produksi nata, sementara semakin tinggi dosis penggunaan pupuk ZA semakin tinggi rendemen nata. Rendemen produksi nata pinnata yang tinggi (94,22 %) diperoleh dari pengolahan yang menggunakan nira aren umur 6 jam dengan penambahan suplemen pupuk ZA sebanyak 2,5 gram per liter nira. Kandungan nutrisi nata pinnata yang diolah dari nira aren (kadar air, protein, vitamin, serat kasar, lemak, abu, kalsium dan posfor ) berbeda dengan kandungan nutrisi nata de coco yang diolah dari air kelapa , dari nira kelapa maupun kolang-kaling.
Detail |
|
34 |
BUDIDAYA LEBAH MADU Apis mellifera L. OLEH MASYARAKAT PEDESAAN KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH |
Asmanah Widiarti & Kuntadi |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi |
2012 |
Budidaya lebah madu Apis mellifera di Indonesia telah dipraktekan terutama di Jawa sejak tahun 1970-an, namun dari segi produktivitas tergolong rendah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk mengidentifikasi permasalahan budidaya lebah A. mellifera dari perspektif peternak telah dilakukan penelitian di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Metode yang digunakan yaitu wawancara dengan responden yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling dari desa-desa di Kecamatan Gembong. Hasil penelitian menunjukkan ada enam permasalahan pokok dalam budidaya lebah madu A. mellifera. Penurunan sumber pakan dan kekurangan dana menurut pendapat responden adalah masalah utama yang dihadapi para peternak, masing-masing didukung fakta oleh ketersediaan sumber pakan 78,13% responden dan ketersediaan dana 59,38% responden. Kemudian berturut-turut pendapat responden yaitu permasalahan yang terkait dengan kurangnya penyuluhan manfaat perlebahan (50%) dan pembinaan teknis (37,50%), penurunan kualitas ratu (25%), dan hama (18,75%). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada tujuh butir solusi yang diajukan peternak kepada pemerintah dan dibuktikan hasil penelitian yakni pengembangan tanaman pakan lebah di kawasan hutan (87,50% responden), pemberian subsidi gula (50% responden), subsidi peralatan (37,50% responden), standardisasi harga madu (31,25% responden), pengaturan angon (25% responden), aturan penebangan (18,75% responden), dan subsidi bibit (18,75% responden). Ketujuh butir solusi tersebut pada dasarnya hanya berkaitan dengan persoalan tanaman pakan dan pembiayaan. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa berkurangnya ketersediaan tanaman pakan dan masalahan pembiayaan merupakan persoalan utama yang menghambat perkembangan budidaya A. mellifera di Kabupaten Pati khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Detail |
|
35 |
POTENSI DAN PERMUDAAN ALAM ROTAN PENGHASIL JERNANG DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH, RIAU |
Agus Wahyudi & Syasri Jannetta |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan |
2011 |
Rotan penghasil jernang merupakan jenis tanaman palem yang permukaan kulit buahnya dilapisi oleh resin berwarna merah darah atau merah tua. Penelitian tentang potensi dan permudaan alam jenis rotan penghasil jernang di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh dilakukan di seksi wilayah Riau yaitu pada zona rimba (Sungai Tempisi) dan zona pemanfaatan (Sungai Mentarang). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi, komposisi dan kelimpahan permudaan alam jenis rotan penghasil jernang di kawasan tersebut. Pengambilan data dengan cara eksplorasi, metode penelitian yang digunakan adalah belt transect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis rotan penghasil jernang (Daemonorops draco Blume., Daemonorops propinqua Becc. and Calamus oxleyanus Teysm. & Binnend ex. Miq.) yang temasuk dalam dua marga (Calamus dan Daemonorops). Kerapatan rata-rata berdasarkan kelas panjang batang rotan di Sungai Tempisi, yaitu panjang batang kurang dari tiga m (29 batang/ha), antara 3-5 m (10 batang/ha) dan lebih dari lima m (26 batang/ha), sedangkan di Sungai Mentarang masing-masing lima batang/ha, tiga batang/ha dan 23 batang/ha. Rotan penghasil jernang tingkat semai di S. Tempisi dan S. Mentarang didominasi oleh jenis Calamus oxleyanus Teysm. & Binnend ex. Miq. dengan Indeks Nilai Penting masingmasing sebesar 93,31% dan 120%. Pada tingkat sapihan di S. Tempisi didominasi jenis Calamus oxleyanus Teysm. & Binnend ex. Miq. (INP=85,56%), sedangkan S. Mentarang adalah jenis Daemonorops propinqua Becc. (INP=133,33%).
Detail |
|
36 |
PENGARUH PUPUK LAMBAT LARUT DAN DAUN TANAMAN MURBEI BERMIKORIZA TERHADAP KUALITAS KOKON ULAT SUTERA |
Lincah Andadari & Ragil S.B. Irianto |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan |
2011 |
Daun murbei merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera Bombyx mori L. Jumlah dan mutu daun yang diberikan akan menentukan pertumbuhan, kesehatan ulat, dan mutu kokon. Produktivitas daun murbei dapat ditingkatkan dengan pemupukan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas dan kualitas kokon yang dihasilkan dari dua hibrid ulat sutera (BS 08 dan BS 09) yang diberi pakan daun murbei dari tanaman yang diinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dan dipupuk dengan pupuk lambat larut (SRF). Hasil penelitian menunjukkan jenis ulat BS 09 memiliki kualitas kokon yang lebih baik dibandingkan jenis BS 08. Ulat sutera yang diberi pakan Morus alba var Kanva2 + Glomus sp1. + SRF 8 g dan M. cathayana + Glomus sp2 + SRF 8 g menunjukkan kualitas kokon yang tinggi.
Detail |
|
37 |
Kemungkinan Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai BahanBakuPembuatan Papan Serat Berkerapatan Sedang |
Han Roliadi & Widya Fatriasari |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2005 |
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat industri minyak kelapa sawit dengan potensi cukup besar (± 2,5 juta ton per tahun), yang dewasa ini hanya dibuang di tempat, atau dibakar sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu usaha dalam mengatasi hal tersebut adalah memanfaatkannya untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang (MDF), sebagaimana dilakukan melalui percobaan skala laboratoris secara batch. Pengolahan pulp TKKS untuk MDF menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka, diikuti dengan perendaman dalam larutan alkali pada suhu kamar, dan sesudahnya diolah secara mekanis menjadi pulp. Sebelum pembentukan lembaran MDF, pada pulp TKKS ditambahkan bahan pengikat/perekat fenol formaldehida (PF). Pembentukan lembaran menggunakan proses basah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perendaman alkali menghasilkan pulp TKKS dengan diameter serat dan lumen lebih besar, dan dinding serat lebih tipis, dibandingkan dengan tanpa perlakuan rendaman. Selanjutnya, perendaman alkali ternyata berinteraksi dengan penggunaan perekat PF, sehingga menghasilkan lembaran MDF dengan kerapatan dan sifat kekuatan lebih tinggi; dan penyerapan air dan pengembangan tebal yang lebih rendah, dibandingkan dengan tanpa perendaman. Beberapa sifat MDF memenuhi persyaratan standard FAO, yaitu kerapatan, modulus patah, dan kekuatan rekat internal. Yang belum memenuhi adalah pengembangan tebal, penyerapan air, modulus elastisitas, dan kekuatan memegang sekerup. Diharapkan bisa diperbaiki dengan penggunaan bahan penolak air dan lebih banyak bahan perekat
Detail |
|
38 |
Pengawetan Bagian Lunak Batang Kelapa Basah Dengan Cara Tekanan |
Barly & Dikdik A. Sudika |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2005 |
Tulisan ini mengemukakan hasil penelitian metode tekanan pada dua varietas kelapa dengan bahan pengawet senyawa boron. Bagian lunak batang kelapa basah pada dolok kesatu, kedua dan ketiga berukuran 5 cm x 10 cm x 100 cm diawetkan dengan cara proses sel penuh (FCP) dan metode tekan berganti (APM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua varietas dan letak dolok dalam batang kelapa dapat diawetkan dengan cara tekanan. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa retensi bahan pengawet yang dihasilkan dengan cara tekan berganti (APM) (11,06 kg/m3dan 9,44 kg/m3), berbeda dengan yang dihasilkan dengan cara sel penuh (FCP) (4,45 kg/m3 dan 4,74 kg/m3 ) pada kelapa dalam dan kelapa hibrida.
Detail |
|
39 |
Pengolahan Nilam Hasil Tumpang Sari di Tasikmalaya |
Gusmailina, Zulnely & E. Suwardi Sumadiwangsa |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2005 |
Peran hasil hutan bukan kayu (HHBK) dalam menunjang kegiatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan perlu dikembangkan. Pengelolaan hutan perlu diarahkan tidak hanya sebagai penghasil kayu tetapi juga sebagai penghasil HHBK yang dapat membuka lapangan perkerjaan dan penghasilan bagi masyarakat lokal dengan tetap memperhatikan faktor ekologis. Salah satu program untuk memcapai partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan yang lestari adalah meningkatkan peran HHBK yang mampu meningkatkan kegiatan dan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar hutan. Salah satu komoditi HHBK yang perlu dikembangkan adalah pengusahaan nilam secara tumpang sari terutama pada lahan kawasan hutan, sehingga dapat mendukung optimalisasi penggunaan lahan. Data, informasi serta contoh uji (daun dan minyak nilam) dikumpulkan dari kampung Pager Ageung, Desa Pager Sari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang ditanam secara tumpang sari dengan tanaman pertanian dan perkebunan pada kebun campuran. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa produktivitas nilam yang ditanam secara tumpang sari di Tasikmalaya sebesar 4 kg/rumpun/panen dengan hasil DNB (daun nilam basah) sekitar 75-100 ton/ha atau sama dengan 15-20 ton DNK (daun nilam kering) per hektar sekali panen lalu dijual ke pedagang dengan harga Rp 500/kg basah, dan Rp 2.500/kg kering, dengan nilai jual sekitar Rp 37,5- 50 juta/ha. Usaha ini dikelola oleh Kelompok Tani Mitra Usaha Jaya, proses penyulingan dengan cara uap panas. Kualitas dan rendemen minyak yang ditanam secara tumpang sari tidak kalah bagus dengan kualitas minyak yang ditanam secara monokultur. Kadar Patchouli berkisar antara 26-39,5%, bahkan yang disuling di laboratorium berkisar antara 41-49,7%, dengan rendemen berkisar antara 2,4-5%. Masyarakat sekitar kota Tasikmalaya semakin berminat untuk memperluas areal penanaman nilam terutam sejak adanya pabrik penyulingan di Pager Ageung, demikian juga pihak kehutanan dan PT Perhutani. Oleh sebab itu pengusahaan nilam secara tumpang sari di lahan kawasan hutan perlu dijadikan bahan pertimbangan kebijakan bagi pengelola dan pengusahaan hutan tanaman
Detail |
|
40 |
Pengaruh Lapisan Kayu Terhadap Sifat Bambu Lamina |
I. M. Sulastiningsih, Nurwati dan Adi Santoso |
- Nama :
- Bidang Keahlian :
- Unit Kerja :
- Email :
|
|
2005 |
Bambu yang termasuk tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek (3-4 tahun) merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup menjanjikan sebagai bahan pengganti kayu untuk bahan bangunan. Masalah pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan adalah keterbatasan bentuk dan dimensinya. Pembuatan produk bambu lamina merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian pengaruh lapisan kayu terhadap sifat bambu lamina (3 lapis) telah dilakukan di laboratorium produk majemuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Bambu yang digunakan adalah bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea), sedangkan perekatnya adalah tanin resorsinol formaldehida (TRF). Kayu yang digunakan adalah mangium (Acacia mangium) dan tusam (Pinus merkusii). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan kayu sangat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis bambu lamina. Bambu lamina yang semua lapisannya terdiri dari bambu, kerapatannya lebih tinggi (0,8 g/cm3) dibanding bambu lamina yang lapisan tengahnya dari kayu mangium (0,7 g/cm3 ) dan tusam (0,64 g/cm3 ). Bambu lamina yang lapisan tengahnya kayu tusam mempunyai sifat kestabilan dimensi yang paling rendah dibanding bambu lamina lainnya. Sifat mekanis bambu lamina menurun dengan adanya lapisan kayu dalam komposisi lapisan penyusunnya.
Detail |
|